Pada peringatan Hari Proklamasi ke-72 ini, mari kita bersama merenungi wajah pendidikan kita, performa institusi edukasi kita. Sekali lagi, saya belum pernah membaca penelitian yang komprehensif: seberapa relevan ranah edukasi kita mampu me-rem hasrat untuk korupsi? Atau, jangan-jangan sebagian besar materi ajar di berbagai jenjang pendidikan kita, justru mendorong anak-anak didik kita mendewakan benda-benda? Atau, para stakeholder di ranah pendidikan kita, telah menempatkan kemampuan meraup benda-benda sebagai ukuran kesuksesan?
Sungguh, semua itu jauh dari cita-cita founding father kita. Apakah kisah Bung Hatta dan sepatu Bally yang tidak pernah mampu ia beli itu, hanya akan menjadi kisah usang? Bukankah dari kisah tersebut, sangat tercermin, betapa proses untuk mencapai tujuan adalah bagian dari idealisme founding father kita? Kini, ketika ranah pendidikan kita penuh dengan sikap reaktif dan pragmatis, itu sama saja dengan kita telah menghapus cita-cita founding father kita. Mari kita cermati kembali fondasi ranah edukasi kita, pada peringatan Hari Proklamasi ke-72 ini.
Setelah tidak lagi jadi wakil presiden, ayah saya menghidupi kami dari honor-honornya sebagai pembicara, mengajar, dan menulis di koran. Dan uang itu, setelah dikumpul-kumpul, jumlahnya memang tidak pernah cukup. Setiap bulan kami selalu menunggak.
isson khairul --dailyquest.data@gmail.com
Jakarta, 18 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H