----------------------------
Ketimpangan si kaya dan si miskin, menurut Andrinof Chaniago dan Faisal Basri, sudah kian melebar. Ini adalah bagian yang memicu tindak kriminalitas.
Ketika rupiah terus melemah, pengguna narkoba justru terus bertambah. BNN mencatat, 70 persen dari 4 juta pengguna narkoba di Indonesia saat ini, adalah pekerja di usia produktif.
--------------------------
[1] Tomo adalah pria beranak tiga, yang menjadi pencopet selama puluhan tahun di dalam bus kota jurusan Pulogadung-Blok M, Jakarta. Saat beraksi dan ditangkap pada Kamis (27/8/2015) di daerah Pulogadung itu, ia beroperasi dengan tiga rekannya: Yanto Gondrong, Heri, dan Yanto Botak. Ketiga rekannya berhasil melarikan diri, jadi masih buron. Dari penangkapan Tomo, polisi menyita dua unit ponsel dan uang tunai sebesar Rp 2.300.000. Tomo dikenakan Pasal 363 tentang Pencurian, dengan ancaman hukuman paling lama sembilan tahun penjara. Tahun 1998, Tomo juga pernah tertangkap dan dihukum dua tahun penjara. Setelah bebas, ia memilih beraksi lagi.
[2] Ada juga yang memaksakan diri beraksi sendirian, seperti Mansyur, 34 tahun, yang beraksi di atas Bus TransJakarta di Halte Busway Pasar Genjing, Jl. Pramuka Raya, Jakarta Pusat, pada Senin (26/1/2015) siang. Karena ketahuan, ia diamuk massa, kemudian diamankan polisi. Dari tangan pria bertato itu, polisi menyita telepon genggam hasil kejahatan.
[3] Puluhan orang yang diduga sebagai preman, diamankan petugas gabungan dalam razia yang dilakukan di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur, pada Kamis (12/3/2015). Selain itu, petugas juga mengamankan minuman keras yang dijual di dalam terminal. "Kami mengamankan 24 orang dan juga 73 botol minuman keras, serta tiga senjata tajam," kata Kepala Polsek Pulogadung, Komisaris Muhammad Nasir.
[4] Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, mengaku kecewa atas aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga, sehingga menyebabkan tewasnya seorang copet di Stasiun Kereta Api Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu (8/7/2015). Kata Djarot, aksi main hakim sendiri ini tidak dapat dibenarkan, lantaran Indonesia memiliki aparat dari kepolisian yang bertugas untuk menegakkan hukum. "Jangan main hakim sendirilah. Enggak boleh sebetulnya. Serahin ke aparat polisi,” kata Djarot di Balai Kota, Jakarta, pada Kamis (9/7/2015).
[5] Menurut Tomo, komplotan copet di Pulogadung, cukup banyak. Sebelum komplotan melancarkan aksinya, mereka biasanya janjian untuk mengatur arah masing-masing, agar tidak bentrok wilayah operasi. "Kenek atau sopir bus atau Kopaja atau Metromini, tahu kalau ada copet atau tidak ada copet di dalam bus mereka. Para copet dengan mereka sama-sama kenal, setiap hari ketemu," kata Tomo.