Model jawaban umum sekilas pandang seperti itu, tentu sudah ketinggalan zaman. Itu jawaban ala birokrat. Itu sama saja dengan meniadakan peran ilmu perikanan dan perkembangan teknologi perikanan. Maka, kalangan lembaga pendidikan yang terkait dengan Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan, sudah seharusnya menunjukkan kontribusinya pada kasus kematian ribuan ikan di sepanjang pantai Ancol dan Muara Angke tersebut. Bukan dalam konteks gugat-menggugat atau salah-menyalahkan, seperti model kebijakan yang berkembang di pemerintahan kini. Tapi, untuk menemukan faktor-faktor penyebab kematian ribuan ikan itu dan kemudian menemukan solusi agar hal yang serupa bisa diantisipasi.
Di sisi lain, langkah pihak berwenang yang sudah mengambil sampel dan melakukan uji laboratorium, tentu patut kita apresiasi. Bagaimanapun juga, ikan adalah salah satu sumber protein penting bagi masyarakat, khususnya warga DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut nantinya akan bermanfaat bagi publik, dalam konteks keamanan ikan-ikan di sepanjang pesisir pantai DKI Jakarta, untuk dikonsumsi. Pihak berwenang sudah seharusnya melindungi sumber pangan warga, demi kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Juga, melindungi para nelayan, yang menjadikan laut dan ikan sebagai sumber penghidupan mereka.
Karena kematian ribuan ikan yang terdampar di sepanjang pantai Ancol, pada Senin (30/11/2015) dan pada Rabu-Kamis (16-17/12/2015) di Muara Angke tersebut memiliki implikasi yang luas, maka sudah sepatutnya pihak lain yang relevan, memberikan kontribusinya. Dalam hal ini, turut melakukan penelitian terkait kematian ribuan ikan itu. Kita tidak bisa sepenuhnya hanya bergantung pada hasil laboratorium pihak pemerintah semata. Dibutuhkan sejumlah pihak lain, untuk mendapatkan hasil yang komprehensif dan akuntabel.
Kesungguhan Mengelola Laut
Dengan demikian, hasil penelitian di laboratorium pemerintah, nantinya bisa di-compare dengan hasil penelitian di laboratorium lain. Bukan untuk dipertentangkan, yang kemudian memicu kegaduhan. Tapi, untuk menunjukkan kesungguhan kita dalam mengelola sumber daya kelautan. Mengingat sektor maritim adalah sektor prioritas, hal ini perlu dicermati banyak pihak. Ego institusi dan ego birokrat, harus dikesampingkan, dengan mengedepankan kepentingan publik yang lebih luas.
Kematian ribuan ikan yang terdampar di sepanjang pantai Ancol dan Muara Angke itu, bisa dijadikan momentum untuk merumuskan formula penyelamatan sumber daya laut. Kita tahu, negeri ini memiliki garis pantai yang sangat panjang. Di Jakarta Utara saja, misalnya, garis pantainya mencapai 32 kilometer, meliputi garis pantai yang berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian Barat, hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di Bagian Timur. Mengingat dinamika pembangunan di kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), bukan tidak mungkin kasus serupa akan terulang kelak.
Meski hasil uji laboratorium belum ada, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, sejak awal sudah menampik matinya ribuan ikan tersebut sebagai dampak reklamasi pantai utara Jakarta. "Saya kira, (reklamasi) itu enggak ada hubungannya ya (dengan ikan mati)," kata Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, pada Senin (30/11/2015). Isu dampak reklamasi pantai utara Jakarta, tentulah hal yang sensitif bagi sang gubernur, bila dikaitkan dengan kematian ribuan ikan tersebut. Makanya, ia buru-buru menampik, dengan mengatakan, ”enggak ada hubungannya.”
Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, juga dengan tangkas menjelaskan, bahwa kematian ribuan ikan itu diperkirakan akibat fenomena alam, berupa perubahan cuaca ekstrem, yang berpengaruh terhadap kondisi air laut, sehingga ikan mengalami kekurangan oksigen. Dasar yang menjadi acuan Basuki Tjahaja Purnama dan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, sama, yaitu perkiraan, kira-kira, dan dugaan semata. Bukan hasil penelitian yang komprehensif.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 18 Desember 2015