[caption caption="Taufik Abdullah dalam diskusi Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah pada Selasa (26/1/2016) di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ia mengingatkan kita bahwa dalam sejumlah karya fiksi, kita bisa menemukan catatan-catatan sejarah tentang peradaban manusia di berbagai belahan dunia. Karya fiksi berkontribusi pada pemahaman sejarah, sebagai pembanding teks sejarah resmi yang diterbitkan pemerintah. Foto: isson khairul "]
Barangkali, ketika Rudyard Kipling menerbitkan cerita pendek berjudul Lahore: The City of Dreadful Night pada tahun 1885, memang demikianlah situasi-kondisi ibu negeri Provinsi Punjab tersebut. Kondisi sebuah kota yang mengerikan. Cerita pendek yang sesungguhnya merupakan kategori fiksi, dengan sendirinya juga sekaligus menjadi catatan sebuah kota. Apakah peristiwa dalam sebuah karya fiksi bisa dinilai sebagai peristiwa yang benar terjadi? Taufik Abdullah, doktor sejarah dari Universitas Cornell, Ithaca, Amerika Serikat, mencontohkan bahwa dari roman Sitti Nurbaya karya Marah Roesli, kita bisa belajar tentang sejarah perjuangan rakyat melawan penjajah. Juga, tentang konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat pada masa yang bersangkutan.
Roman Sitti Nurbaya adalah karya fiksi yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1922. Taufik Abdullah mengemukakan hal tersebut dalam diskusi Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah pada Selasa (26/1/2016) di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tentang cerita pendek yang terkait dengan catatan sebuah kota, dalam hal ini Jakarta, pernah dibahas dalam diskusi Betawi-Jakarta (1945-2000) pada Sabtu (6/6/2015) di Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Yang menjadi pembicara saat itu Zen Hae, seorang pengamat sastra Betawi. Ia mencontohkan, seperti apa situasi-kondisi kaum urban Jakarta di masa lalu, kita bisa mencermatinya dari sejumlah cerita pendek dalam kumpulan cerita pendek Harmoni, karya Ras Gading Siregar, yang diterbitkan tahun 1964.
Mengacu kepada apa yang dikemukakan Taufik Abdullah dan Zen Hae, setidaknya cerita pendek Lahore: The City of Dreadful Night bisa menjadi salah satu sumber bacaan bagi kita untuk memahami situasi-kondisi kota tersebut di masa lalu. Dalam konteks penulisan, referensi tentang sebuah kota dari karya fiksi, tidak kalah pentingnya. Hal itu akan menambah pemahaman kita tentang kota yang bersangkutan, melengkapi catatan kota yang diterbitkan secara resmi oleh pemerintah. Barangkali, karena alasan itu pulalah Trias Kuncahyono membuka tulisannya dengan menyebut cerita pendek Rudyard Kipling Lahore: The City of Dreadful Night. Langkah kreatifnya bisa menjadi inspirasi bagi kita, dalam menulis.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 30 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H