Harper Lee, kini berusia 88 tahun. Novel keduanya, Go Set a Watchman, Edisi Indonesia, akan beredar Oktober 2015. Novel 286 halaman ini diterjemahkan Berliani Mantili Nugrahani dan Esti Budihabsari, diterbitkan Qanita, Mizan Pustaka. Di Amerika Serikat, novel ini di-launching pada Selasa, 14 Juli 2015, yang secara serentak diterbitkan pula di 70 negara. Kini, Go Set A Watchman masuk ke dalam The New York Times Best Sellers, dan telah terjual lebih dari 3,3 juta copy di Amerika, mengalahkan penjualan seri Harry Potter. Foto: thewrap.com dan mizan.com Â
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Go Set a Watchman sebuah novel fenomenal. Pada Selasa, 14 Juli 2015, novel karya Harper Lee itu, secara serentak diterbitkan di 70 negara[1]. Oktober 2015 nanti, edisi bahasa Indonesia, siap digelar serta disantap para pecinta novel di tanah air.
Go Set a Watchman adalah novel kedua, karya Harper Lee. Novel pertamanya, To Kill a Mockingbird, diterbitkan di Amerika Serikat, tahun 1960 dan meraih penghargaan bergengsi Pulitzer[2], tahun 1961. Majalah Time bahkan menyebut novel legendaris tersebut sebagai novel terbaik sepanjang masa. Perkara rasisme, yang di masa itu sangat sensitif, bahkan hingga kini tetap sensitif, ditulis Harper Lee dalam gaya humor, namun serius. Pada tahun 1960-an, novel ini menjadi bacaan wajib di banyak sekolah di Amerika. Novel itu langsung difilmkan dan meraup 3 Piala Oscar, tahun 1962. Novel yang laris-manis itu dialihbahasakan ke bahasa Indonesia oleh Penerbit Qanita[3], Mizan Pustaka, pada Maret 2006. Go Set a Watchman edisi bahasa Indonesia, juga akan diterbitkan oleh penerbit yang sama, pada Oktober 2015 nanti.
Novel Kedua, Ditulis Pertama Â
Ada kisah unik yang melatari Go Set a Watchman. Sebenarnya, novel ini sudah selesai ditulis Harper Lee pada tahun 1957, dan sudah diserahkan kepada penerbit. Namun, entah kenapa, tak kunjung diterbitkan. Kemudian, Harper Lee menulis To Kill a Mockingbird, yang ternyata langsung diterbitkan pada tahun 1960. Gegap-gempita kesuksesan To Kill a Mockingbird, membuat penerbit mencari tahu, di mana keberadaan naskah Go Set a Watchman. Puluhan tahun disusuri, tapi belum juga jelas keberadaannya.
Pada akhir tahun 2014, naskah tersebut ditemukan. Kemudian, pada Selasa (3/2/2015) lalu, penerbit yang bersangkutan, secara resmi mengumumkan kepada publik, bahwa novel terbaru Harper Lee Go Set a Watchman, segera terbit. Artinya, hampir 60 tahun naskah novel tersebut, tidak diketahui keberadaannya. Bahkan, Harper Lee, yang kini berusia 88 tahun, sudah berpikir bahwa naskah novel itu benar-benar hilang. Ia pun sangat terkejut ketika pengacaranya, Tonja Carter, memberi tahu bahwa naskah yang selama ini hilang, sudah ditemukan, dan segera diterbitkan.
Maka kehebohan pun terjadi, sampai akhirnya Go Set a Watchman benar-benar diterbitkan, pada Selasa, 14 Juli 2015, lalu. Penerbit Qanita, Mizan Pustaka, langsung bergerak cepat, untuk mendapatkan right edisi bahasa Indonesia. Sebagaimana dituturkan CEO Mizan Publishing, Sari Meutia[4], pihaknya langsung mempersiapkan Go Set a Watchman edisi bahasa Indonesia untuk dirilis Oktober 2015 ini. Secara kalkulasi proses penerbitan, dibutuhkan 20 hari untuk proses alihbahasa, sejak 14 Juli 2015 tersebut. Kemudian, dilanjutkan dengan proses editing, approval cover buku, dan naik ke percetakan.
Untuk kebutuhan aksi gerak cepat tersebut, Penerbit Qanita, Mizan Pustaka, menyiagakan dua orang penerjemah sekaligus. Langkah ini ditempuh untuk menjaga momentum, agar interval dari 14 Juli 2015 tersebut, tidak terlalu lama. Sepertinya, momentum itu masih hangat, karena konteks perkara rasisme, yang menjadi inti dari novel ini, belum sepenuhnya tuntas di muka bumi. Bagi pembaca di Indonesia, kehadiran Go Set a Watchman bisa menjadi inspirasi, sebagai bagian dari upaya untuk menyuburkan spirit toleransi pada sesama.
Kasih Sayang dan Keadilan Â
Dalam novel pertama To Kill A Mockingbird, Harper Lee menghadirkan tokoh seorang gadis, Scout Finch, yang banyak mengeksplorasi tentang kasih sayang dan keadilan, dengan saudara laki-lakinya, Jem Finch. Ayah mereka adalah seorang duda, yang berprofesi sebagai pengacara di kota kecil Maycomb, yang digambarkan sebagai sebuah kota kecil di Alabama, Amerika Serikat. Karakter sang ayah sesungguhnya sangat lembut dan penuh pengertian, tapi sangat keras kalau sudah menyangkut hukum dan keadilan. Setting novel ini di sekitar pertengahan tahun 1950-an, yang tatanan sosial-ekonomi antara kulit putih dan kulit hitam masih penuh dengan ketimpangan.
Setting novel kedua, Go Set a Watchman, juga masih dalam kurun waktu yang sama, sekitar pertengahan tahun 1950-an. Suasana kehidupan di kota kecil Maycomb, belum banyak beranjak dari yang digambarkan pada novel pertama. Tapi, Scout Finch telah beranjak dewasa dan jiwa-raganya telah diisi oleh atmosfir New York, karena ia tumbuh menjadi dewasa di jantung Amerika itu. Scout Finch dewasa, pulang ke Maycomb, menemui ayahnya, Aticcus Finch. Nah, pergolakan batin Scout Finch dewasa setelah pulang kampung inilah yang dikelola Harper Lee di Go Set A Watchman.
Titik tekannya, tetap pada benturan antara kulit putih dan kulit hitam. Karena Scout Finch telah beranjak dewasa, maka eksplorasi pada substansi penegakan hukum dan keadilan, terasa lebih kentara, dibandingkan dengan novel pertama. Demikian pula halnya dengan pemaknaan akan ketimpangan antara kedua kelompok masyarakat, yang berbeda warna kulit tersebut. Harper Lee sangat cermat menangkap gejolak sosial yang terjadi di kurun waktu tersebut, hingga sebagai pembaca, kita digiring untuk merasakan keseharian di kota kecil Maycomb, yang digambarkan sebagai sebuah kota kecil di Alabama, Amerika Serikat.
Gejolak sosial masyarakat setempat, menjadi ranah eksplorasi Harper Lee, karena bersamaan dengan gejolak individual yang berlangsung dalam diri Scout Finch. Oh, ya, itu nama kecil sang tokoh, yang di novel kedua ini, Harper Lee lebih kerap menyapa nama dewasanya, Jean Louise. Ini sekaligus menunjukkan kepada kita tentang sebuah pergerakan fisik dan psikis, pada karakter tokoh yang mengantarkan kita pada pemaknaan kasih sayang dan keadilan. Dalam konteks menjaga karakter sejumlah tokoh, kapasitas Harper Lee sebagai penulis, sungguh mencengangkan.
Kisah Pribadi Masa Kecil
Basis kedua novel ini, To Kill A Mockingbird dan Go Set A Watchman, sesungguhnya adalah kisah serta pengalaman pribadi Harper Lee. Meski kemudian ditulis sebagai karya fiksi, terasa sekali bahwa Harper Lee berada dalam tiap denyut alur cerita. Melalui karya ini, ia nampaknya juga tak hendak memprovokasi pembaca, meski banyak peluang untuk berbuat demikian. Harper Lee dengan bijak menempatkan aspek rasial, dalam porsi yang wajar. Ini tentu bukan hal yang mudah, mengingat novel ini ditulis pada kurun waktu di sekitar pertengahan tahun 1950-an.
Yang justru terasa kental adalah bertaburannya pelajaran tentang kehidupan manusia dalam kedua novel ini. Melalui tokoh masa kecil, kemudian beranjak dewasa, kita digiring untuk mengeksplorasi rasa ingin tahu, yang kadangkala mungkin terasa berlebihan, menurut ukuran kita. Demikian juga ekspresi sikap kritis para tokoh novel ini terhadap realitas. Sebagai pembaca dengan latar budaya Indonesia, kedua novel ini tentulah akan menambah pengetahuan kita, tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan tumbuh serta berkembang di Amerika pada masa itu.
Komponen lain yang menyertai terbitnya Go Set A Watchman ini adalah surat-surat pribadi Harper Lee, yang merupakan korespondensi sang penulis dengan kawan lamanya, Harold Caufield. Surat-menyurat tersebut ia lakukan pada tahun 1960-an, saat To Kill a Mockingbird diterbitkan. Harper Lee menulis bahwa ia terkejut karena buku tersebut sukses di pasaran. Enam surat diketik dan beberapa lainnya ia tandatangani dengan nama samaran, seperti di komik. Antara lain, dengan nama The Prisoner of Zenda. Dokumen pribadi tersebut dilelang di Balai Lelang Christies, New York, dengan harga senilai Rp 3,3 miliar.
Sementara Harper Lee, yang kini berusia 88 tahun, menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan hilir-mudik, antara New York dan kota kelahirannya, Monroeville, Alabama. Kesehatannya sudah menurun, setelah menderita stroke dan mengalami gangguan penglihatan serta pendengaran. Tapi, justru di masa tua itu, Go Set A Watchman telah terjual lebih dari 3,3 juta copy di Amerika, mengalahkan penjualan seri Harry Potter. Â
Jakarta, 28 September 2015
* terima kasih untuk Thamrin Sonata
--------------------------
Buku ini ditulis secara keroyokan oleh 30 penulis, yang aktif menulis di Kompasiana. Thamrin Sonata merupakan inisiator sekaligus editor. Ini buku ke-17 yang diterbitkan Kompasianer Peniti Community (KPC).
Her Suganda, setelah pensiun dari Harian Kompas tahun 2002, masih tetap energik. Dia telah menulis tujuh buku. Buku terbarunya, Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934), diterbitkan Penerbit Buku Kompas.
--------------------------
[1] Go Set a Watchman is a novel by Harper Lee published on July 14, 2015, by HarperCollins in the United States and William Heinemann in the United Kingdom. Although written before her first and only other published novel, the Pulitzer Prize-winning To Kill a Mockingbird (1960).
[2] Penghargaan Pulitzer (Pulitzer Prize) diberikan untuk pencapaian tertinggi dalam bidang jurnalisme, bidang sastra, dan gubahan musik. Penghargaan tahunan ini pertama kali diadakan pada 4 Juni 1917. Sejak beberapa waktu lalu, diumumkan setiap bulan April. Penerima penghargaan ini dipilih oleh sebuah dewan independen, yang secara resmi diatur oleh Columbia University Graduate School of Journalism (Sekolah Jurnalisme Universitas Columbia) di Amerika Serikat. Penghargaan Pulitzer digagas pertama kali pada akhir abad ke-19 oleh Joseph Pulitzer, seorang jurnalis dan penerbit surat kabar warga Amerika kelahiran di Hungaria.
[3] Mizan Pustaka merupakan bagian dari Mizan Publika Group, salah satu penerbitan terbesar di Indonesia. Didirikan pada tahun 1983, publikasi awal terutama berupa buku terjemahan karya para pemikir terkemuka. Kelompok Mizan kini telah memproduksi total sekitar 600 buku per tahun dan berhasil menerbitkan banyak karya laris. Di dalam kelompok penerbitannya terdapat beberapa imprint dan lini seperti Qanita, Kaifa, Mizania, dan DAR! Mizan untuk buku anak dan remaja.
[4] CEO Mizan Publishing, sekaligus Koordinator Promosi dan Publikasi Komite Nasional Indonesia, di London Book Fair (LBF), Sari Meutia, mengatakan, pihaknya mempersiapkan Go Set a Watchman edisi bahasa Indonesia, untuk dirilis Oktober. "Kami mengacu pada suksesnya penerbitan To Kill a Mockingbird edisi bahasa Indonesia yang lalu," katanya ketika dihubungi detikHOT, Selasa (14/7/2015). Selengkapnya, silakan baca Penerbit Mizan Rilis 'Go Set a Watchman' Edisi Bahasa Indonesia Oktober, yang dilansir detik.com, pada Selasa l 14 Juli 2015 l 10:15 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H