Jose Rizal Manua (kiri) sedang melatih anak-anak Teater Tanah Air di ruang-ruang terbuka di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Foto kiri, saat mereka latihan di ruang terbuka di halaman belakang TIM. Foto kanan, saat mereka latihan di teras Graha Bhakti Budaya. Teater Tanah Air melakukan pendekatan kreatif, memanfaatkan ruang-ruang terbuka di TIM sebagai tempat latihan. Dari sana mereka mampu berprestasi menjadi kelompok teater anak-anak tingkat dunia. Foto: koleksi teater tanah air
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Taman Ismail Marzuki[1] (TIM) Jakarta memiliki ruang terbuka yang berlimpah. Ini cerita tentang kelompok teater anak-anak, yang tiap minggu latihan di ruang terbuka di TIM, hingga menjadi juara di berbagai festival teater anak-anak sedunia.
Sekali waktu, datanglah ke TIM Jakarta, di Jl. Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Tiap Minggu sore, di teras gedung Graha Bhakti Budaya (GBB), salah satu gedung pertunjukan di sana, kelompok teater anak-anak, Teater Tanah Air[2], latihan rutin di sana. Menurut cerita Jose Rizal Manua, grup teater yang dipimpinnya itu, selalu memanfaatkan ruang terbuka di TIM sebagai tempat latihan. Teras GBB itu, misalnya, adalah ruang terbuka yang dilintasi banyak orang. Di depan teras, ada jalan, yang selain dilintasi orang, juga dilalui sepeda motor dan mobil. Di sebelah jalan itu, ada area parkir, yang penuh dengan mobil-mobil. Di ruang terbuka, yang benar-benar terbuka itulah, anak-anak Teater Tanah Air berlatih, tiap Minggu sore.
Prestasi Dari Ruang Terbuka
Teater Tanah Air adalah grup teater anak-anak yang didirikan Jose Rizal Manua, pada 14 September 1998. Sekarang anggotanya sekitar 150 orang. Pada Rabu pagi (9/9/2015) lalu, anak-anak itu mementaskan Ibu Selamatkan Negeri[3], di Gedung Dharma Wanita Persatuan Pusat, Jakarta Selatan. Pentas itu adalah bagian dari gerakan anti narkoba, yang digalang ibu-ibu Dharma Wanita dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Untuk pentas seperti itu, anak-anak Teater Tanah Air latihan tiap hari, selama beberapa hari, di ruang terbuka teras alias emperan gedung Graha Bhakti Budaya.
Tapi, untuk mengikuti festival teater internasional, mereka latihan di ruang terbuka, sampai berbulan-bulan. Selain di ruang terbuka teras GBB tersebut, mereka juga kerap latihan di ruang terbuka di halaman Gedung Teater Kecil, yang juga berada dalam kompleks TIM. Bahkan, anak-anak teater tersebut juga sering latihan di ruang terbuka di pinggir kali, di belakang kompleks TIM. Adakalanya juga Jose Rizal Manua[4] membawa mereka berlatih di area parkir, ruang terbuka di lain di TIM. Intinya, kelompok Teater Tanah Air ini benar-benar full memanfaatkan ruang terbuka untuk mengekspresikan diri di bidang seni pertunjukan.
Dari latihan di berbagai ruang terbuka tersebut, prestasi Teater Tanah Air, sungguh mencengangkan. Tahun 2004, misalnya, Teater Tanah Air berhasil meraih prestasi internasional, dengan memperoleh 10 medali emas pada The Asia-Pasific Festival of Children's Theatre di Toyama, Jepang. Kemudian, tahun 2006, Teater Tanah Air kembali meraih 19 medali emas pada 9th World Festival of Children's Theatre di Lingen, Jerman. Tahun 2008, Teater Tanah Air menjadi The Best Performance pada 10th World Festival of Children's Theatres di Moskow, Rusia. Pada tahun 2013, Teater Tanah air juga meraih gelar The Best Performance dalam ajang Festival Teater Anak Dunia atau International Childrens Festival of Performing Arts, di New Delhi, India.
Rentetan prestasi internasional tersebut di atas, baru sebagian dari deretan prestasi nasional dan internasional, yang sudah diraih Teater Tanah Air. Setidaknya, ini menunjukkan kepada kita, bahwa berbagai ruang terbuka, khususnya di kawasan perkotaan, bisa diekplorasi untuk meraih prestasi. Dalam hal ini, dibutuhkan kreativitas untuk pendekataan terhadap berbagai ruang terbuka yang ada. Jose Rizal Manua, yang aktif di dunia teater, sudah menunjukkan kepada kita, bagaimana ia mengelola ruang terbuka di kawasan TIM, menjadi tempat latihan yang positif, bagi anak-anak di Teater Tanah Air.
Ruang Terbuka Penuh Inspirasi
Jose Rizal Manua memang bukan orang baru di ranah teater. Ia sejak remaja sudah berteater bersama Bengkel Teater[5], pimpinan suhu teater Indonesia, WS Rendra[6]. “Rendra sering mengajak kami latihan di ruang terbuka, waktu di Yogyakarta. Kalau lagi latihan, orang-orang yang berseliweran di jalan, berhenti untuk menonton latihan. Bahkan, ada yang sampai naik-naik ke pohon. Melalui latihan di ruang terbuka, Rendra melatih kami untuk meningkatkan konsentrasi serta melatih kami menghadapi penonton,” tutur Jose Rizal Manua, saat diwawancarai di toko bukunya, di salah satu sisi gedung Graha Bhakti Budaya, pada Selasa (29/9/2015) lalu.
Pengalaman bertahun-tahun latihan di ruang terbuka bersama WS Rendra tersebut, sangat berkesan bagi Jose Rizal Manua. Dalam kesempatan mengikuti berbagai aktivitas teater di luar negeri, ia juga menyaksikan para penari, pemain musik, juga pemain teater berlatih di ruang-ruang terbuka perkotaan. Demikian pula halnya dengan para pelukis. Bahkan, Jose Rizal Manua pernah mengikuti pertunjukan teater di tengah hutan kota di Jerman, kolaborasi kelompok teater dari Jerman dan Swiss. Jose Rizal Manua bercerita bahwa di berbagai negara yang pernah ia kunjungi, para creator di sana, mengeksplorasi ruang-ruang terbuka di kota mereka secara maksimal.
Semua itu makin meyakinkan dirinya, bahwa ruang terbuka, bila didekati dengan pendekatan kreatif, akan memberikan manfaat positif bagi warga. Bukan hanya untuk warga setempat, tapi juga untuk warga yang mendatangi kota-kota yang bersangkutan. “Di Teater Tanah Air, saya mengajak anak-anak mencintai ruang terbuka. Saya mengajak mereka menghayati ruang terbuka, melalui latihan teater. Dari pengalaman selama ini, anak-anak di Teater Tanah Air, sangat menikmati berlatih di ruang terbuka,” ungkap Jose Rizal Manua dengan antusias, saat wawancara pada Selasa (29/9/2015) lalu itu, yang juga berlangsung di ruang terbuka, di bawah pohon rindang, di halaman Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Dalam kata-kata seorang seniman, Jose Rizal Manua menyebut, ruang terbuka sesungguhnya sangat penuh dengan inspirasi. Sebagai creator seni, khususnya di bidang seni pertunjukan, ia mengaku justru lebih leluasa mengembangkan kreativitasnya saat latihan teater di ruang terbuka. Apalagi dalam konteks teater anak-anak, yang model latihannya adalah kolaborasi antara edukasi dan permainan. “Dalam latihan teater di ruang terbuka”, tutur Jose Rizal Manua, “saya mengajak anak-anak bermain secara kreatif. Mereka pun leluasa memanfaatkan apa yang ada di ruang terbuka, sebagai bagian dari proses latihan teater.”
Kreativitas di Ruang Terbuka
Ruang terbuka di kawasan Taman Ismail Marzuki adalah ruang terbuka yang benar-benar sebagai Public Spaces for All, yang tiap warga dengan leluasa mengaksesnya. Dalam area ini, ada sejumlah gedung pertunjukan, antara lain, Graha Bhakti Budaya, Teater Kecil, Teater Besar, dan gedung bioskop. Juga, ada kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dengan sejumlah fakultasnya. Maka, lalu-lalang orang banyak serta hilir-mudik kendaraan, adalah pemandangan sehari-hari di area ini. Situasi dan kondisi ruang terbuka yang penuh aktivitas tersebut, justru menjadi ruang kreatif bagi Jose Rizal Manua serta anak-anak Teater Tanah Air.
Di sore hari, misalnya, mereka berlatih, bagaimana agar suara mereka tetap terdengar, meski di sekitar mereka sedang bising. Dalam hal ini, olah vokal, menjadi tantangan tersendiri. Demikian pula halnya dengan akting, padahal orang yang lalu-lalang, hanya selangkah dari mereka yang tengah latihan. Anak-anak Teater Tanah Air tersebut nampaknya enjoy saja, tidak melihat semua itu sebagai gangguan. Kadangkala, mereka malah merespon perilaku orang yang lalu-lalang itu, menjadi bagian dari materi latihan akting mereka. Konsep teater yang harmoni dengan ruang terbuka inilah yang terus dikembangkan Jose Rizal Manua serta anak-anak Teater Tanah Air.
Oh, ya, sebagai catatan, anak-anak Teater Tanah Air berada di rentang usia 6-14 tahun. Rentang usia ini mengacu kepada rentang usia yang menjadi acuan festival teater anak-anak internasional. Karena itulah, Jose Rizal Manua menyebut, latihan teater di kelompok ini sebagai kolaborasi antara edukasi dan permainan. Ia bukan saja sebagai pimpinan grup dan sutradara, tapi sekaligus berperan sebagai guru dan bapak asuh dari anak-anak tersebut. Bagi Jose Rizal Manua, menghadapi anak-anak di rentang usia itu, adalah tantangan kreativitas tersendiri untuk menciptakan berbagai bentuk permainan, hingga anak-anak itu betul-betul feel in dengan latihan.
Jose Rizal Manua mencontohkan. Misalnya, ia ingin melatih balance tubuh mereka, yang menjadi salah satu hal penting bagi seorang pemain teater. Untuk itu, ia mengajak anak-anak itu membayangkan sebuah jalan yang licin sehabis hujan. Nah, bagaimana berjalan di jalan yang licin tapi tidak sampai jatuh? Dengan beragam cara, anak-anak tersebut mengekspresikan penghayatan mereka akan sebuah jalan licin. Ekspresi anak-anak di rentang usia 6-14 tahun tersebut, tentu saja menarik perhatian mereka yang lalu-lalang di ruang terbuka. Seru, lucu, bahkan menggemaskan. Inilah dunia anak-anak, ekspresi anak-anak, di ruang terbuka di area Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.
Jakarta, 30 September 2015
--------------------------
Ruang Terbuka yang lapang di Kota Tua Jakarta, memungkinkan warga leluasa mengekspresikan diri bersama keluarga. Kawasan ini rata-rata dikunjungi 775.000 orang per bulan.
--------------------------
[1] Taman Ismail Marzuki, yang berlimpah dengan ruang terbuka, sedang memasuki masa pembenahan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berjanji untuk membenahi Pusat Kesenian Jakarta tersebut, sehingga lebih ramah bagi masyarakat dan nyaman bagi seniman. Seniman dan budayawan meminta pemerintah benar-benar mengembangkan manajemen yang professional dalam pengelolaan TIM. Selengkapnya, silakan baca TIM Siap Ditata Ulang, yang dilansir print.kompas.com, pada Sabtu l 28 Februari 2015.
[2] Jose Rizal Manua. A member of renowned poet and dramatist Rendra's Bengkel Teater, he set up the children's troupe, Teater Adinda, in 1975. From 1978 to 1981 this group of youngsters aged 7-14 was champion of the Jakarta Children's Theater Festival. Jose also directed kids with the Teater Legenda for a children's program on TVRI from 1982-1986. In 1988, Jose established Teater Tanah Air. Over the decades he dedicated to promoting children's theater, Jose said he had received very little in terms of material rewards. Selengkapnya, silakan baca Jose Rizal Manua: Keeping children's theater alive, yang dilansir thejakartapost.com, pada Kamis l 22 Februari 2007 l 8:54 WIB.
[3] Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Dharma Wanita Persatuan Pusat, menyelenggarakan Pergelaran Seni Budaya P4GN. Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 400 pelajar ini, diisi dengan pagelaran seni berjudul Ibu Selamatkan Negeri bersama Teater Tanah Air, pimpinan Jose Rizal Manua. Selengkapnya, silakan baca Pesan Anti Narkoba Melalui Teater Tanah Air, yang dilansir gardarepublik.com, pada Rabu l 9 September 2015.
[4] Sebagai tokoh teater, Jose Rizal Manua memang tiada henti mengeksplorasi seni pertunjukan. Pada pada Kamis (26/3/2015), ia mementaskan monolog Mas Joko karya Remy Silado di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, West Mall Lt. 8, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Pada Kamis, (30/7/2015), ia juga kembali mementaskan monolog Mas Joko tersebut di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan 17, Jakarta Barat. Selengkapnya, silakan baca Monolog "Mas Joko", tentang Perempuan dan Zaman, yang dilansir print.kompas.com, pada Rabu Siang | 1 April 2015 l 17:46 WIB.
[5] Hampir seluruh tokoh-tokoh teater Indonesia, secara langsung maupun tidak langsung, bersentuhan dengan Bengkel Teater. Didirikan tahun 1968 di Yogyakarta oleh WS Rendra, sekembalinya dari studi di Amerika Serikat. Bengkel Teater muncul di tengah-tengah kelompok teater Yogyakarta, dengan gaya dan metode baru, yaitu gaya dan metode improvisasi yang meminimalkan penggunaan kata. Gaya ini bukan saja baru, tetapi tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Pada akhir tahun 70-an, Bengkel Teater pindah di Depok dan memiliki padepokan di wilayah Cipayung, Depok, Jawa Barat.
[6] Setelah beberapa kali keluar-masuk rumah sakit, budayawan WS Rendra akhirnya pergi selamanya. Ia mengembuskan napas terakhirnya di RS Mitra Keluarga, Depok, pada Kamis (6/8/2009), dalam usia 74 tahun. Selengkapnya, silakan baca WS Rendra Dimakamkan, yang dilansir kompas.com, pada Jumat l 7 Agustus 2009 | 14:34 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H