Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rahasia Daya Ingat untuk Menulis

10 November 2018   19:25 Diperbarui: 14 November 2018   10:55 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan: Isson Khairul dan Iskandar Zulkarnain. Dengan obrolan dari hati ke hati, kita leluasa mengetahui jurus rahasia, bagaimana sang penulis menghimpun ingatan, untuk kemudian menuliskannya. Foto: dok. kububuku

Apa yang Anda ingat? Apa yang hendak Anda tulis? Jawaban atas dua pertanyaan tersebut, itulah rahasia dalam menulis. Itu pulalah yang kami obrolin di kantor pusat Kompasiana, di Palmerah Barat, Jakarta Pusat. 

Ingatan Buntu, Nulis pun Macet 

Macet di jalan raya. Macet saat menulis. Kedua situasi itu, sama-sama menjengkelkan. Lebih mangkel lagi, kalau macetnya di saat deadline sudah mepet. Tiap penulis, punya jurus rahasia, bagaimana menyiasati kemacetan itu. Karena statusnya rahasia, maka jurus siasat tersebut, tentulah tidak diumbar sembarangan ke publik. Perlu ngobrol dari hati ke hati, untuk mengetahuinya.  

Itulah salah satu khasnya Ngoplah, akronim dari Ngobrol di Palmerah. Dan, Ngoplah pada Jumat (09/11/2018) sore lalu, benar-benar penuh gizi. Di kantor pusat Kompasiana, di Jl. Palmerah Barat No. 29-37, obrolan itu berlangsung penuh suka-ria. Ada dua buku yang kami obrolin: Manusia Bandara karya Jose Dizzman Diaz dan Sekadar Pengingat karya Iskandar Zulkarnain.

Iskandar Zulkarnain sukses menghimpun daya ingatnya, yang kemudian ia tuangkan menjadi 75 tulisan di Sekadar Pengingat. Menulis 75 tulisan, dalam rentang waktu yang relatif singkat, tentulah bukan hal yang mudah. Kenapa? "Karena, apa yang ada dalam ingatan itu, sangat beragam. Campur-baur. Campur-aduk. Seringkali malah mengacaukan pikiran," tutur Iskandar Zulkarnain.

Memilah, Memilih Ingatan  

Agar tidak kacau, Bang Iz --begitu saya menyapanya- memilah ingatan, sesuai kebutuhan. Misalnya, pada Sekadar Pengingat 5. Di tulisan itu, ia hendak mengingatkan kita, bagaimana cara menyikapi musibah. Bang Iz menulis, ketika menghadapi musibah, introspeksilah. Apa kesalahan yang telah kita perbuat. Apa dosa yang telah kita lakukan. Itu dulu yang harus dicari tahu.

Kemudian, perbaikilah kesalahan tersebut. Jangan ulangi lagi. Mohon ampunlah pada Allah, atas dosa yang telah kita lakukan. Selanjutnya, baru mohon solusi pada Allah. Solusi atas musibah yang menimpa kita. Di Sekadar Pengingat 5 itu, Bang Iz mengingat tentang, bagaimana ia berupaya sungguh-sungguh mendidik anaknya semasa balita. Menemaninya di masa golden period.

Bang Iz paham, anak balita di masa golden period, adalah sosok manusia yang polos. Masih bersih hati dan pikirannya. Ibarat kertas putih, belum tercoreng apa pun. Ingatan itu dikorelasikan Bang Iz dengan ingatannya tentang Nabi Adam, yang terusir dari zona nyaman, karena berbuat dosa. Kita paham, bukan kah manusia tak pernah luput, dari khilaf dan dosa?

Menulis Paduan Ingatan    

Di situ kita lihat, Bang Iz berupaya mengorelasikan ingatan yang sudah ia pilah, yang sudah ia pilih. Kemudian, ia memadukannya menjadi tulisan. Inti message-nya di Sekadar Pengingat 5 adalah introspeksi, mohon ampun, kemudian mohon solusi. Dengan kata lain, bersihkan dulu hati. Upayakan bersihkan hati, meski mungkin tidak sebersih hati anak-anak usia balita.

Dalam hal ini, kita melihat, ingatan yang dipadukan Bang Iz dalam tulisannya, sekaligus sebagai simbol. Menjadi penanda bagi pembaca, untuk menemukan makna dari sejumlah simbol tersebut. Dan, simbol-simbol penuh makna itu, bertebaran di 75 tulisan di Sekadar Pengingat ini. Dari pencermatan saya, sejumlah simbol itu adalah simbol sehari-hari, yang dengan mudah kita maknai.

Intinya, 75 tulisan dalam buku ini, mengajak kita untuk memaknai simbol kehidupan, yang menuntun kita kembali ke jati diri. Merenungi apa yang telah terjadi. Memaknai apa yang pernah kita perbuat. Bukan untuk menghakimi salah dan benar. Tapi, demi menemukan sikap yang bijak, tiap kali kita melangkah di bumi yang sungguh fana ini.

Dari kiri ke kanan: Jose Dizzman Diaz, Muthiah Alhasany, Isson Khairul, dan Iskandar Zulkarnain. Saling berbagi rahasia menulis, itulah khasnya Ngobrol di Palmerah. Foto: dok. kububuku
Dari kiri ke kanan: Jose Dizzman Diaz, Muthiah Alhasany, Isson Khairul, dan Iskandar Zulkarnain. Saling berbagi rahasia menulis, itulah khasnya Ngobrol di Palmerah. Foto: dok. kububuku
Gumam, Narasi Batin

Puluhan tulisan dalam buku ini, mengingatkan kita, agar tak lupa menoleh ke belakang, ke sejumlah kejadian yang telah kita lalui. Bukan untuk berbalik ke masa silam. Tapi, untuk berkaca pada perbuatan diri, agar lebih teguh melangkah, menapaki jalan kehidupan.     

Karena itulah, berbagai tulisan dalam buku ini, adalah cahaya bagi jiwa, di tengah hiruk-pikuk dunia. Iskandar Zulkarnain menuliskan rekaman jiwanya untuk kita, melalui buku ini. Bukan untuk mengajari. Bukan pula untuk membimbing. Tapi, untuk mengajak kita bersama-sama, berkaca pada perbuatan diri.   

Ajakan tersebut, dituliskan Iskandar Zulkarnain, dengan cara bergumam. Dituliskan dengan hati-hati, dengan sepenuh hati. Dari hati ke hati. Ia mengingat serta mengingatkan. Ia bergumam, kemudian menggumamkan. Inilah yang disebut suara batin, narasi dari suara batin.    

Suara dari Kedalaman 

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mencatat gumam sebagai kata benda, yang artinya suara yang tertahan di dalam mulut. Peribahasa menyebut: ada terasa, tapi tak terkatakan. Dalam bahasa Minang: taraso lai, takatokan indak. Dalam fiksi, kerap dituliskan begini: suaraku tercekat, lidahku kelu, tak mampu berkata apa-apa. Dalam bahasa Inggris, mungkin inilah yang disebut sebagai the inner part of the human. Suara dari kedalaman.

Bagi saya, gumam adalah narasi batin. Tuturan yang membuat kita merenung. Sebagai bagian untuk menggugah diri sendiri, juga untuk mengetuk nurani orang lain. Dan, sebagai pekerja sosial, Iskandar Zulkarnain memiliki banyak pengalaman kemanusiaan, yang sebagian dari kita, mungkin tak mengalaminya. Tak berhadapan dengan situasi demikian.

Buku Sekadar Pengingat adalah buku kesekian puluh, dari Peniti Media, dari Komunitas KutuBuku Kompasiana. Di komunitas ini, kita leluasa saling keep spirit untuk terus ber-literasi. Berdiskusi, menulis, serta mengadakan workshop writing, tentunya. Melalui KutuBuku Kompasiana, mari kita rawat spirit literasi, bersama-sama.

Isson khairul--dailyquest.data@gmail.com

 Jakarta, 10 November 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun