Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tinggalkan Premium, Turunkan Polusi

2 Februari 2018   07:04 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:07 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gas buang kendaraan bermotor, sumber utama polusi di perkotaan. Gas buang dari BBM Premium, sangat buruk, dibandingkan BBM jenis lain. Mari merawat udara kota, ayo tinggalkan BBM Premium. Foto: antaranews.com

Di Asia Tenggara, Jakarta merupakan kota keempat paling berpolusi. Di urutan kelima, Bandung. Makanya, semakin banyak orang pakai masker di jalanan. Mereka ogah menghirup udara kotor. Apa penyebab utama polusi di perkotaan?

Gas Buang Kendaraan

Ya, emisi gas buang kendaraan bermotor. Itulah sumber polusi udara terbesar. Lihatlah knalpot mobil dan motor. Kadang berasap tipis. Kadang berasap tebal, berwarna hitam. Gas buang yang disemprotkan knalpot itulah yang dimaksud dengan emisi gas buang kendaraan bermotor. Karena gas itu hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor, makanya hawanya panas. Saking panasnya, knalpot pun ikutan panas. Jadi, selain mengotori udara, asap knalpot juga memanaskan suhu udara.

Seberapa kotor udara dari knalpot? Sekali waktu, cobalah dekatkan kain putih ke udara yang disemprotkan knalpot. Dalam sekejap, kain putih itu akan menguning dan akan muncul bintik-bintik hitam di kain tersebut. Itulah emisi gas buang dari satu kendaraan bermotor. Setidaknya, itu salah satu cara sederhana untuk mengukur kotornya udara knalpot. Sebagai gambaran, tahun 2017, ada sekitar 17,464,372 sepeda motor dan 3,554,509 mobil pribadi di Jakarta. Berjuta kendaraan bermotor itu tentu mengepulkan asap knalpot. Alangkah kotornya udara Jakarta.

Itu baru gas buang dari dua jenis kendaraan bermotor. Belum lagi dari jenis kendaraan lain, seperti bus dan truk. Bisa diperkirakan, betapa kotornya udara di ibu kota. Greenpeace Indonesia menyebutkan, pada semester pertama tahun 2016, tingkat polusi udara Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan yaitu berada pada level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan World Health Organization (WHO), dan tiga kali lebih buruk dari standar yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Buruk, Gas Buang Premium

Kita butuh sepeda motor. Kita juga butuh mobil. Apakah kita akan terus-terusan mengotori udara Jakarta? Itu tergantung pada jenis bahan bakar minyak (BBM) yang kita gunakan. Selama kita masih menggunakan BBM Premium, itu artinya kita tiap hari turut mempercepat penambahan polusi di Jakarta. Kenapa? Karena, BBM Premium dengan Ron 88, menghasilkan gas buang yang sangat buruk, dibandingkan BBM jenis lain. Asal tahu saja, di dunia ini, hanya Indonesia yang masih menggunakan BBM Premium dengan Ron 88.

Negara-negara lain, seperti India, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, sudah menggunakan BBM dengan standar Euro 4. Dengan demikian, polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor di sana, relatif lebih rendah dibandingkan dengan Jakarta. Artinya, salah satu cara untuk turut mengurangi polusi di Jakarta, adalah dengan meninggalkan BBM Premium. Mulailah beralih ke BBM jenis lain, seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamina DEX.

Kita tahu, BBM Premium memang disubsidi pemerintah. Kita juga tahu, kota-kota besar di Indonesia, sebagian besar dihuni oleh kalangan kelas menengah. Menurut saya, kelas menengah di perkotaan, sudah sepatutnya menjadi pelopor gerakan mengurangi tingkat polusi udara. Salah satunya, dengan meninggalkan BBM Premium. Bukankah kelas menengah umumnya well educated, yang memiliki pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya kesehatan?

Gas Buang, Saluran Napas

Dalam konteks kesehatan, polusi udara akibat gas buang kendaraan bermotor, jelas membahayakan. Ada dua jenis penyakit yang paling sering terjadi, karena paparan polusi udara: infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan gangguan kesehatan mata. Dua jenis gangguan kesehatan tersebut, kerap dialami kaum urban yang hidup di perkotaan. Ini bila kita bandingkan dengan mereka yang tinggal dan beraktivitas di pinggiran kota, yang tingkat polusi udaranya relatif masih rendah.

Salah satu cara untuk meminimalkan dampak negatif polusi udara adalah dengan menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Secara teknis, masker berfungsi melakukan filtrasi, melindungi diri dari paparan polusi udara dalam dosis besar. Kalangan medis menyimpulkan, masker mampu menekan paparan polusi udara sebanyak 20 persen. Dengan kata lain, masker merupakan upaya pencegahan primer, untuk melindungi diri dari polutan, yang dapat menurunkan kondisi kesehatan.

Peneliti dari Desert Research Institute, Sarath Guttikunda, mengatakan, polusi udara di Jakarta dan sekitarnya, telah mengakibatkan 260 ribu orang terserang penyakit pernapasan dan 85 ribu orang dirawat di rumah sakit per tahun. Jumlah itu merupakan hasil rata-rata penelitian yang dilakukan pada 2012 hingga 2015. Kondisi tersebut setidaknya bisa menggugah kalangan kelas menengah di perkotaan, untuk beralih dan meninggalkan BBM Premium. Ayolah, menjadi pelopor untuk merawat udara kota, demi kesehatan publik.

Jakarta, 29 November 2017
Jakarta, 02 Februari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun