Wayang sebagai sarana pendidikan, sudah dilakukan para pendahulu kita sejak lama. Dalam konteks kekinian, ada Dhiyandra Natalegawa[4] (24), yang dengan telaten menggunakan wayang sebagai media pendidikan di sekolah bagi anak-anak usia taman kanak-kanak di Pejaten Barat Raya, Jakarta Selatan. Dhiyandra Natalegawa, yang lahir dan tumbuh besar di London, Inggris, memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia tersebut kepada murid-muridnya, dalam bahasa Inggris. Tokoh wayang Arjuna, misalnya, diperkenalkan di depan kelas sebagai tokoh baik dengan teladan positif. Sebagai bagian dari proses edukasi, sama seperti dalam wayang, hidup ini selalu memiliki sisi positif dan sisi negatif.
Dengan kata lain, memahami wayang, sama artinya dengan memaknai kehidupan itu sendiri. Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), meyakini, bahwa wayang mengandung banyak pesan moral, yang bermanfaat bagi penanaman nilai-nilai dalam diri seseorang. Hal itu ia garisbawahi saat berdialog dengan 200 pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang menghadiri pentas Wayang in Town-Journey in a Thousand Years, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/11/2015). Atas dasar itulah, Jahja Setiaatmadja memfokuskan aktivitas Bakti BCA, institusi yang menangani Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BCA, pada pengenalan wayang kepada para pelajar.
Kenapa pelajar? Karena, pelajar yang kini duduk di Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) dan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA), praktis lahir dan tumbuh di lingkungan yang jarang, bahkan mungkin tidak pernah bersentuhan dengan wayang[5]. Meski wayang merupakan sarana pendidikan, tapi tim kreatif Bakti BCA tidak ingin menggurui para pelajar dengan wayang. “Yang kami lakukan adalah berupaya mengemas pesan moral yang ada dalam wayang, dengan bahasa serta cara yang mudah diterima dan dipahami para pelajar era kini,” ungkap Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA.
Langkah kreatif Bakti BCA ini, tentulah patut kita apresiasi. Karena, Bakti BCA telah melakukan terobosan kreatif dalam hal mengembangkan proses edukasi melalui wayang, dengan cara yang terkonsep dan strategis. Setidaknya, apa yang sudah dilakukan Bakti BCA dalam lima tahun terakhir ini, merupakan jawaban atas kecemasan berbagai kalangan, karena rendahnya minat para pelajar untuk mempelajari seni tradisi. Bakti BCA dengan telaten mengemas proses pengenalan wayang kepada pelajar, tahap demi tahap. Dimulai dengan menonton wayang bersama, mengenal tokoh-tokoh wayang, kemudian memahami pesan moral dari berbagai karakter wayang.
Bersama Mencintai Wayang
Sejauhmana para pelajar tertarik pada wayang? Di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/11/2015) tersebut, kita bisa menyaksikan sejumlah karya seni berupa lukisan tentang wayang[6]. Semua itu merupakan karya para pelajar. Ada karya perseorangan, ada pula karya kelompok. Dari karya seni pelajar tersebut, kita tahu, mereka sudah mulai paham beberapa karakter tokoh dalam wayang. Ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan. Yang lebih menggembirakan lagi, mereka secara bersama-sama menciptakan seni lukis wayang, mewujudkan karya seni secara berkelompok.
Pada karya seni wayang dari SMPK 2 Penabur, misalnya. Lukisan yang penuh warna tersebut diciptakan oleh 6 pelajar dari sekolah tersebut. Mereka yang masih dini itu menunjukkan kepada kita, bahwa mereka telah membangun kebersamaan melalui karya seni. Mereka menyatukan spirit dengan seni. Mereka bertoleransi dengan seni. Dengan kata lain, pesan moral yang dikandung wayang, telah mereka implementasikan dalam keseharian, dalam konteks kebersamaan.
Demikian pula halnya pada karya pelajar dari SMP Bakti Mulya, yang dengan kreatif mendaur ulang kain perca dan daun pisang menjadi karya seni wayang. Inge Setiawati, Corporate Secretary BCA, menuturkan, kesadaran pelajar untuk mendaur-ulang, adalah kesadaran yang sungguh inspiratif. ”Apa yang dilakukan pelajar SMP Bakti Mulya tersebut, mencerminkan bahwa sejak usia belia, mereka sudah memiliki pemahaman yang tinggi akan pentingnya menjaga lingkungan,” ujar Inge Setiawati, dengan berbinar-binar.
Secara keseluruhan, kita bisa melihat, bahwa pengenalan budaya wayang ke sekolah-sekolah yang dilakukan Bakti BCA, ternyata memberi dampak yang cukup luas kepada pelajar. Bukan hanya sebatas mengenal seni, tapi juga telah memotivasi kerjasama antar pelajar, memotivasi tumbuhnya kreativitas di kalangan pelajar, serta membangkitkan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga lingkungan.
Jakarta, 21 November 2015