Di Gelora Bung Karno, pada sambutan pembukaan, Nadiem Makarim dengan cerdik mengadopsi spirit kemerdekaan, juga semangat kebangsaan. Maklum, suasana 17-an sudah mulai terasa, dengan hadirnya sejumlah penjual bendera di berbagai sudut kota. Nadiem Makarim mengaku, adanya rekruitmen massal ini adalah sebagai bentuk persuasif GoJek untuk mengajak semua kalangan mendukung karya anak bangsa, dengan ikut bergabung bersama GoJek. Kita tahu, GoJek adalah ciptaan anak bangsa, sedangkan GrabBike merupakan anak perusahaan dari GrabTaxi, perusahaan teknologi asal Malaysia.
Dengan piawai, Nadiem Makarim menggugah rasa kebangsaan atau katakanlah nasionalisme, dari para calon driver dan publik yang lebih luas. Ada karya anak bangsa dan ada teknologi sebagai fasilitas untuk mendapatkan penghasilan. Momentum 17-an tersebut, dikelola GoJek dengan baik. Momentum lain adalah GoJek datang untuk memayungi, memformalkan para pengojek pangkalan, yang sebelumnya berada di track informal. Bahkan, sebagian kalangan sempat menilai pengojek pangkalan sebagai sesuatu yang liar.
Menjadi pekerja formal, dengan uniform GoJek maupun GrabBike, terdaftar secara resmi, memiliki identitas, juga dilindungi asuransi, adalah sejumlah impian para pekerja informal, yang selama ini diabaikan oleh para pemangku kepentingan di negeri ini. Mereka yang memiliki sepeda motor, yang sebelumnya merasa hilang martabat kalau jadi pengojek, merasa tetap terhormat untuk bergabung dengan GoJek maupun GrabBike. Karena itulah, ribuan warga menyerbu, bahkan rela antre berjam-jam, agar dapat kesempatan bergabung.
Mahasiswa, ibu rumah tangga, bahkan pekerja kantoran, turut pula antre untuk bergabung. Ini momentum lain yang dikelola oleh GoJek maupun GrabBike, yaitu momentum untuk memenuhi kebutuhan sejumlah warga, yang ingin mendapatkan penghasilan, tapi tidak terikat penuh waktu seperti pekerja kantoran. Sejumlah momentum di atas, menjadi komponen yang dalam tempo singkat telah menggelembungkan jumlah mereka yang bergabung dengan GoJek maupun GrabBike.
Alternatif Menjadi Kunci
Teknologi Informasi dengan cepat diterima oleh masyarakat, bila dipandang mampu memberikan alternatif. Dalam hal ini, alternatif untuk mendapatkan penghasilan dan alternatif untuk mendapatkan jasa transportasi. Kehadiran teknologi, pada dasarnya, memang untuk memberi alternatif, dari cara lama ke cara baru. Teknologi bisa dipelajari, bisa diadopsi, bisa dikuasai, bahkan bisa ditiru. Tapi, kreativitas yang mengiringi teknologi tersebut, dalam hal ini teknologi informasi, yang menjadi pembeda antara yang satu dengan yang lain.
Barangkali, pemahaman akan konteks kreativitas inilah yang membuat Nadiem Makarim juga dengan kreatif menyambut para pesaing. Dari langkahnya, yang dengan terbuka merangkul pesaing untuk bersinergi, kita tahu, tentu ada strategi yang tak kalah kreatif, di balik sikap tersebut. Ini mengingatkan kita pada kata-kata Hari Tjahjono, Ketua Asosiasi Indonesia Global IT, bahwa Teknologi Informasi (TI) adalah industri paling demokratis, semua orang bisa memasuki bisnis ini, tanpa perlu proteksi, dan tak perlu dukungan berlebihan dari pemerintah.
Itu diungkapkan Hari Tjahjono di Hannover Fairground, saat mendampingi 12 perusahaan teknologi informasi asal Indonesia, yang ikut menggelar produk mereka untuk bersaing dengan raksasa teknologi dan ribuan perusahaan dunia, di gelaran CeBit 2015, di Hannover, Jerman, pada 16-20 Maret 2015, lalu. Sampai di sini, kita paham, kenapa Nadiem Makarim di Gelora Bung Karno, secara terbuka mengajak semua kalangan untuk mendukung karya anak bangsa. Ia bahkan menegaskan dalam kata pembukaannya, kami adalah dari Indonesia dan untuk Indonesia.
Di hadapan ribuan mereka yang hendak bergabung dengan GoJek, pada hari-hari peringatan 70 Tahun Proklamasi, dan di kawasan yang bernama Gelora Bung Karno, petikan kata pembukaan Nadiem Makarim tersebut, tentulah menggetarkan. Kita menyadari bahwa negeri ini dibangun para pendahulu dengan berdarah-darah, menghadapi lawan yang jelas identitas mereka, yaitu penjajah. Kini, di industri yang paling demokratis ini, kita bertarung di level kreativitas, di saat bumi nyaris sudah tak mengenal batas.
Jakarta, 19 Agustus 2015 Â