Speaking is easy only if you have the willingness to learn. Itu dituliskan Erwin Parengkuan hari ini Jumat (16/08/2019) di laman LinkedIn. Kini, ketika ruang publik kian terbuka dan semakin variatif, kemampuan speaking tentulah sangat dibutuhkan. Bikin karir jadi moncer?
Kicauan, Relevan, dan Berisi
Mari kita mulai dari lingkup paling kecil. Ketika kita ngumpul dengan empat orang teman, yang punya kemampuan speaking pastilah paling sering berkicau. Ada saja yang ia ceritakan. Hal yang sangat sederhana pun, bisa ia kemas menjadi cerita yang seru. Suasana ngumpul pun jadi semakin asyik. Yang lain menimpali. Yang lain menyahut. Ngumpul jadi interaktif dan semakin seru, hingga waktu berlalu tanpa sempat melihat jam.
Di lingkup selanjutnya juga demikian. Misalnya, di kesempatan ngumpul bersama komunitas. Boleh jadi yang ngumpul lebih dari 10 orang, bahkan mungkin lebih dari 20 orang. Yang punya kemampuan speaking pastilah paling sering berkicau. Di lingkup ini, anggota komunitas yang hadir, secara alamiah akan mendeteksi kicauan dari para pengicau tersebut.
Pertama, ada yang merasa punya kemampuan speaking tapi anggota komunitas menilai, kicauannya seru namun tak begitu relevan dengan kepentingan komunitas. Kedua, ada yang kicauannya asyik, tapi kurang berisi. Ketiga, kicauannya singkat, relevan banget dengan kepentingan komunitas, dan yang ia kicaukan menambah wawasan anggota komunitas.
Dalam konteks speaking, dua hal di atas relevan dan berisi, adalah dua komponen penting. Misalnya, ketika kita masuk ke dalam lingkup yang lebih luas dibanding acara ngumpul komunitas. Salah satunya, saat kita hadir menjadi peserta sebuah seminar atau diskusi. Ini momen penting bagi kita untuk tampil di ruang publik, yang sebagian besar hadirinnya mungkin belum kita kenal.
Kita tahu, di tiap diskusi atau seminar, selalu ada sesi bertanya. Nah, itulah momen penting untuk kita sebagai peserta. Rebutlah momen tersebut, agar dapat kesempatan bertanya. Rebut? Iya, kita harus berebut, karena peserta yang lain juga ingin tampil untuk bertanya, ingin meraih momen penting itu.
Boleh dibilang, berebut untuk tampil bertanya, adalah kompetisi alamiah di tiap diskusi atau seminar. Korelasinya dengan kemampuan speaking? Ya, itu tadi, ajukanlah pertanyaan yang relevan dan berisi, dengan seminar atau diskusi yang kita hadiri. Pertanyaan yang tidak relevan, pasti akan dianulir oleh moderator seminar. Pertanyaan yang tidak berisi, akan diabaikan pembicara serta hanya akan dianggap angin lalu oleh peserta seminar.
Etape Latihan Speaking    Â
Mari kita cermati kembali Speaking is easy only if you have the willingness to learn, sebagaimana dituliskan Erwin Parengkuan hari ini Jumat (16/08/2019) di laman LinkedIn. Kita tahu, latihan itu proses. Tak ada yang instan. Tak ada orang yang tiba-tiba lahir menjadi pembicara handal, tanpa latihan. Sangat banyak contohnya untuk disebut satu per satu.
Salah satunya, Ridwan Kamil. Ia, sebelum menjadi Wali Kota Bandung dan sebelum menjadi Gubernur Jawa Barat, sudah malang-melintang di berbagai forum internasional. Baik sebagai peserta seminar dan diskusi, maupun sebagai pembicara seminar dan diskusi. Komponen relevan dan berisi sudah menjadi bagian dari kesehariannya, tiap kali tampil di ruang publik.
Dalam konteks speaking, apakah ia masih latihan? Apakah ia masih butuh berlatih? Tahun 2015, Ridwan Kamil adalah Wali Kota Bandung. Ia dapat kehormatan menjadi pembaca teks Dasa Sila Bandung pada puncak peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Gedung Merdeka, Bandung, pada Jumat (24/04/2015). Bukan dalam bahasa Sunda atau bahasa Indonesia, tapi dalam Bahasa Inggris.
Sehari sebelum acara, ada yang bertanya. Ini jawab Ridwan Kamil: Sudah, sudah latihan. Insya Allah siap. Latihannya di kamar mandi juga. Saya yakin, untuk speaking di tempat lain pun, Ridwan Kamil juga latihan. Melatih diri.Â
Dan, hasil dari latihan tersebut, bisa kita cermati, betapa bernas narasi Ridwan Kamil tiap kali bicara di ruang publik. Relevan dengan konteks yang ia bicarakan, serta tentu saja berisi, menambah wawasan publik.
Maka, etape latihan speaking seperti yang saya tulis di atas, mulai dari ngumpul dengan teman, dengan komunitas, serta ketika menjadi peserta seminar, itu adalah beberapa tahapan yang relatif mungkin untuk kita tempuh. Berbagai momen itu bisa kita gunakan untuk berlatih menyampaikan gagasan secara ringkas, tapi tepat. Juga, berlatih menanggapi argumen orang lain, dengan argumen yang sepadan.
Kita boleh tak sependapat dengan orang lain. Kita boleh mengkritik kebijakan orang lain. Dengan kemampuan speaking yang terus diasah, terus dilatih, tentulah perbedaan pendapat serta kritik tersebut akan menjadi asyik.Â
Menjadi proses olah pikir bersama, yang pada gilirannya memperkaya wawasan bersama. Baik dalam komunitas, maupun di tempat kerja. Nah, sampai di sini, saya percaya, kemampuan speaking bisa bikin karir jadi moncer.
Latihan Erwin Parengkuan    Â
Nah, bagaimana dengan Erwin Parengkuan? Bagaimana ia sampai menuliskan Speaking is easy only if you have the willingness to learn, di laman LinkedIn hari ini? Bagi saya, Erwin Parengkuan bukanlah sosok yang asing. Ketika menjadi jurnalis di Majalah GADIS, media dalam Femina Grup, ada saja hal yang membuat terhubung dengan Erwin Parengkuan. Termasuk dengan Rebbeca Becky Tumewu.
Kita tahu, Erwin Parengkuan dan Rebbeca Tumewu mendirikan Talk Inc pada tahun 2007. Wadah itu mereka dirikan untuk berbagi pengalaman di bidang komunikasi kepada mereka yang hendak mengembangkan diri sebagai MC atau presenter. Di awal pendirian, yang belajar di Talk Inc hanya sekitar 15 orang. Dalam tempo yang tidak lama, menggelembung menjadi 2.000 orang.
Mereka yang menimba ilmu dan pengalaman di Talk Inc, datang dari beragam segmen. Mulai dari anak-anak muda yang ingin mengembangkan diri di bidang public speaking, para artis, anggota DPR, hingga para pemimpin perusahaan besar. Itu menjadi penanda kuat, betapa kemampuan speaking dipandang sebagai salah satu skill untuk bikin karir jadi moncer.
Untuk sampai dipercaya begitu banyak kalangan, Erwin Parengkuan sudah melatih dirinya sejak lama. Ia sudah berlatih bertahun-tahun. Sejak selepas SMA tahun 1989, ia mulai belajar dan berlatih speaking sebagai penyiar radio dan creative event di radio Prambors, Jakarta. Di era itu, Prambors boleh dibilang radio number one, dengan beragam program siaran yang nge-hits serta berbagai aktivitas off air yang menjadi magnit ribuan anak muda.
Kemudian, ia melangkah sebagai presenter televisi dan menjadi MC di beragam acara. Patut saya sebut di sini, Erwin Parengkuan adalah sosok yang dipercaya oleh konglomerat Liem Sioe Liong, untuk menjadi MC di event istimewanya.Â
Itu pada September tahun 2005, ketika Liem Sioe Liong mengadakan pesta ulang tahun ke 90th di Singapura. Selama 2 hari full berturut-turut, Â Erwin Parengkuan menjadi presenter di pesta istimewa tersebut.
Kini, hampir tiap hari saya melihat Erwin Parengkuan wira-wiri di laman LinkedIn. Semua tentang aktivitas pelatihan speaking yang ia lakukan di berbagai perusahaan. Bikin kagum, itu pasti. Bikin iri? Boleh dong, iri yang positif maksudnya.Â
Yang jelas, capaian yang diraih Erwin Parengkuan kini adalah hasil dari proses berlatih yang tiada henti. Ia melatih dirinya di bidang speaking dengan sungguh-sungguh. Maka, sangat bisa dipahami ketika Erwin Parengkuan menuliskan Speaking is easy only if you have the willingness to learn, di laman LinkedIn hari ini Jumat (16/08/2019).
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 16 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H