Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Loper Koran Masih Ada, Menjaja Kata di Antara Debu Kota

18 Agustus 2019   16:02 Diperbarui: 19 Agustus 2019   03:09 4158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Loper koran ini saya temukan di Malang, Jawa Timur. Menurutnya, pelanggan media cetak masih ada, meski jumlahnya tidak sebanyak dulu. Dengan sepeda, loper ini menjajakan media cetak tiap hari. Ia berkeliling di pusat kota Malang dengan penuh semangat, meski ia tahu penerbit media cetak sudah memasuki senjakala. Foto: isson khairul

Di Indonesia? Tidak ada yang mencatatnya. Meski di sini ada Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), tapi institusi itu tidak mencatat, sebagaimana Amerika Serikat melakukannya. Bahkan, saya belum pernah membaca, beralih ke mana ribuan agen koran dan puluhan ribu loper, setelah media cetak memasuki senjakala? Padahal, di masa jayanya, kontribusi loper terhadap gerakan ekonomi rakyat, tidaklah kecil.

Padahal lagi, itu merupakan jejak penting bagi bangsa ini, dalam konteks tenaga kerja dan literasi. Kita memang sering abai, mengabaikan mereka yang bekerja secara non-formal, meski secara kontribusi ekonomi cukup besar. Dari penelusuran saya, sebagian agen koran, move on menjadi agen pulsa. Itu pun tidak bertahan lama. Ketika pulsa bisa dibeli secara daring, para agen pulsa itu pun berguguran.

Loper, ke mana mereka? Tak ada satu institusi pun di negeri ini, yang mencatat mereka. Kecuali, para penerbit media yang terhubung dengan loper, melalui agen media. Bagaimana nasib agen koran dan nasib loper koran, dalam konteks ketersediaan lapangan kerja, seingat saya tidak pernah dibahas para pemangku kepentingan. Padahal, jumlah mereka ribuan, bahkan puluhan ribu.

Di hari-hari Peringatan Proklamasi Kemerdekaan ini, saya ingat Bung Karno. Ingat pidatonya yang sangat terkenal Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah. Itu pidato Bung Karno yang terakhir, pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1966. 

Dan, loper adalah bagian dari sejarah ekonomi rakyat, meski belum sepenuhnya lenyap. Bukan hanya dalam konteks ekonomi, tapi yang jauh lebih penting adalah konteks literasi.

Literasi? Tingkat literasi warga kita sangat rendah: peringkat 62 dari 70 negara yang diteliti. Itu berdasarkan penelitian Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2015. 

Kemudian, tahun 2016, tingkat literasi kita: peringkat ke-60 dari 61 negara di dunia. Itu berdasarkan penelitian organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO). Hasil studi tersebut dipublikasikan dengan nama The World's Most Literate Nations.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 18 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun