Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Waduk Jatigede: Tanah Sudah Dibeli Negara, Warga Sudah Tidak Punya Hak

1 September 2015   18:32 Diperbarui: 1 September 2015   18:32 2276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari 6.500 rumah tangga atau sekitar 64 persen rumah tangga terdampak Waduk Jatigede, yang sudah mendapatkan ganti rugi, di rentang tahun 1980-an hingga tahun 2000-an, sebagian masih bertahan di area waduk. Ada kepala keluarga yang sudah menerima ganti rugi, kemudian pindah ke daerah lain, tapi anak-cucu mereka masih bertahan di area waduk. Ada kepala keluarga yang sudah menerima ganti rugi, tapi tetap bertahan di area waduk, lengkap dengan anak-cucu.

Di satu sisi, mereka yang sudah menerima ganti rugi, seharusnya sudah meninggalkan area waduk beserta anak-cucu. Di sisi lain, anak-cucu yang kepala keluarganya sudah menerima ganti rugi, seharusnya sudah meninggalkan area waduk, karena tanah yang mereka diami sudah menjadi tanah negara, hak negara. Pada konteks ini, warga yang dimaksud di atas, telah menempatkan pemerintah berada dalam dilema. Sudah menerima ganti rugi tapi masih menduduki tanah yang telah beralih hak milik tersebut.

Kondisi di atas, perlu disadari oleh banyak pihak, agar tidak terjebak merasa menyuarakan kebenaran tapi sesungguhnya berada di pihak warga yang sama sekali sudah tidak memiliki hak apa-apa di area Waduk Jatigede. Maka, diperlukan kesungguhan untuk memilah-milah situasi-kondisi di penanganan waduk tersebut. Karena, men-generalisir keadaan seraca serampangan, hanya akan menimbulkan kegaduhan sosial.  

Selain ganti rugi, pemerintah memberikan uang santunan. Berdasarkan daftar yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat[5], terdapat 11.469 keluarga dari 28 desa di lima kecamatan, yang berhak menerima santunan. Jumlah penerima uang santunan tersebut adalah gabungan jumlah penduduk yang telah menerima pembayaran uang pembebasan lahan, tetapi masih tinggal di daerah genangan dan penduduk baru yang tinggal di daerah genangan dan belum menerima uang pembebasan lahan.

Pada hari Senin (31/8/2015), tatkala pintu terowongan pengelak ditutup, air dari Sungai Cimanuk mengalir menuju ke dalam tubuh bendungan. Orang-orang berdatangan, menyaksikan hari yang bersejarah itu. Di tahun-tahun mendatang, wajah kawasan seputar Waduk Jatigede mungkin akan berubah. Baik secara sosial maupun secara ekonomi. Mungkin warga setempat akan kembali, untuk menjadi bagian dari perubahan tersebut. Mungkin juga mereka hanya akan menjadi penonton, setelah para pemodal tiba untuk menggeliatkan roda ekonomi di sana. Foto: print.kompas.com

Penegakan Hukum, Membuang Anggaran

Dengan adanya uang ganti rugi untuk pembelian lahan warga[6], kemudian ditambah lagi dengan uang santunan, dalam konteks efektivitas anggaran, ini jelas tindakan pemborosan. Jika saja warga yang sudah menerima ganti rugi meninggalkan area waduk setelah menerima pembayaran, tentulah hal itu tidak akan terjadi. Ini menunjukkan kepada kita bahwa penegakan hukum yang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan sendirinya akan menggerogoti anggaran pemerintah.

Penegakan hukum yang dimaksud di sini adalah pemerintah dan warga sama-sama taat kepada hukum, dalam konteks hak dan kewajiban. Ada sejumlah kelalaian hukum di sini. Antara lain, pemerintah lalai, karena membiarkan warga yang telah menerima pembayaran atas tanah mereka, tetap bertahan di area waduk. Warga juga lalai akan hukum, karena bertahan di atas tanah, padahal mereka sudah menerima ganti ruginya. Dalam hal besaran ganti rugi, juga ada sejumlah kelalaian penegakan hukum, sebagaimana dilansir print.kompas.com, pada Rabu l 25 Maret 2015[7].

Mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Bupati Sumedang periode 1982-1986, seperti dikutip berita tersebut, besaran ganti rugi Rp 5.170 per meter persegi. Namun, sejumlah warga Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, mengatakan, orangtua mereka dulu hanya menerima Rp 400 per meter. Selain itu, "Dari sana harga per meter, tetapi di lapangan diterapkan jadi per bata," jelas Ujang Oot, warga Darmaraja lainnya. Hal itu juga dibenarkan Sarpan, warga yang lain. Yang dimaksud dengan per bata = 1 bata setara 14 meter per segi.

Mungkin masih ada sejumlah kelalaian lain, yang membuat pemerintah dan warga tidak berada di koridor hukum yang sebenarnya. Maka, kita bisa bertanya ulang, apakah dari 6.500 rumah tangga atau sekitar 64 persen rumah tangga terdampak Waduk Jatigede, yang sudah mendapatkan ganti rugi sebagaimana keterangan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, sudah sesuai dengan koridor hukum? Siapakah pihak yang berwenang memberikan penjelasan? Siapa pula pihak yang berwenang melakukan klarifikasi atas sejumlah fakta hukum atas ganti rugi yang dimaksud?

Waduk Jatigede pada Senin (31/8/2015), sudah diresmikan. Air memang sudah mengalir dari Sungai Cimanuk, menuju ke dalam tubuh bendungan. Penggenangan awal itu, dihadiri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, dan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, Mudjiadi. Presiden Joko Widodo, yang sedianya menghadiri acara tersebut, batal hadir karena ada acara mendadak. Akankah sejumlah kelalaian hukum tersebut akan tenggelam bersama air?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun