"Kita tidak bisa ambil pasar Amerika Serikat yang ditinggalkan China karena peningkatan tarif. Pangsa pasar Vietnam naik, sedangkan Indonesia enggak banyak berubah," ujar Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Â Indonesia, pada Rabu (31/07/2019). Kenapa?
Pasar Produk Furnitur
Pasar yang dimaksud Mohammad Faisal di atas, adalah pasar produk furnitur. Dalam setahun terakhir, secara angka, ekspor produk furnitur Vietnam ke AS, naik tajam. Dari tahun lalu 7,4 persen menjadi 10,5 persen kini. Indonesia tahun lalu 1,63 persen menjadi 1,65 persen kini.
Agaknya, itulah yang membuat Mohammad Faisal menyimpulkan: ekspor produk furnitur Indonesia ke Amerika Serikat, enggak banyak berubah. Dari 1,63 persen menjadi 1,65 persen ya bisa dikatakan tidak banyak berubah. Ini tentu menjadi pertanyaan dalam diri kita, kenapa?
Bahan baku kayu di Indonesia, sangat melimpah. Potensi luas hutan kita, mencapai 120,6 juta hektare. Dan, 12,8 juta hektare di antaranya merupakan hutan produksi. Selain itu, 80 persen bahan baku rotan dunia, ya berasal dari Indonesia. Kita tahu, kayu dan rotan adalah dua bahan baku utama untuk produk furnitur.
Mestinya, secara ketersediaan produk furnitur, tidak ada halangan dalam negeri. Bukankah bahan baku melimpah? Selain itu, teknologi yang digunakan di industri produk furnitur, bukanlah teknologi yang tinggi-tinggi amat. Artinya, harga teknologinya pun tidak mahal-mahal amat.
Bahkan, Kementerian Perindustrian sudah fokus mengembangkan teknologi desain industri mebel yakni "computer-aided design" (CAD) dan "computer-aided manufacturing" (CAM), yang terintegrasi jaringan internet. "Untuk industri furnitur, teknologi finishing dan desain jadi perhatian untuk dikembangkan," kata Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono, pada Senin (05/11/2018).
Cerita Pigura dari PresidenÂ
Terkait teknologi furnitur, saya ingat cerita tentang pigura, dari Presiden Joko Widodo. Kita tahu, pigura adalah bingkai untuk foto dan lukisan. Umumnya berbahan kayu dan fiber, dengan berbagai pilihan aksen, karena memang fungsinya untuk dekorasi. Presiden menyebut, tenaga kerja Indonesia mampu membuat pigura sebanyak 400 unit dalam sehari, dengan dukungan mesin produksi.
Kata Presiden, orang Taiwan, bisa membuat 4.000 pigura dalam sehari, dengan mesin yang sama, yang digunakan oleh orang Indonesia. Kok bisa? Menurut Presiden, itu terjadi, karena etos kerja orang Taiwan, jauh di atas rata-rata etos kerja orang Indonesia. Disiplin yang tertanam dalam diri mereka, itulah kunci utama, yang membuat etos kerja mereka demikian tinggi.
Cerita tentang pigura dan perbandingan etos kerja orang Indonesia dan orang Taiwan tersebut, disampaikan Presiden di Hotel Sahid Jaya Yogyakarta, pada Sabtu (22/07/2017). Itu ia kemukakan kepada peserta Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional (Rakorpimnas) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Cerita itu ia pilih, karena guru adalah penyemai disiplin di sekolah.
Dan, Presiden Joko Widodo adalah sosok yang kompeten untuk bicara tentang industri berbahan kayu dan etos kerja tersebut. "Saya sudah 27 tahun jadi pengusaha meubel. Usaha saya sampai sekarang masih berjalan. Perusahaan saya mengekspor meubel ke Eropa, Amerika, lalu sekarang banyak juga ke Korea dan Jepang. Jadi saya tahu betul seluk-beluk berusaha," tutur Joko Widodo di akun Facebook-nya, pada Selasa (19/12/2017).
Narasi Presiden tentang disiplin dan etos kerja itu, jelas dan tegas. Ia ingin agar para guru di seluruh Indonesia, sungguh-sungguh menanamkan disiplin kepada para siswa. Disiplin dalam berpikir, disiplin pula dalam bertindak. Kenapa? Karena, disiplin semasa sekolah itulah yang kelak akan menumbuhkan etos kerja, yang akan menjadikan tenaga kerja Indonesia unggul.
Daya Saing Anak BangsaÂ
Cerita tentang pigura dari Presiden Joko Widodo tersebut, hanyalah salah satu contoh tentang daya saing anak bangsa, dibandingkan dengan bangsa Taiwan. Presiden menunjukkan, dengan menggunakan teknologi yang sama pun, ternyata kita masih kalah bersaing. Kita mampu membuat pigura 400 unit dalam sehari. Sementara, orang Taiwan, bisa membuat 4.000 pigura dalam sehari, dengan mesin yang sama.
Cerita Mohammad Faisal di atas tentang pasar produk furnitur, adalah contoh lain tentang daya saing anak bangsa. Dalam setahun terakhir, ekspor produk furnitur Vietnam ke Amerika Serikat, naik dari 7,4 persen menjadi 10,5 persen. Sementara, Indonesia dalam kurun waktu yang sama, dari 1,63 persen menjadi 1,65 persen.
Dalam konteks menyambut peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, daya saing bangsa ini, sudah seharusnya menjadi tema utama. Kenapa? Karena di era global kini, persaingan antar bangsa sangat sengit. Tiap bangsa tidak bisa lagi hanya mengandalkan sumber daya manusia serta sumber daya alam dalam negeri semata. Ketergantungan antar bangsa kian tinggi.
Nah, ketergantungan itulah yang memicu persaingan. Dalam hal dengan Vietnam, ada poin lain yang juga patut kita cermati. Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sementara, Hari Kemerdekaan Vietnam adalah 2 September 1945. Artinya, sebagai negara merdeka, rentang waktu proklamasi kita dengan Vietnam, hanya dalam hitungan hari.
Tapi kini, secara ekonomi, kita banyak tertinggal oleh Vietnam. Bukan hanya di sektor ekspor produk furnitur ke Amerika Serikat. Dalam hal perang dagang Amerika Serikat dan China, Vietnam justru menang banyak. Kenapa? Ada 600 perusahaan masuk ke Vietnam, yang merupakan relokasi dari perusahaan yang sebelumnya ada di China dan Taiwan.
Pada Rabu (31/07/2019), Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi menyebut, Indonesia tidak mendapatkan potongan kue dari perang dagang Amerika Serikat dan China tersebut. Momentum perang dagang itu justru diambil alih oleh Vietnam. Vietnam dapat 600 perusahaan. Bisa diprediksi, betapa membubungnya nilai ekspor Vietnam di tahun-tahun mendatang. Karena, ke-600 perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berorientasi ekspor.
Selain itu, juga pada Rabu (31/07/2019), Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, menyebut, nilai ekspor tekstil Indonesia baru mencapai 1,8 persen dari total pasar dunia, setara dengan USD 13 miliar. Sementara, Vietnam sudah mampu mencapai angka USD 40 miliar.
Masih ada sederet lompatan ekonomi Vietnam dibandingkan dengan Indonesia, yang selisih hari kemerdekaannya hanya berbilang hari dari kita. Barangkali ini bisa menjadi bagian renungan para pemangku kepentingan, untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 01 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H