"Kami harap, pertunjukan ini menghibur, dan penonton yang hadir memahami pesan moral yang kami sampaikan dalam lakon ini," ucap Nano Riantiarno. Pesan moral yang dimaksud, tentulah bagian dari kritik sosial ala Teater Koma. Ada yang diungkapkan melalui sindiran, kadangkala lewat nyanyian, juga dengan banyolan yang membuat kita terbahak. Porsi hiburan dan porsi kritik sosial dikelola Nano Riantiarno dengan kreatif, sebagai sebuah seni pertunjukan yang utuh. Dibandingkan dengan pentas pada 25 November 1995, kritik sosial yang ada di Semar Gugat pada 3-10 Maret 2016, relatif sama. Inti gugatannya adalah korupsi dan monopoli.
Juga, tentang kepedulian wakil rakyat terhadap rakyat yang mereka wakili. Saat konferensi pers di Sanggar Teater Koma, pada Rabu (24/2/2016), Nano Riantiarno mengingatkan, ”Seperti headline koran hari ini, kursi-kursi di DPR banyak yang kosong, nggak keisi. Itu kursi buat siapa? Apakah ini kecelakaan atau peristiwa yang berulang?" Perilaku wakil rakyat di Senayan, juga ulah pihak berwenang di pemerintahan, sebenarnya memang tidak jauh berbeda. Mereka dengan berbagai upaya, melemahkan posisi KPK, untuk melindungi kekuasaan yang mereka duduki.
[caption caption="Rima Ananda Oemar, pemimpin tim tata busana Teater Koma. Untuk pementasan Semar Gugat ini, ia memperkirakan, total kostum yang digunakan hampir 200 kostum. Alumni Fakultas Seni Rupa dari Institut Kesenian Jakarta tersebut telah bergabung dengan Teater Koma sejak tahun 1997. Teater Koma bukan hanya menyuguhkan cerita, akting, musik, nyanyian, dan tari yang asyik untuk dinikmati. Tapi, juga tata busana yang atraktif dan penuh warna. Foto: liputan6.com"]
Hampir 200 Kostum
Pertunjukan Semar Gugat pada 3-10 Maret 2016, di Gedung Kesenian Jakarta, Pasar Baru, Jakarta Pusat, tersebut, merupakan produksi Teater Koma ke-143. Pertunjukan ini didukung Djarum Apresiasi Budaya. Renitasari Adrian, Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation, menuturkan, "Teater Koma adalah salah satu teater yang konsisten menggelar karya seni pertunjukan, yang apik dan tak lekang dimakan zaman. Seperti lakon Semar Gugat ini, yang sudah dipentaskan 21 tahun lalu, kini dikemas dengan tampilan baru, tetap khas Teater Koma."
Kekhasan pentas Teater Koma, antara lain, selalu menampilkan kostum dan tata artistik panggung yang megah. Ini adalah bagian yang memukau para penonton. Pada pertunjukan Semar Gugat ini, secara kostum, merupakan kombinasi unsur budaya India dan budaya Jawa. Setidaknya, tim tata busana Semar Gugat telah menciptakan lebih dari 160 kostum untuk kebutuhan pertunjukan. Rima Ananda Oemar, yang memimpin tim tata busana Teater Koma, memperkirakan, kostum untuk pentas kali ini totalnya hampir 200 kostum.
Alumni Fakultas Seni Rupa dari Institut Kesenian Jakarta tersebut telah bergabung dengan Teater Koma sejak tahun 1997. Sementara, Teater Koma didirikan pada 1 Maret 1977. Selama 19 tahun bergabung dengan Teater Koma, Rima Ananda Oemar telah menjadi sosok yang tidak terpisahkan dari kekhasan kostum pertunjukan kelompok teater ini. Salah satu kostum yang paling menantang untuk produksi ke-143 ini adalah menciptakan busana untuk karakter Srikandi dan Arjuna. Dua karakter tersebut diperankan bukan dari gender yang sama. Srikandi diperankan oleh laki-laki dan Arjuna diperankan oleh perempuan.
Artinya, Srikandi dan Arjuna bukan hanya menyuguhkan eksplorasi karakter kepada penonton, tapi juga eksplorasi tata busana. Dari sisi warna, kostum Srikandi banyak memakai unsur warna kuning dan Arjuna lebih banyak menggunakan warna hijau. Srikandi dan Arjuna tentulah dua sosok yang sudah sangat dikenal di dunia perwayangan. Ini juga menjadi bagian dari kekhasan Teater Koma. Nano Riantiarno, lengkapnya Norbertus Riantiarno, memang selalu membawa nafas wayang dalam tiap karyanya. Ia memiliki 2 rak, yang penuh dengan beragam buku tentang wayang. Ada buku-buku wayang versi India, Muangthai, serta buku-buku lain yang berkaitan dengan wayang. Secara akademik, Nano Riantiarno menjalani masa studinya di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) Jakarta dan di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 29 Februari 2016