Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kriko Keliling Kota, Komunitas Commuter Line, dan Aksi Pecinta Kereta

3 September 2015   17:24 Diperbarui: 3 September 2015   17:24 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk apa komunitas Kompasianer Pengguna Commuter Line (KPC)? Karena Kompasianer adalah para penulis, maka aktivitas menulis tentang berbagai hal yang relevan dengan Commuter Line, juga tentang transportasi publik lainnya, tetaplah menjadi yang utama. Sebagai inspirasi, tak ada salahnya kita melongok beberapa contoh aktivitas pecinta kereta di beberapa kota di tanah air. Komunitas pecinta kereta di beberapa kota di Jawa Timur[6], misalnya. Pada Desember 2014 lalu, bersamaan dengan libur Natal dan Tahun Baru 2015, mereka beraktivitas di Stasiun Gubeng, Surabaya.

Apa yang mereka lakukan? Mereka, dengan mengenakan seragam masing-masing komunitas, membantu calon penumpang yang hendak berpergian. Mereka menginformasikan jadwal keberangkatan kereta, membantu calon penumpang dengan menunjukkan jalur-jalur keberangkatan, sampai membantu memilihkan tempat duduk sesuai dengan nomor kursi yang tertera pada tiket penumpang. Para anggota dari berbagai komunitas pecinta kereta itu, menjadi relawan bagi kelancaran arus penumpang di Stasiun Gubeng.

Di Jember, juga di Jawa Timur, ada Komunitas Railfans Daops (KRD9)[7] Jember. Salah satu aktivitas mereka adalah rame-rame mencuci lokomotif kereta. Dari rumah masing-masing, anggota komunitas tersebut telah menyiapkan perangkat untuk mencuci, seperti sabun, sikat, dan lap. Karena yang akan dicuci adalah lokomotif, yang tentu saja berbeda dengan mencuci mobil misalnya, anggota komunitas tersebut mengikuti berbagai petunjuk dari petugas KAI Daops 9 Jember. Mereka mendapatkan pengetahuan mengenai mesin lokomotif terlebih dahulu, sebelum melakukan pencucian.

Di Sumatera Barat, meski aktivitas angkutan kereta tidak sebanyak di Pulau Jawa, tapi di sana ada sejumlah komunitas pecinta kereta[8], antara lain, Masyarakat Pecinta Kereta Api Sumbar (MPKAS), Indonesian Railway Preserpation Society (IRPS) Region Sumbar, dan Himpunan Anak Minang Kereta Api (HAMKA). Di samping melakukan aktivitas perawatan kereta seperti komunitas di Jember, komunitas pecinta kereta di Sumatera Barat juga menyelinginya dengan menyambangi sejumlah stasiun, yang sudah lama tidak digunakan.

Komunitas Pecinta Kereta dari berbagai kota di Jawa Timur, menjadi relawan dengan membantu para penumpang kereta di Stasiun Gubeng, Surabaya. Itu mereka lakukan saat liburan Natal dan Tahun Baru 2015. Soemarsono, Kepala Humas PT KA Daops VIII Surabaya, mengungkapkan, kesibukan layanan moda transportasi angkutan kereta api di saat musim libur tersebut, sangat terbantu dengan kehadiran para pecinta kereta api yang menjadi relawan. Foto: suarasurabaya.net

Mengiringi Atraksi Kriko

Atraksi Kriko Kompasiana sejak 20 Agustus 2015 lalu, tentu saja menarik perhatian. Kriko, yang menjadi maskot Kompasiana, sudah ulang-alik menyapa warga, dengan kereta bertema Kompasiana. Keberadaan gerbong unik tersebut, dengan pernak-pernik Kompasiana di outdoor maupun indoor, adalah bagian dari upaya memperkenalkan Kompasiana ke masyarakat luas, khususnya para pengguna Commuter Line. Juga, kepada masyarakat yang berada di seputaran rel yang dilintasi Commuter Line.

Kita tahu, rata-rata Commuter Line menggotong 700.000 penumpang per hari. Ini bukan jumlah yang sedikit. Di akhir tahun 2015, setelah rangkaian kereta ditambah dari 10 menjadi 12 gerbong per rangkaian, target KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) adalah menggotong 1,2 juta penumpang per hari. So, apa target komunitas Kompasianer Pengguna Commuter Line (KPC)? Pertama, tentulah menyosialisasikan Kompasiana sebagai media warga, yang intinya aktivitas tulis-menulis bukan hanya monopoli kaum jurnalis.

Kedua, men-support KCJ agar transportasi publik ini benar-benar dikelola dengan sungguh-sungguh, hingga menjadi salah satu andalan bagi warga biasa dalam beraktivitas. Dalam konteks industri jasa, kehadiran serta keberadaan komunitas seperti KPC ini adalah bagian dari apa yang disebut partisipasi publik. Ada yang merumuskan Public Participation sebagai —where citizens help shape and implement government programs— is a foundation of open, transparent, and engaging government services. Ada pula yang merumuskan sebagai is a critical input to government activity, and developing effective strategies, programs, and projects.

Kalau kita mau menyimak dengan cermat, ada kata-kata yang berulang-ulang diucapkan Jakob Oetama[9] di berbagai kesempatan, we are no angels. Sebagai pendiri Kompas Gramedia, yang menjadi induk Kompasiana, Jakob Oetama senantiasa mengingatkan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kekurangan. Maka, salah satu jalan yang bisa kita tempuh adalah meminimalkan kekurangan demi kekurangan, dari waktu ke waktu. Berbuat untuk sesama serta berbagi kepada sesama, adalah bagian dari me-reduce segenap kekurangan yang kita miliki.

Jakarta, 3 September 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun