Dalam hal ini, kita melihat, ingatan yang dipadukan Bang Iz dalam tulisannya, sekaligus sebagai simbol. Menjadi penanda bagi pembaca, untuk menemukan makna dari sejumlah simbol tersebut. Dan, simbol-simbol penuh makna itu, bertebaran di 75 tulisan di Sekadar Pengingat ini. Dari pencermatan saya, sejumlah simbol itu adalah simbol sehari-hari, yang dengan mudah kita maknai.
Intinya, 75 tulisan dalam buku ini, mengajak kita untuk memaknai simbol kehidupan, yang menuntun kita kembali ke jati diri. Merenungi apa yang telah terjadi. Memaknai apa yang pernah kita perbuat. Bukan untuk menghakimi salah dan benar. Tapi, demi menemukan sikap yang bijak, tiap kali kita melangkah di bumi yang sungguh fana ini.
Puluhan tulisan dalam buku ini, mengingatkan kita, agar tak lupa menoleh ke belakang, ke sejumlah kejadian yang telah kita lalui. Bukan untuk berbalik ke masa silam. Tapi, untuk berkaca pada perbuatan diri, agar lebih teguh melangkah, menapaki jalan kehidupan. Â Â Â
Karena itulah, berbagai tulisan dalam buku ini, adalah cahaya bagi jiwa, di tengah hiruk-pikuk dunia. Iskandar Zulkarnain menuliskan rekaman jiwanya untuk kita, melalui buku ini. Bukan untuk mengajari. Bukan pula untuk membimbing. Tapi, untuk mengajak kita bersama-sama, berkaca pada perbuatan diri. Â Â
Ajakan tersebut, dituliskan Iskandar Zulkarnain, dengan cara bergumam. Dituliskan dengan hati-hati, dengan sepenuh hati. Dari hati ke hati. Ia mengingat serta mengingatkan. Ia bergumam, kemudian menggumamkan. Inilah yang disebut suara batin, narasi dari suara batin. Â Â
Suara dari KedalamanÂ
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mencatat gumam sebagai kata benda, yang artinya suara yang tertahan di dalam mulut. Peribahasa menyebut: ada terasa, tapi tak terkatakan. Dalam bahasa Minang: taraso lai, takatokan indak. Dalam fiksi, kerap dituliskan begini: suaraku tercekat, lidahku kelu, tak mampu berkata apa-apa. Dalam bahasa Inggris, mungkin inilah yang disebut sebagai the inner part of the human. Suara dari kedalaman.
Bagi saya, gumam adalah narasi batin. Tuturan yang membuat kita merenung. Sebagai bagian untuk menggugah diri sendiri, juga untuk mengetuk nurani orang lain. Dan, sebagai pekerja sosial, Iskandar Zulkarnain memiliki banyak pengalaman kemanusiaan, yang sebagian dari kita, mungkin tak mengalaminya. Tak berhadapan dengan situasi demikian.
Buku Sekadar Pengingat adalah buku kesekian puluh, dari Peniti Media, dari Komunitas KutuBuku Kompasiana. Di komunitas ini, kita leluasa saling keep spirit untuk terus ber-literasi. Berdiskusi, menulis, serta mengadakan workshop writing, tentunya. Melalui KutuBuku Kompasiana, mari kita rawat spirit literasi, bersama-sama.
Isson khairul--dailyquest.data@gmail.com