Kompasiana itu platform digital, tapi bikin event di pasar tradisional. Bukan di Jakarta, tapi di Jogja. Tanpa artis ibu kota, nyaris tanpa liputan televisi. Apa makna semua ini?
Bikin event di Jogja, sekitar 500-an kilometer dari Jakarta, printal-printil-nya mungkin bisa berkali lipat, dibandingkan dengan di Jakarta, yang dekat dengan kantor pusat. Cost transportasi Jakarta-Jogja pulang-pergi serta akomodasi beberapa hari di Jogja, tentulah tidak bisa dibilang murah. Dalam hitungan saya, setidaknya, ada 14 orang dari kantor pusat Palmerah yang hadir di Indonesia Community Day (ICD) 2017. Tidak semuanya di-budget-kan ke event tersebut, mungkin. Sekali lagi, apa makna semua ini?
ICD Sebagai Ruang Belajar
Bagi saya, Indonesia Community Day adalah tempat belajar. Ruang belajar dengan kelas terbuka. Melalui proses belajar itulah saya mencoba memahami makna dari event ini. Sebagai pengelola Komunitas KutuBuku, saya merasa minder. Kenapa? Karena apa yang kami tampilkan di booth KutuBuku, sangat sederhana serta serba seadanya. Hanya sebuah meja dengan beberapa buku di atasnya. Plus, dua buah kursi dan sebuah x-banner.
Padahal, KutuBuku sudah menerbitkan 50 judul buku yang ditulis oleh para penulis di Kompasiana. Ketika ada yang berkunjung dan bertanya, buku apa saja, ya? Waduh, kami tidak menyiapkan daftarnya. Bahkan, kami juga tidak membawa ke-50 buku tersebut, hingga pengunjung tidak bisa melihat secara fisik. Saya malu. Di sini saya belajar, bagaimana seharusnya sebuah komunitas mempresentasikan komunitas serta aktivitasnya kepada publik.
ICD Ruang Berbagi Inspirasi
Melihat apa yang telah dilakukan Gardu Action dan Sanggar Seni RnB, saya memahami makna Indonesia Community Day ini. Pada hakekatnya, komunitas itu adalah ranah berbagi. Ranah mengeksplorasi kreativitas yang bermanfaat untuk sesama. Bukan hanya berbagi kepada masyarakat umum, tapi juga berbagi kreativitas kepada sesama komunitas. Maka komplitlah apa yang digaungkan hari itu: Inspiraksi.
Gardu Action dan Sanggar Seni RnB adalah 2 dari 27 komunitas yang menginspirasi Indonesia Community Day. Detailnya, dalam list resmi panitia, ada 10 Komunitas di Kompasiana. Sebagai Kompasianer, saya menyebut komunitas itu sebagai Komunitas Internal. Dan, ada 17 Komunitas yang di luar Kompasiana, yang saya sebut sebagai Komunitas Eksternal, seperti Gardu Action dan Sanggar Seni RnB tersebut.
Dalam ranah kreativitas serta dalam konteks berkomunitas, barangkali istilah Komunitas Internal dan Komunitas Eksternal, tidak terlalu tepat. Kenapa? Sehari sebelum event, pada Jumat, 12 Mei 2017, saya berdiskusi dengan Nurulloh, Content & Product Assistant Manager Kompasiana. Ia bercerita bahwa ke depannya, Kompasiana akan menjadi wadah komunitas di seluruh Indonesia. Artinya, Kompasiana bukan hanya mewadahi para penulis, tapi juga mewadahi komunitas. Wow!
Generasi milenial sangat gandrung pada ranah visual. Setidaknya, ada dua komunitas di Indonesia Community Day yang menginspirasi secara visual: Komunitas Paguyuban Filmmaker Jogja dan Komunitas Papermoon Puppet Theatre. Tak bisa diingkari, kita tidak mungkin melepaskan diri dari ranah audio visual. Sama halnya dengan kita tak mungkin berpisah dengan koneksi internet. Di ruang tunggu, di mall, di kendaraan umum, di restoran, bahkan di parkiran, koneksi internet dan content audio visual senantiasa menyambut kita.
Bisakah kita menghindar? Nyatanya, tidak. Karena itu, kehadiran Komunitas Paguyuban Filmmaker Jogja dan Komunitas Papermoon Puppet Theatre adalah bagian dari inspirasi visualisasi. Para pengelola komunitas bisa sama-sama belajar, bagaimana memvisualisasikan komunitas masing-masing. Baik menyangkut aktivitas, maupun produk dan jasa yang dihasilkan komunitas. Kita tahu, dengan visualisasi, kita bisa menyampaikan message secara lebih menarik.
Beberapa hari di Jogja, sebelum dan setelah Indonesia Community Day, saya bisa merasakan serbuan visualisasi mengenai servis start-up, hasil kerja kreatif sejumlah komunitas. Hampir di setiap penyeberangan jalan di Jogja, saya melihat ads atau videotron mengenai servis start-up. Dari data yang saya susuri, dalam lima tahun terakhir, berbagai komunitas di Jogja telah melahirkan 190 start-up. Wow. Ini salah satu hal yang membuat saya ingin kembali dan kembali ke Jogja.
isson khairul –dailyquest.data@gmail.com  Â
Jakarta, 23 Mei 2017
Tulisan saya yang lain tentang Indonesia Community Day 2017
1. Tertawa a la Jogja Versi Komunitas Kompasiana
2. Ekonomi Berbagi di Indonesia Community Day 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H