Dalam novel pertama To Kill A Mockingbird, Harper Lee menghadirkan tokoh seorang gadis, Scout Finch, yang banyak mengeksplorasi tentang kasih sayang dan keadilan, dengan saudara laki-lakinya, Jem Finch. Ayah mereka adalah seorang duda, yang berprofesi sebagai pengacara di kota kecil Maycomb, yang digambarkan sebagai sebuah kota kecil di Alabama, Amerika Serikat. Karakter sang ayah sesungguhnya sangat lembut dan penuh pengertian, tapi sangat keras kalau sudah menyangkut hukum dan keadilan. Setting novel ini di sekitar pertengahan tahun 1950-an, yang tatanan sosial-ekonomi antara kulit putih dan kulit hitam masih penuh dengan ketimpangan.
Setting novel kedua, Go Set a Watchman, juga masih dalam kurun waktu yang sama, sekitar pertengahan tahun 1950-an. Suasana kehidupan di kota kecil Maycomb, belum banyak beranjak dari yang digambarkan pada novel pertama. Tapi, Scout Finch telah beranjak dewasa dan jiwa-raganya telah diisi oleh atmosfir New York, karena ia tumbuh menjadi dewasa di jantung Amerika itu. Scout Finch dewasa, pulang ke Maycomb, menemui ayahnya, Aticcus Finch. Nah, pergolakan batin Scout Finch dewasa setelah pulang kampung inilah yang dikelola Harper Lee di Go Set A Watchman.
Titik tekannya, tetap pada benturan antara kulit putih dan kulit hitam. Karena Scout Finch telah beranjak dewasa, maka eksplorasi pada substansi penegakan hukum dan keadilan, terasa lebih kentara, dibandingkan dengan novel pertama. Demikian pula halnya dengan pemaknaan akan ketimpangan antara kedua kelompok masyarakat, yang berbeda warna kulit tersebut. Harper Lee sangat cermat menangkap gejolak sosial yang terjadi di kurun waktu tersebut, hingga sebagai pembaca, kita digiring untuk merasakan keseharian di kota kecil Maycomb, yang digambarkan sebagai sebuah kota kecil di Alabama, Amerika Serikat.
Gejolak sosial masyarakat setempat, menjadi ranah eksplorasi Harper Lee, karena bersamaan dengan gejolak individual yang berlangsung dalam diri Scout Finch. Oh, ya, itu nama kecil sang tokoh, yang di novel kedua ini, Harper Lee lebih kerap menyapa nama dewasanya, Jean Louise. Ini sekaligus menunjukkan kepada kita tentang sebuah pergerakan fisik dan psikis, pada karakter tokoh yang mengantarkan kita pada pemaknaan kasih sayang dan keadilan. Dalam konteks menjaga karakter sejumlah tokoh, kapasitas Harper Lee sebagai penulis, sungguh mencengangkan.
Kisah Pribadi Masa Kecil
Basis kedua novel ini, To Kill A Mockingbird dan Go Set A Watchman, sesungguhnya adalah kisah serta pengalaman pribadi Harper Lee. Meski kemudian ditulis sebagai karya fiksi, terasa sekali bahwa Harper Lee berada dalam tiap denyut alur cerita. Melalui karya ini, ia nampaknya juga tak hendak memprovokasi pembaca, meski banyak peluang untuk berbuat demikian. Harper Lee dengan bijak menempatkan aspek rasial, dalam porsi yang wajar. Ini tentu bukan hal yang mudah, mengingat novel ini ditulis pada kurun waktu di sekitar pertengahan tahun 1950-an.
Yang justru terasa kental adalah bertaburannya pelajaran tentang kehidupan manusia dalam kedua novel ini. Melalui tokoh masa kecil, kemudian beranjak dewasa, kita digiring untuk mengeksplorasi rasa ingin tahu, yang kadangkala mungkin terasa berlebihan, menurut ukuran kita. Demikian juga ekspresi sikap kritis para tokoh novel ini terhadap realitas. Sebagai pembaca dengan latar budaya Indonesia, kedua novel ini tentulah akan menambah pengetahuan kita, tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan tumbuh serta berkembang di Amerika pada masa itu.
Komponen lain yang menyertai terbitnya Go Set A Watchman ini adalah surat-surat pribadi Harper Lee, yang merupakan korespondensi sang penulis dengan kawan lamanya, Harold Caufield. Surat-menyurat tersebut ia lakukan pada tahun 1960-an, saat To Kill a Mockingbird diterbitkan. Harper Lee menulis bahwa ia terkejut karena buku tersebut sukses di pasaran. Enam surat diketik dan beberapa lainnya ia tandatangani dengan nama samaran, seperti di komik. Antara lain, dengan nama The Prisoner of Zenda. Dokumen pribadi tersebut dilelang di Balai Lelang Christies, New York, dengan harga senilai Rp 3,3 miliar.
Sementara Harper Lee, yang kini berusia 88 tahun, menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan hilir-mudik, antara New York dan kota kelahirannya, Monroeville, Alabama. Kesehatannya sudah menurun, setelah menderita stroke dan mengalami gangguan penglihatan serta pendengaran. Tapi, justru di masa tua itu, Go Set A Watchman telah terjual lebih dari 3,3 juta copy di Amerika, mengalahkan penjualan seri Harry Potter. Â
Jakarta, 28 September 2015