Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Raja Copet Jakarta, 25 Tahun Mencopet Hanya 2 Kali Tertangkap

31 Agustus 2015   14:17 Diperbarui: 31 Agustus 2015   14:17 3233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tomo (kiri) dan foto kanan adalah salah satu sisi area penumpang di Terminal Pulogadung, pada Rabu (22/7/2015). Menurut Kepala Polsek Pulogadung, Komisaris Muhammad Nasir, pada Kamis (12/3/2015) dilakukan razia di terminal tersebut. Razia itu bertujuan untuk mengurangi gangguan dari preman dan juga calo yang ada di dalam terminal. Sasaran lain dari razia itu adalah mengamankan kepemilikan senjata tajam, senjata api, dan juga narkoba. Foto: kompas.com dan tribunnews.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Tomo, namanya. Lengkapnya, Marto Tugimin[1]. Ia seorang raja, raja copet. Kamis, 27 Agustus 2015, lalu, ia diringkus di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur. Itu kali kedua ia tertangkap, setelah 25 tahun melakoni profesinya sebagai pencopet.

Itu membuktikan bahwa ia tentu sangat lihai, tangkas, dan jempolan. Jika ada kompetisi, mungkin Tomo terpilih sebagai pemegang rekor tersedikit tertangkap. Karirnya sebagai pencopet, dimulai tahun 1990, tatkala ia berusia 31 tahun. Agak terlambat sebetulnya, karena rata-rata pencopet di Jakarta sudah mulai berkarir di usia belasan tahun. Tomo, yang kini 57 tahun, memasuki bidang pencopetan, tanpa melalui kursus. Artinya, ia langsung terjun sebagai pencopet, tanpa bekal ijazah copet selembar pun. Kerennya, ia learning by doing, menimba ilmu copet sembari praktek nyopet di ibukota Jakarta. Mengenal Tomo dan profesinya, tentulah bukan jalan bagi kita untuk menjadi pencopet. Tapi, inilah sisi lain Jakarta, agar kita senantiasa waspada dan waspada.

The Principle of Pencopet

Tak ada yang mengajak, juga tidak ada yang menyuruh, apalagi memaksa. Hanya ikut-ikutan saja. Itulah yang mendasari Tomo menekuni sektor informal, mencopet. Saat berdinas, pencopet tidak ada yang sendiri[2]. Profesi ini memang bukan kategori untuk single fighter. Mereka sangat paham artinya team work, kerja kelompok. Minimal, pencopet dalam satu tim, terdiri dari dua orang. Umumnya, tim kerja copet ada tiga orang, sesuai dengan kebutuhan untuk beraksi di lapangan. Masing-masing memiliki tugas dan fungsi, yang tentu saja tidak dibahas dalam buku-buku manajemen team work planning.

Tomo adalah spesialis pencopet di dalam bus. Ia bisa juga sih mencopet di samping bus, di belakang bus, jadi tidak semata-mata hanya di dalam bus. Tomo dan rekan-rekan seprofesinya disebut sebagai pencopet bus. Istilah pencopet bus digunakan di sini, untuk mengacu kepada profesi dan lokasi beraksi. Ada juga pencopet pasar, yang beraksi di pasar, juga pencopet mall, malah ada pencopet event, yang khusus menyasar pengunjung event musik, bazar, dan pameran yang seringkali berlangsung di ibukota ini. Karakteristik dan behavior sasaran, membutuhkan skill nyopet yang berbeda-beda.

Yang juga tidak kalah pentingnya bagi pencopet adalah penguasaan wilayah. Pencopet terminal, meski sama-sama berdinas di terminal, tapi situasi dan kondisi terminal Blok M dan terminal Pulogadung, ya tentulah berbeda. Penguasaan wilayah ini dibutuhkan pencopet, terkait dengan alur penumpang, rute-rute yang penumpangnya potensial sebagai sasaran, dan titik-titik strategis untuk mencopet. Penguasaan wilayah tersebut juga diperlukan untuk memahami jalur-jalur untuk kabur dari kejaran petugas, jika ketahuan mencopet.

Karena itulah, ketika ada razia di terminal, misalnya, pencopet kawakan jarang sekali tertangkap[3]. Mata dan hati mereka sangat sensitif menangkap sinyal bahaya. Mereka dengan cepat menyamar sebagai tukang gorengan dadakan atau pedagang gerobakan dadakan lainnya, menggantikan pedagang asli. Para pedagang di seputaran terminal umumnya sudah ciut duluan sama pencopet. Penyamaran tersebut membuat mereka aman dari razia petugas. Karena, petugas kan konsentrasi merazia orang-orang yang nongkrong di terminal.

Kesan suram dan rawan kejahatan kuat melekat pada Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, yakni mulai dari pencopetan, gendam, hingga pemerasan oleh calo tiket. Padahal, terminal ini merupakan salah satu terminal vital di Jakarta. Terminal Pulogadung tidak hanya pengendali kemacetan Ibu Kota, tetapi juga jalur keluar masuk kaum urban ke Ibu Kota. Foto: print.kompas.com

Jenjang Karir Pencopet

Timing yang paling tepat untuk mencopet penumpang bus adalah saat berdesakan mau naik dan terburu-buru hendak turun. Di dua kondisi itu, besar kemungkinan, ada bahaya copet yang mengintai. Formasi yang terkenal di kalangan pencopet bus adalah 1-1-1, untuk tim copet yang terdiri dari tiga orang. Pencopet yang satu, akan memosisikan diri di depan korban, pencopet kedua akan mendesak-desak korban agar kepepet, dan pencopet ketiga bertugas mengeksekusi korban. Secara waktu, tim tiga orang ini bekerja sangat cepat, seringkali hanya dalam hitungan detik.

Pencopet yang di depan korban itu, tugasnya adalah untuk menghalang-halangi, untuk mengalihkan perhatian, hingga korban lupa melindungi dompet atau sakunya atau tasnya. Dalam ranah copet, yang bertugas menghalang-halangi korban tersebut, dinamai tukang rem. Nah, itulah jabatan pertama Tomo, sebagai tukang rem. Tidak ada jangka waktu khusus, sebagaimana halnya semesteran di bangku kuliah, untuk menyatakan bahwa seseorang sudah lulus sebagai tukang rem atau belum. Ukurannya hanya satu: sukses. Sukses dapat uang atau handphone atau apa pun yang bisa jadi duit. Jumlah atau nilai dari hasil copet, juga termasuk komponen yang menentukan kelulusan.

Lulus dari tukang rem, karir Tomo meningkat jadi pendesak. Ia tidak ingat, berapa lama waktu yang ia jalani sebagai tukang rem. Posisi sebagai pendesak adalah posisi yang benar-benar membutuhkan keberanian tinggi, karena tugasnya adalah mendesak atau memepet korban. Dapat dipastikan, korban akan kesal, jengkel, bahkan marah. Karena itulah, sebagai pendesak, ia tidak boleh kalah gertak, juga tidak boleh kalah body oleh korban. Daya dorongnya harus kuat. Kalaupun korban sampai tersungkur-jatuh, tidak apa-apa, yang penting ada hasil. Harus ada hasil. Bertengkar dengan korban pun oke-oke saja, asal ada hasil.

Ketika korban dihalang-halangi, kemudian didesak-desak pula, maka itulah saat sang eksekutor beraksi. Puncak karir di sektor copet adalah sebagai eksekutor. Tugas utamanya, mengambili barang korban. Ini jabatan paling berisiko, karena barang bukti alias barbuk akan berada di tangan eksekutor. Meleset sedetik saja, bisa babak-belur digebukin massa[4]. Bahkan, nyawa bisa melayang, kalau kebetulan lagi apes. Maka, tertangkap tangan adalah peristiwa yang tidak boleh terjadi. Kalaupun gagal mencopet, jangan sampai tertangkap.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengaku kecewa atas aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga, sehingga menyebabkan tewasnya seorang copet di Stasiun Kereta Api Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu (8/7/2015). Sebelumnya, pada Rabu (28/1/2015), menurut Djarot Saiful Hidayat, operasi terhadap preman-preman yang telah dilakukan polisi beberapa waktu belakangan ini, sudah menunjukkan hasil positif. Meski demikian, mantan Wali Kota Blitar itu menegaskan, sebenarnya tidak ada satu pun kota di dunia ini yang bisa 100 persen bebas dari tindak kejahatan. Foto: okezone.com

Pencopet Senior, Kelompok Copet

Tomo tentulah sudah terbilang pencopet senior. Wilayah operasinya, terutama di bus kota jurusan Pulogadung-Blok M, Jakarta Selatan. Ia sudah malang-melintang sepanjang lintasan tersebut. Sebagai tempat mangkal, ia memilih terminal Pulogadung[5]. Maklum, ini terminal dalam kota sekaligus berfungsi sebagai terminal luar kota. Nyaris aktivitas terminal berlangsung 24 jam penuh. Artinya, peluang untuk mendapatkan mangsa, tentulah lebih terbuka. Kalau terminal Blok M hanya ramai pada pagi dan sore saja, karena berada di kawasan yang dekat dengan perkantoran.

Sebagai pencopet senior, Tomo praktis lebih banyak mengoordinir aktivitas pencopetan, khususnya kelompok-kelompok copet yang ia bentuk. Pengalaman mereka tentulah di bawah Tomo. Boleh dibilang, Tomo berperan sebagai strategic planner. Tiap kali kelompoknya selesai beroperasi, mereka mendiskusikannya sembari ngobrol ngalor-ngidul. Saat itulah sebenarnya proses transfer knowledge berlangsung. Prinsipnya adalah yang yunior makin pintar, yang senior makin profesional. Masa yang dilalui Tomo adalah masa yang sangat panjang, 25 tahun di ranah copet.

Selama kurun waktu yang lama itu, Tomo menanamkan prinsip-prinsip trust, percaya pada sesama. Juga, prinsip solidarity, setia kawan. Kedua prinsip tersebut dipegang teguh oleh para pencopet, karena tiap kali habis operasi, mereka akan berpencar satu sama lain. Kalau situasi sudah dinilai aman, baru mereka ngumpul di pangkalan, dalam hal ini di terminal Pulogadung. Pencopet yang mencoba-coba tidak menjaga trust, misalnya menilep hasil copetan, besar kemungkinan besoknya sudah tidak bisa bernapas.

Penghasilan para pencopet, tergantung musim. Dari pengakuan Tomo, minimal sehari anggota kelompoknya dapat hasil bersih Rp 100.000. Tomo sebagai senior dan ketua kelompok, tentulah mengantongi lebih dari itu. Meski sudah senior dan lebih banyak berperan sebagai strategic planner, sesekali ada juga rasa kangen Tomo untuk terjun ke lapangan. Baik sebagai tukang rem, pendesak, maupun eksekutor. Nah, Kamis, 27 Agustus 2015, itu, ia sedang kangen turun ke lapangan. Apesnya, ia tertangkap aparat dari Unit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Benar kata pepatah kuno sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu kan jatuh jua.

Jakarta, 31 Agustus 2015

----------------------------

Ketimpangan si kaya dan si miskin, menurut Andrinof Chaniago dan Faisal Basri, sudah kian melebar. Ini adalah bagian yang memicu tindak kriminalitas.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/ketimpangan-si-kaya-dan-si-miskin-dari-andrinof-chaniago-hingga-faisal-basri_55d30f34b57a61fb07f97b40

Ketika rupiah terus melemah, pengguna narkoba justru terus bertambah. BNN mencatat, 70 persen dari 4 juta pengguna narkoba di Indonesia saat ini, adalah pekerja di usia produktif.

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/kita-tak-boleh-lengah-pengguna-narkoba-terus-bertambah_556520e85f23bdbd016963b7

--------------------------

[1] Tomo adalah pria beranak tiga, yang menjadi pencopet selama puluhan tahun di dalam bus kota jurusan Pulogadung-Blok M, Jakarta. Saat beraksi dan ditangkap pada Kamis (27/8/2015) di daerah Pulogadung itu, ia beroperasi dengan tiga rekannya: Yanto Gondrong, Heri, dan Yanto Botak. Ketiga rekannya berhasil melarikan diri, jadi masih buron. Dari penangkapan Tomo, polisi menyita dua unit ponsel dan uang tunai sebesar Rp 2.300.000. Tomo dikenakan Pasal 363 tentang Pencurian, dengan ancaman hukuman paling lama sembilan tahun penjara. Tahun 1998, Tomo juga pernah tertangkap dan dihukum dua tahun penjara. Setelah bebas, ia memilih beraksi lagi.

[2] Ada juga yang memaksakan diri beraksi sendirian, seperti Mansyur, 34 tahun, yang beraksi di atas Bus TransJakarta di Halte Busway Pasar Genjing, Jl. Pramuka Raya, Jakarta Pusat, pada Senin (26/1/2015) siang. Karena ketahuan, ia diamuk massa, kemudian diamankan polisi. Dari tangan pria bertato itu, polisi menyita telepon genggam hasil kejahatan.

[3] Puluhan orang yang diduga sebagai preman, diamankan petugas gabungan dalam razia yang dilakukan di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, pada Kamis (12/3/2015). Selain itu, petugas juga mengamankan minuman keras yang dijual di dalam terminal. "Kami mengamankan 24 orang dan juga 73 botol minuman keras, serta tiga senjata tajam," kata Kepala Polsek Pulogadung, Komisaris Muhammad Nasir.

[4] Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengaku kecewa atas aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga, sehingga menyebabkan tewasnya seorang copet di Stasiun Kereta Api Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu (8/7/2015). Kata Djarot, aksi main hakim sendiri ini tidak dapat dibenarkan, lantaran Indonesia memiliki aparat dari kepolisian yang bertugas untuk menegakkan hukum. "Jangan main hakim sendirilah. Enggak boleh sebetulnya. Serahin ke aparat polisi,” kata Djarot di Balai Kota, Jakarta, pada Kamis (9/7/2015).

[5] Menurut Tomo, komplotan copet di Pulogadung, cukup banyak. Sebelum komplotan melancarkan aksinya, mereka biasanya janjian untuk mengatur arah masing-masing, agar tidak bentrok wilayah operasi. "Kenek atau sopir bus atau Kopaja atau Metromini, tahu kalau ada copet atau tidak ada copet di dalam bus mereka. Para copet dengan mereka sama-sama kenal, setiap hari ketemu," kata Tomo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun