[caption caption="100 dari 185 wisudawan dengan predikat cumlaude, adalah perempuan. Predikat cumlaude diberikan kepada para lulusan yang memperoleh rata-rata Indek Prestasi Kumulatif (IPK) di atas 3,5 untuk skala 4. Menurut Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Ir Joni Hermana MScES PhD, predikat cumlaude didominasi perempuan, karena perempuan lebih rajin dan telaten dalam belajar. Foto: its.ac.id"][/caption]ITS singkatan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kampus teknik di Surabaya ini agaknya melakukan lompatan teknologi untuk rayakan spirit Kartini. Sebulan sebelum 21 April 2016, ITS mewisuda 100 perempuan. Semuanya dengan predikat cumlaude.
Mungkin, inilah perayaan terbaik untuk memaknai perjuangan Kartini tahun ini. Tanpa berpidato sepatah kata pun, akademisi ITS sudah menunjukkan komitmen mereka dalam memajukan pendidikan kaum perempuan. Bukan hanya itu. Sebagai kampus yang berbasis teknik, yang didominasi laki-laki, ITS sekaligus menunjukkan kepada publik tentang substansi kesetaraan dalam ranah pendidikan. Artinya, perempuan dan laki-laki memiliki peluang serta kesempatan yang sama untuk berprestasi. Inilah barangkali yang patut kita camkan, menjelang perayaan Hari Kartini, pada Kamis (21/4/2016) mendatang.
100 Perempuan dari 185 Cumlaude
100 perempuan dengan predikat kelulusan cumlaude tersebut, adalah bagian dari 1.480 lulusan ITS yang diwisuda pada Sabtu-Minggu (19-20/3/2016) lalu. Mereka memenuhi auditorium Graha Sepuluh Nopember yang berada di Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur. Kampus ini sangat luas, menempati areal sekitar 180 hektar. Bagi ITS, ini prosesi wisuda ke-113, sejak Dies Natalis ITS yang pertama, 10 Nopember 1960. Pada Sabtu-Minggu itu, ada 185 wisudawan dengan predikat cumlaude, yang 100 di antaranya adalah perempuan. Ini tentu sebuah catatan prestasi akademik tersendiri, yang relevan untuk menyambut Hari Kartini. Bukankah salah satu yang diperjuangkan Kartini adalah kesempatan kaum perempuan untuk mengakses pendidikan?
Dalam konteks ITS, ini tentulah sebuah branding tersendiri, yang menunjukkan bahwa ITS adalah institusi pendidikan yang ramah untuk kaum perempuan. Dalam konteks keilmuan, ini memperlihatkan kepada kita bahwa bidang ilmu sains-teknik bukan hanya sudah diminati oleh banyak perempuan, tapi mereka sudah berprestasi di bidang yang bersangkutan. Kondisi ini merupakan hal yang menggembirakan. Rektor ITS, Prof Ir Joni Hermana MScES PhD, memaparkan, predikat cumlaude diberikan kepada para lulusan yang memperoleh rata-rata Indek Prestasi Kumulatif (IPK) di atas 3,5 untuk skala 4. Dengan kata lain, ke-100 perempuan tersebut benar-benar memiliki prestasi akademik yang mengesankan.
[caption caption="Menurut Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Ir Joni Hermana MScES PhD, sebagai perguruan tinggi berbasiskan sains dan teknologi, ITS punya peluang besar untuk membantu menyukseskan program pemerintah. Untuk meningkatkan daya saing bangsa, ada tiga kata kunci: Sumber Daya Manusia (SDM), inovasi, serta sinergi. Wisuda merupakan hasil dari proses peningkatan SDM. Untuk memperbesar daya saing, saudara harus bersinergi membangun jejaring, agar saling menguatkan. Foto: its.ac.id"]
Selama ini, menurut Ranjana Singh, teknologi dan entrepreneurship sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Tetapi, dalam perkembangannya, perempuan mulai tampil dan sukses berkarir di bidang teknologi dan digital. Ini patut kita apresiasi. Pada saat yang sama, CEO Virtuco Iim Fahima, menilai, pandangan perbedaan kemampuan antara laki-laki dan perempuan, terutama karena paradigma yang selama ini terbangun di masyarakat. Menurut dia, di bidang apa pun, seharusnya tak terpengaruh jender. Apa yang terjadi di ITS menunjukkan kepada kita bahwa sejak di jenjang studi pun, sesungguhnya kesetaraan sudah mengakar di sana.
Peran Keluarga, Peran Digital
Tentang ketertarikan perempuan pada bidang sains-teknik, barangkali berkorelasi pula dengan lingkungan keluarga. Dalam diskusi Stream Divas tersebut, Dian Siswarini (President Director/CEO XL Axiata) bercerita bahwa ia kerap diajak ayahnya ke construction site. Dengan demikian, sejak masih kanak-kanak, Dian Siswarini sudah diperkenalkan kedua orangtuanya dengan bidang sains-teknik, karena mereka berkarir di bidang tersebut. "Kalau anak-anak lain dibawa orangtua mereka ke kebun binatang, saya dan saudara-saudara saya diajak orang tua ke construction site. Akhirnya saya punya passion di bidang ini," ujar Dian Siswarini, lulusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB).
[caption caption="Diskusi Stream Divas di Stream Indonesia 2015, yang membahas tentang kiprah perempuan di bidang digital dan teknologi, pada Kamis (8/5/2015), di Grand Hyatt Hotel, Yogyakarta. Pencapaian perempuan di bidang digital dan teknologi harus lebih banyak dipublikasikan, agar lebih banyak lagi yang tertarik berkiprah di bidang ini. Foto: kompas.com"]
Mengacu kepada hasil riset tersebut, kita melihat, betapa signifikan pengaruh teknologi digital terhadap proses percepatan kesetaraan jender. Bila dikorelasikan dengan 100 perempuan dengan predikat kelulusan cumlaude di ITS tersebut, sedikit-banyaknya, tentulah merupakan dampak positif dari keberadaan teknologi digital. Antara lain, dalam hal keleluasaan mengakses sumber-sumber referensi untuk kebutuhan perkuliahan. Percepatan kesetaraan tersebut juga mewujud dengan terbukanya peluang bagi perempuan untuk terlibat langsung di ranah digital secara langsung. Dalam hal ini, di ruang lingkup kerja, sebagaimana yang ditunjukkan para perempuan yang menjadi digital leader dalam diskusi Stream Divas tersebut.
Dalam skala global, kesadaran perempuan Indonesia untuk memanfaatkan teknologi digital demi mendukung pekerjaan serta profesi mereka, relatif masih rendah. Persentase terbesar pemanfaatan internet oleh perempuan di Indonesia, terutama untuk kegiatan mencari informasi sesuai topik yang diminati dan untuk kebutuhan bersosialisasi. Hal itu dikemukakan Neneng Goenadi, Country Managing Director Accenture Indonesia. Ia mengacu kepada hasil survei terhadap 4.900 responden perempuan dan laki-laki, dari 31 negara di dunia. Kondisi tersebut singkron dengan hasil diskusi kelompok terhadap perempuan selama 7 hingga 10 bulan, sebagaimana yang dikemukakan Petty Fatimah, Pemimpin Redaksi Majalah Femina.
[caption caption="Pemanfaatan teknologi digital pada usaha kecil menengah (UKM), dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia sebesar 2 persen. Pertumbuhan tambahan tersebut dibutuhkan oleh Indonesia untuk menjadi negara berpenghasilan menengah pada tahun 2025. Itu salah satu resume hasil riset yang dilakukan Google bersama Deloitte Access Economics, terkait kontribusi teknologi digital dalam mentransformasi perekonomian di Indonesia. Foto: bisnis.com"]
Neneng Goenadi dari Accenture Indonesia dan Petty Fatimah dari Majalah Femina, tampil sebagai pembicara dalam presentasi riset Menjadi Sederajat: Bagaimana Digital Membantu Mempersempit Celah Jender di Ruang Lingkup Kerja tersebut. Secara spesifik, diskusi kelompok yang dimaksud Petty Fatimah di atas adalah pengamatan yang intensif terhadap 20 perempuan yang tinggal di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) melalui kegiatan diskusi kelompok. Tujuannya, untuk mengetahui aktivitas mereka memanfaatkan teknologi digital. Pemilihan responden berdasarkan latar belakang pendidikan, usia, pekerjaan, dan biaya pengeluaran per bulan dengan rentang Rp 7 juta-Rp 10 juta.
Memanfaatkan teknologi digital untuk sesuatu yang produktif, itulah peluang sekaligus tantangan. Di Facebook, G+, Twitter, YouTube, dan Instagram bisa kita saksikan demikian sangat banyak orang memasarkan produk dan jasa. Teknologi digital memungkinkan semua orang, di mana pun berada, untuk berjualan. Ada yang masih coba-coba, ada pula yang sudah piawai memanfaatkannya. Kaum perempuan, antara lain, banyak terlibat pada produk fashion dan produk kuliner. Sasaran yang diincar oleh kedua kategori produk tersebut ya sebagian kaum perempuan pula. Di satu sisi perempuan aktif memasarkan produk. Di sisi lain, perempuan pun tak kalah aktif sebagai pembeli produk.
Peluang untuk produktif di ranah digital, tentu saja terbuka. Tiap orang punya produk serta cara yang unik untuk memasarkannya. Waizly Darwin, SMB Lead untuk Facebook Indonesia, memperkirakan, ada 57 juta usaha kecil menengah yang aktif di Indonesia. Dan, yang sudah go online sekitar 15 juta pelaku usaha. Kita tahu, Facebook memang gencar menjangkau pelaku usaha kecil menengah agar memanfaatkan media sosial tersebut untuk memasarkan produk. Berbagai fitur untuk memudahkan berjualan, juga terus dikembangkan. Bahkan, pada Selasa (22/9/2015), Facebook sengaja menggelar ajang Marketing Boot Camp 2015 di Jakarta.
Pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM) memang terbilang pesat, hampir 1 juta per tahun. "Indonesia memiliki lebih dari 55,2 juta UKM. Mayoritas adalah industri rumahan dengan kontributor utamanya adalah perempuan," kata Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak masa itu, di Jakarta, pada Kamis (22/8/2013). Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi oleh perempuan pelaku UKM, Ambar Saridewi, Google Policy Research Fellowship, pada tahun 2012 melakukan penelitian di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hasilnya, antara lain, teknologi informasi dinilai efektif untuk memperkenalkan produk baru dan untuk memperluas pasar dengan biaya murah.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 6 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H