Para pendahulu kita, di masa muda mereka, bahkan jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan, telah menunjukkan penghargaan yang tinggi pada kearifan lokal, tapi sangat menyadari pentingnya kebersamaan sebagai bangsa. Melalui Kongres Pemuda[9], Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Java, Jong Batak, Jong Sumatra, Jong Paguyuban Pasundan, dan banyak lagi yang lainnya, dengan segala keterbatasan pada masa itu, toh mereka berhasil merumuskan fondasi persatuan yang kuat untuk kita: Tanah Air Indonesia, Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia.
Sekali lagi, semua itu menunjukkan kepada kita, sama sekali tidak ada alasan bagi kita kini untuk menempatkan agama dan suku sebagai ajang perseteruan. Persengketaan yang kini terjadi di sejumlah organisasi masyarakat, organisasi politik, organisasi agama, dan di kalangan birokrasi, justru menjadi lahan yang empuk bagi mereka yang hendak memecah-belah kebersamaan kita sebagai bangsa. Maka, di hari-hari menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan yang ke-70 pada 17 Agustus 2015 ini, sudah sepatutnya rakyat dan penyelenggara negara sama-sama mengintrospeksi diri, juga sama-sama memperbaiki diri.
Jakarta, 6 Agustus 2015
---------------------------
Proklamasi Kemerdekaan adalah wujud dari kekuatan kemajemukan. Dan, toleransi dibangun atas penghormatan pada sesama.
http://www.kompasiana.com/issonkhairul/tentang-sahabat-berdarah-cina_552b147ff17e61686bd623f7
Hidup rukun itu mudah, bila ada keinginan untuk rukun. Perbedaan, bila terus diperdebatkan, cenderung berujung pada permusuhan.
---------------------------
[1] Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, melantik 34 menteri yang masuk dalam Kabinet Kerja, periode 2014-2019. Pelantikan kabinet dilakukan di Istana Negara, pada pukul 11.45 WIB, Senin (27/10/2014). Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, mengadakan acara ramah-tamah dengan keluarga pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan, pada Senin (10/11/2014). Menurut Khofifah, keluarga Pahlawan Nasional mendapatkan dana kesehatan Rp 3,5 juta per bulan. Dari Kementerian Sosial, keluarga pahlawan mendapatkan tali asih Rp 1,5 juta per bulan. Tali asih tersebut hanya untuk keluarga pahlawan nasional, sementara untuk veteran berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
[2] Bung Tomo, lengkapnya Sutomo, lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 3 Oktober 1920. Ia selalu tampil berpidato di radio-radio untuk mengajak seluruh rakyat dari berbagai kalangan dan suku, melawan penjajah. Pada 7 Oktober 1981, Sutomo meninggal di Mekkah saat sedang beribadah haji. Jenazah Sutomo dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya.