Ribuan ikan mati dan terdampar di sepanjang pantai Ancol (kiri) dan di kawasan Muara Angke (kanan). Dalam konteks spirit maritim, kematian ribuan ikan tersebut, sudah sepatutnya dicermati dengan sungguh-sungguh. Bagaimanapun juga, ikan adalah salah satu sumber protein penting bagi masyarakat, khususnya warga DKI Jakarta. Selain itu, ini juga menyangkut kehidupan ekonomi kaum nelayan di pesisir perairan DKI Jakarta. Foto: print.kompas.com
Rabu-Kamis (16-17/12/2015), ribuan ikan mati di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebelumnya, Senin (30/11/2015), ribuan ikan juga mati dan terdampar di sepanjang pantai Ancol, Jakarta Utara. Adakah ahli perikanan laut yang mampu mengungkapnya?
Dalam konteks spirit maritim, kematian ribuan ikan tersebut, sudah sepatutnya dicermati dengan sungguh-sungguh. Apalagi dalam rentang waktu yang berdekatan, kejadian itu berulang. Jenis ikan apa saja yang ditemukan? Dalam radius berapa kilometer dari pantai, ikan-ikan tersebut hidup? Apa yang menjadi penyebab kematian ribuan ikan itu? Jawaban atas sejumlah pertanyaan tersebut, hingga hari ini, masih dikira-kira dan diduga-duga. Belum ada seorang pun pihak yang berwenang mengungkapkan penyebab yang sesungguhnya.
Sampel Sudah, Hasil Belum
Tim dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta dan tim dari Sub-Direktorat Sumber Daya Lingkungan Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, pada Selasa (1/12/2015), sudah mengambil sampel dari peristiwa tersebut. Sampel diambil di sekitar Teluk Jakarta, di lima titik lokasi, untuk mengetahui kadar air, sekaligus menelusuri penyebab matinya ribuan ikan di Pantai Ancol. Menurut Kepala Sub-Bidang Penanganan dan Pengaduan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Ardian Prahara, titik pengambilan sampel: sekitar Cilincing, sekitar Kamal Muara, dan tiga titik di sekitar Ancol.
Yang dijadikan sampel adalah air dan lumpur di sejumlah lokasi tersebut. Juga, ikan yang mati di perairan Ancol. Seluruh sampel tersebut akan diteliti lebih jauh, untuk mengetahui baku mutu air, kandungan zat, sekaligus penyelidikan mendalam terhadap kondisi perairan di Teluk Jakarta. Sampel tersebut diteliti di laboratorium di tiga instansi terkait: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (KPKP) Pemprov DKI Jakarta; Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI; dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareksrim Mabes Polri.
Hingga hari ini, hasil penelitian tersebut, belum diungkapkan kepada publik. Pada kasus kematian ribuan ikan hari Rabu-Kamis (16-17/12/2015), di Muara Angke, Kepala UPT Pelabuhan Muara Angke, Nugroho Samsubagyo, menyampaikan, pihaknya juga telah mengambil sampel ikan yang mati pada Rabu kemarin. Sampel itu akan diuji di laboratorium, untuk diketahui penyebab matinya ikan. Dalam konteks pengelolaan sumber daya laut, sebenarnya apa yang dilakukan itu, merupakan tindakan reaktif dan tergolong terlambat. Pencemaran di seputar perairan Teluk Jakarta, sudah lama terjadi. Namun, tindakan pencegahan yang dilakukan pihak berwenang, belum sepadan dengan pencemaran yang berlangsung.
Padahal, bila kondisi perairan Teluk Jakarta dipantau secara seksama dan teratur, tentu matinya ribuan ikan tersebut bisa diminimalkan. Kerugian para nelayan di pesisir Jakarta, juga bisa diantisipasi sejak dini. Apa yang terjadi kini, menunjukkan bahwa pihak berwenang belum sepenuhnya mengelola sumber daya laut kita. Pendekatan penelitian perikanan yang komprehensif serta memenuhi kaidah ilmu perikanan, sudah seharusnya dilakukan.
Baru Sebatas Dugaan
Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana dilansir sejumlah media, menjelaskan bahwa kematian ribuan ikan itu diperkirakan akibat fenomena alam, berupa perubahan cuaca ekstrem, yang berpengaruh terhadap kondisi air laut, sehingga ikan mengalami kekurangan oksigen. Apa yang dikemukakan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan tersebut, baru sebatas jawaban umum. Belum didukung oleh penelitian yang komprehensif terkait kematian ribuan ikan di sepanjang pantai Ancol itu.
Model jawaban umum sekilas pandang seperti itu, tentu sudah ketinggalan zaman. Itu jawaban ala birokrat. Itu sama saja dengan meniadakan peran ilmu perikanan dan perkembangan teknologi perikanan. Maka, kalangan lembaga pendidikan yang terkait dengan Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan, sudah seharusnya menunjukkan kontribusinya pada kasus kematian ribuan ikan di sepanjang pantai Ancol dan Muara Angke tersebut. Bukan dalam konteks gugat-menggugat atau salah-menyalahkan, seperti model kebijakan yang berkembang di pemerintahan kini. Tapi, untuk menemukan faktor-faktor penyebab kematian ribuan ikan itu dan kemudian menemukan solusi agar hal yang serupa bisa diantisipasi.
Di sisi lain, langkah pihak berwenang yang sudah mengambil sampel dan melakukan uji laboratorium, tentu patut kita apresiasi. Bagaimanapun juga, ikan adalah salah satu sumber protein penting bagi masyarakat, khususnya warga DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut nantinya akan bermanfaat bagi publik, dalam konteks keamanan ikan-ikan di sepanjang pesisir pantai DKI Jakarta, untuk dikonsumsi. Pihak berwenang sudah seharusnya melindungi sumber pangan warga, demi kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Juga, melindungi para nelayan, yang menjadikan laut dan ikan sebagai sumber penghidupan mereka.
Karena kematian ribuan ikan yang terdampar di sepanjang pantai Ancol, pada Senin (30/11/2015) dan pada Rabu-Kamis (16-17/12/2015) di Muara Angke tersebut memiliki implikasi yang luas, maka sudah sepatutnya pihak lain yang relevan, memberikan kontribusinya. Dalam hal ini, turut melakukan penelitian terkait kematian ribuan ikan itu. Kita tidak bisa sepenuhnya hanya bergantung pada hasil laboratorium pihak pemerintah semata. Dibutuhkan sejumlah pihak lain, untuk mendapatkan hasil yang komprehensif dan akuntabel.
Kesungguhan Mengelola Laut
Dengan demikian, hasil penelitian di laboratorium pemerintah, nantinya bisa di-compare dengan hasil penelitian di laboratorium lain. Bukan untuk dipertentangkan, yang kemudian memicu kegaduhan. Tapi, untuk menunjukkan kesungguhan kita dalam mengelola sumber daya kelautan. Mengingat sektor maritim adalah sektor prioritas, hal ini perlu dicermati banyak pihak. Ego institusi dan ego birokrat, harus dikesampingkan, dengan mengedepankan kepentingan publik yang lebih luas.
Kematian ribuan ikan yang terdampar di sepanjang pantai Ancol dan Muara Angke itu, bisa dijadikan momentum untuk merumuskan formula penyelamatan sumber daya laut. Kita tahu, negeri ini memiliki garis pantai yang sangat panjang. Di Jakarta Utara saja, misalnya, garis pantainya mencapai 32 kilometer, meliputi garis pantai yang berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian Barat, hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di Bagian Timur. Mengingat dinamika pembangunan di kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), bukan tidak mungkin kasus serupa akan terulang kelak.
Meski hasil uji laboratorium belum ada, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, sejak awal sudah menampik matinya ribuan ikan tersebut sebagai dampak reklamasi pantai utara Jakarta. "Saya kira, (reklamasi) itu enggak ada hubungannya ya (dengan ikan mati)," kata Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, pada Senin (30/11/2015). Isu dampak reklamasi pantai utara Jakarta, tentulah hal yang sensitif bagi sang gubernur, bila dikaitkan dengan kematian ribuan ikan tersebut. Makanya, ia buru-buru menampik, dengan mengatakan, ”enggak ada hubungannya.”
Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, juga dengan tangkas menjelaskan, bahwa kematian ribuan ikan itu diperkirakan akibat fenomena alam, berupa perubahan cuaca ekstrem, yang berpengaruh terhadap kondisi air laut, sehingga ikan mengalami kekurangan oksigen. Dasar yang menjadi acuan Basuki Tjahaja Purnama dan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta, sama, yaitu perkiraan, kira-kira, dan dugaan semata. Bukan hasil penelitian yang komprehensif.
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Jakarta, 18 Desember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H