Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekonomi Berbagi di Indonesia Community Day 2017

20 Mei 2017   08:02 Diperbarui: 20 Mei 2017   12:58 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tamita Wibisono, nomor dua dari kanan, berbagi kacang rebus, jagung rebus, dan talas rebus ke para pengunjung Indonesia Community Day (ICD) 2017. Di kiri berkaus putih adalah Wisnu Nugroho, Editor in Chief Kompas.com Foto: Rahab Ganendra

Untuk pengunjung ICD di Plaza Pasar Ngasem, kami juga mencoba berbagi. Maka, sehari sebelum acara, kami pergi ke salah satu pasar tradisional di Jogja. Kami membeli kacang, talas, pisang, dan jagung. Semua itu kami rebus. Kami juga sekalian membeli tampah sebagai wadahnya. Pagi-pagi sebelum acara, kami membeli beragam kue basah khas Jogja, juga di pasar tradisional. Sangat banyak pilihan jenisnya plus rasanya.

Sepasang bule Prancis yang mampir ke Indonesia Community Day (ICD) 2017 di Plaza Pasar Ngasem, juga menyempatkan diri nyeruput jamu plus kunyah-kunyah tempe bacem yang disuguhkan Tamita Wibisono. Salah satu sisi suasana Jogja dengan lintas bangsa. Foto: Rahab Ganendra
Sepasang bule Prancis yang mampir ke Indonesia Community Day (ICD) 2017 di Plaza Pasar Ngasem, juga menyempatkan diri nyeruput jamu plus kunyah-kunyah tempe bacem yang disuguhkan Tamita Wibisono. Salah satu sisi suasana Jogja dengan lintas bangsa. Foto: Rahab Ganendra
Ini juga menjadi bagian dari upaya kami untuk menerapkan ekonomi berbagi dengan para pedagang di pasar tradisional Jogja. Kalau mau praktis, bisa saja kami membeli semua itu di pasar modern yang ada di Jogja. Kami lebih memilih pasar tradisional. Di sana, kami bisa membeli kacang sembari ngobrol ngalor-ngidul dengan para mbok bakul yang mengenakan jarig. Mereka tertawa lepas, alamiah, dengan bibir tanpa lipstick.

Dengan belanjaan yang tak seberapa, nilai transaksinya pun tak banyak, namun mereka tak henti-hentinya berucap matur nuwun, matur nuwun. Tangan kami mereka genggam erat, penuh rasa kekeluargaan. Hmmm, inilah atmosfir Jogja yang sesungguhnya, yang membuat kami senantiasa ingin kembali dan kembali ke Jogja.

isson khairul –dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 20 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun