Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kontroversi 17.000 Ton Jagung Impor dari Brasil di Belawan, Lampung, dan Semarang

19 Januari 2016   09:44 Diperbarui: 19 Januari 2016   10:19 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suasana bongkar jagung impor di dermaga Samudera II Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (14/1/2016). Jagung impor asal Brasil sebanyak 17.000 ton ini, menurut tim Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, masuk tanpa ada rekomendasi dan izin. Sebelum dibongkar di pelabuhan Semarang, jagung dibongkar di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, dan Pelabuhan Panjang, Lampung. Foto: print.kompas.com"] 

[/caption]Ada 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil. Kamis (14/1/2016), 2.500 ton sudah dibongkar di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. Sebelumnya, Kamis (24/12/2015), 7.432 ton diturunkan di Pelabuhan Panjang, Lampung. Sebelumnya lagi, 7.068 ton diturunkan di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.   

Adalah Kapal Motor Limas yang menggelontorkan 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut. Kementerian Pertanian dan tim Badan Reserse Kriminal Polri menilai, jagung pipilan asal Brasil tersebut adalah jagung impor ilegal. Alasannya, karena jagung impor tersebut tidak dilengkapi rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Acuannya, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 57 Tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia. Sebaliknya, Balai Karantina Pertanian Pelabuhan Panjang, misalnya, mengacu kepada Keputusan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 00805/kpts/HK.160/F/09/2015. Dalam aturan tersebut, masuknya jagung impor, tidak perlu ada rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Oh, Mentan dan Mendag

Sekadar mengingatkan, Menteri Pertanian kita saat ini adalah Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan adalah Thomas Lembong. Sebagai informasi, 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut, sudah keluar dan sudah menyebar melalui ketiga pelabuhan yang dimaksud: Belawan, Panjang, dan Tanjung Emas. Alangkah tidak berartinya sebuah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Tidak adakah pihak yang berwenang, yang terkait dengan bidang pertanian, yang hendak menegakkan aturan tersebut? Dalam konteks birokrasi, kelahiran sebuah peraturan menteri, tentulah ada maksud dan tujuannya. Setidaknya, untuk mengelola keberadaan produk pertanian, sebagai bagian dari tata-niaga komoditas pertanian.

Sabtu (16/1/2016), rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Jakarta, yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, memutuskan, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor jagung sebanyak 600.000 ton pada kuartal I-2016. Rakortas itu dihadiri Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Pada Minggu (17/1/2016), Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, di Jakarta, mengatakan, Bulog telah menempuh berbagai proses perizinan dan rekomendasi ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan). Namun, Bulog belum menerima surat penugasan impor jagung dari Kemendag.

Meski demikian, Bulog akan tetap mengimpor jagung, mengacu kepada keputusan rapat koordinasi terbatas tersebut. Sampai di sini kita tahu, ada sejumlah kepentingan yang masih tarik-ulur, dalam konteks impor jagung. Dari berbagai pemberitaan tentang rakortas tersebut, sama sekali tidak ada yang menyinggung tentang 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil, yang sudah keluar dan sudah menyebar melalui ketiga pelabuhan yang dimaksud: Belawan, Panjang, dan Tanjung Emas. Artinya, belum ada klarifikasi, apakah 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil tersebut merupakan impor ilegal?

Apa yang terjadi pada Peraturan Menteri Pertanian dan surat penugasan impor jagung dari Kemendag, menunjukkan kepada kita bahwa kedua hal tersebut bukanlah urusan administrasi semata. Ada hal yang substansial di sana, yaitu belum terciptanya koordinasi yang harmonis antara jajaran Kemendag, jajaran Kementan, dan jajaran Perum Bulog. Jagung memang bukan makanan pokok rakyat, sebagaimana halnya beras. Tapi, jagung adalah bahan baku pokok untuk pakan ternak, yang implikasinya tidak kalah luas dibanding beras.  Realitas tersebut nampaknya tidak dipahami sepenuhnya oleh ketiga institusi pemerintahan di atas.

[caption caption="Komoditas jagung tidak bisa sepenuhnya dilepas ke mekanisme pasar. Harus ada intervensi pemerintah. Kalau mengikuti mekanisme pasar, usaha petani atau peternak unggas akan mati. Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola, pada Senin (18/1/2016). Harga jagung kini menembus Rp 6.000 per kilogram, sehingga menyulitkan peternak. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Singgih Januratmoko, pada Jumat (15/1/2016), peternak ayam broiler (pedaging) sekarang membeli pakan dengan harga Rp 7.000 per kilogram. Foto: print.kompas.com"]

[/caption]Jagung, Ayam, dan Telur

Kini, harga jagung sudah menembus Rp 6.000 per kilogram (kg). Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Singgih Januratmoko, pada Jumat (15/1/2016), di Jakarta, menjabarkan, dengan harga jagung yang mahal tersebut, peternak ayam broiler (pedaging) sekarang membeli pakan dengan harga Rp 7.000 per kilogram. Implikasinya, harga pokok produksi ayam broiler per kilogram berat hidup, sekitar Rp 18.000. Adapun, harga jual ayam di kandang, paling rendah sekarang Rp 21.000 per kilogram berat hidup.

Nah, berapa harga di tingkat konsumen? Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, kepada Kompas Senin (28/12/2015) mengatakan, rata-rata nasional harga daging ayam ras Rp 33.228 per kg dan telur ayam ras Rp 25.447 per kg. Di tingkat grosir di gudang agen telur di Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/12/2015), harga telur Rp 24.000 per kilogram, naik dibandingkan dengan minggu sebelumnya, yang sebesar Rp 20.000 per kg. Bandingkan dengan harga tertinggi daging ayam ras pada Juli 2015, Rp 33.523 per kg dan harga telur ayam tertinggi pada Juli 2015, Rp 23.053 per kg.

Lonjakan harga jagung, otomatis akan melambungkan harga pakan ternak. Kenapa? Karena, sekitar 60–70 persen komponen produksi industri perunggasan untuk pakan ternak, menggunakan bahan baku jagung. Akibat lanjutannya, harga daging ayam dan harga telur membubung di pasaran. Dalam konteks kebutuhan masyarakat akan protein hewani, kita sama-sama melihat bahwa implikasi harga jagung, tidak kalah luas dibanding beras. Maka, tidak sepatutnya, Kemendag, Kementan, dan Perum Bulog membuang-buang waktu dengan tarik-ulur dalam menyikapi lonjakan harga jagung di pasaran.

Sebenarnya, bukan hanya membuang-buang waktu, tapi juga membuang-buang uang. Kita bisa belajar dari kasus impor beras sebanyak 1.000.000 ton, dari Vietnam dan Thailand, tahun 2016 ini. Pada Rabu (11/11/2015), Menteri Perdagangan Thomas Lembong, di Jakarta, mengatakan, Indonesia cenderung terlambat mengimpor beras dari Vietnam dan Thailand. Akibat keterlambatan tersebut, harga beras impor naik, dari 340 dollar AS per ton jadi 400 dollar AS per ton. Ini menyulitkan keuangan Bulog. Tapi, nampaknya hal tersebut tidak dipahami sepenuhnya oleh ketiga institusi pemerintahan di atas.

[caption caption="Karyawan sedang menyiapkan telur pesanan pedagang di gudang agen telur di Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. Harga daging ayam dan harga telur ayam sangat tergantung pada harga jagung. Karena, sekitar 60–70 persen komponen produksi industri perunggasan untuk pakan ternak, menggunakan bahan baku jagung. Foto: print.kompas.com"]

 

[/caption]Transparansi Jagung dan Beras

Dalam konteks transparansi, impor beras sebanyak 1.000.000 ton dari Vietnam dan Thailand, sama-sama tidak transparan dengan impor jagung sebanyak 2.400.000 ton tahun 2016 ini. Media Vietnam, The Saigon Times, telah melansir berita tentang impor beras yang dilakukan Indonesia. Usai pemberitaan tersebut, belum ada pejabat pemerintah kita yang mau buka suara terkait kesepakatan impor beras dengan Vietnam. Padahal, keterbukaan mengenai impor beras menjadi penting, lantaran pasar beras masih bersifat oligopoli dan rentan permainan spekulan. Baru pada Rabu (21/10/2015), Presiden Joko Widodo mengonfirmasi bahwa Indonesia mengimpor beras sebanyak 1.000.000 ton, dari Vietnam dan Thailand.

Kemudian, belakangan, pada Rabu (11/11/2015), Menteri Perdagangan Thomas Lembong, mengatakan, Indonesia cenderung terlambat mengimpor beras, yang mengakibatkan harga beras impor naik, dari 340 dollar AS per ton jadi 400 dollar AS per ton. Kenapa terlambat? Apa yang membuat terlambat? Hingga hari ini, sama sekali tidak ada penjelasan kepada publik dari Kemendag, Kementan, dan Perum Bulog. Sikap pemerintah seperti ini tentulah jauh dari makna transparansi yang selama ini digelorakan oleh Presiden Joko Widodo. Sikap ini sekaligus juga jauh dari makna profesional dan kabinet profesional yang selama ini digadang-gadang Joko Widodo.

Memang, Joko Widodo tidak menamakan kabinetnya Kabinet Profesional, tapi Kabinet Kerja, yang ia klaim sejak awal diisi eh diduduki oleh orang-orang profesional. Dalam konteks impor beras 1.000.000 ton di atas, di mana letak profesionalnya? Di mana letak transparansinya? Dalam impor jagung, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengonfirmasi pada Rabu (16/12/2015), Indonesia akan mengimpor komoditas jagung sekitar 2.400.000 ton pada tahun 2016. Total kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak mencapai 8,6 juta ton tahun ini. Dari negara mana akan diimpor dan berapa harganya, hal itu menjadi otoritas Perum Bulog.

Berhak kah publik tahu, dari negara mana Bulog akan mengimpor jagung? Dan, berapa harganya? Ini tentu sangat bergantung pada di level mana Presiden Joko Widodo menempatkan transparansi pemerintahannya. Termasuk, tentang 17.000 ton jagung pipilan asal Brasil yang sudah keluar dan sudah menyebar melalui ketiga pelabuhan yang dimaksud: Belawan, Panjang, dan Tanjung Emas. Akankah Kemendag, Kementan, dan Perum Bulog memberikan klarifikasi kepada publik tentang legal atau ilegal jagung impor tersebut?

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Jakarta, 19 Januari 2016     

----------------------------

Badan Pusat Statistik (BPS): produksi padi Januari-Desember 2015, hanya mencapai 11.176.917 ton. Sementara, produksi padi Januari-Desember 2014, menembus capaian 11.644.899 ton.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/catatan-pertanian-produksi-padi-2015-turun-467-982-ton_568893274523bd3105a108aa

Dari Salim Kancil, kita bisa belajar, bagaimana mengolah rawa di pesisir pantai, menjadi lahan pertanian. Setelah ia dibunuh Sabtu (26/9/2015) lalu, kita tahu, Salim Kancil adalah inovator pertanian.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/belajar-dari-salim-kancil-mencetak-10-hektar-rawa-jadi-sawah-di-lumajang_5617374ff592733912d974c4 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun