---------------------------
Memang, ada yang mendesakkan reshuffle kabinet. Ada pula yang mendesakkan diri untuk masuk kabinet. Kekuasaan ibarat candu, yang membuat sebagian orang ketagihan untuk berkuasa:
--------------------------
[1] Menurut Presiden Joko Widodo, kurs rupiah yang melemah, tidak harus dihadapi dengan langsung menaikkan harga barang, tetapi dilakukan dengan mengubah sistem distribusi, sistem produksi, dan perubahan desain produk. Joko Widodo, dalam silaturahim Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi, tersebut, didampingi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Darmin Nasution. Acara berlangsung di Jakarta Convention Center, pada Kamis (9/7/2015), dihadiri sekitar 400 ekonom.
[2] Menurut Suryo Bambang Sulisto, harus ada evaluasi dan validasi setiap kebijakan yang dikeluarkan setiap menteri bidang ekonomi. Hal ini agar kebijakan ekonomi terintegrasi, tidak jalan sendiri-sendiri, dan tidak sektoral. Selengkapnya, silakan baca Dunia Usaha Ingin Kebijakan Terintegrasi, dilansir print.kompas.com, pada Sabtu (11/7/2015).
[3] Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengadakan pertemuan sekitar 40 menit dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (29/6/2015).
[4] Menurut Gleen Maguire, perekonomian Indonesia kehilangan momentum pada kuartal I-2015. Beberapa kebijakan yang diumumkan untuk menggiatkan program infrastruktur, tampaknya tidak dapat menahan penurunan tersebut. Selengkapnya, silakan baca Pertumbuhan Ekonomi Kehilangan Momentum, dilansir print.kompas.com, pada Selasa (5/5/2015).
[5] Contoh lainnya, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Uang Muka Pembelian Kendaraan bagi Para Pejabat Tinggi Kementerian/Lembaga/Komisi. Setelah marak protes dan heboh pro-kontra, Presiden Joko Widodo segera mencabut perpres tersebut pada Rabu (6/5/2015). Masih ada lagi, Perpres No 190/2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja yang dicabut dengan penerbitan perpres untuk setiap kementerian. Demikian juga dengan Perpres No 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang direvisi lewat Perpres No 26/2015. Juga, Perpres No 6/2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, yang ternyata tidak jelas kelembagaannya.
[6] Presiden Joko Widodo kecewa dirinya kekurangan menteri yang bisa didengar, untuk memberikan kepastian kepada para investor dan pasar. Pengamat ekonomi, Destry Damayanti, mengibaratkan, tidak ada menteri senior, yang jika berbicara satu topik, pasar mempercayainya. Selengkapnya, silakan baca Pasar Disebut Tak Percaya Kinerja Menteri Ekonomi Jokowi, dilansir tempo.co, pada Selasa, 30 Juni 2015 | 16:36 WIB. Ekonom yang diundang pada Senin (29/6/2015): Arif Budimanta, Iman Sugema, Hendri Saparini, Djisman Simanjuntak, Anton Gunawan, Destry Damayanti, Prasetyantoko, Poltak Hotradero, Tony Prasetyantono, Lin Che Wei, dan Raden Pardede.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H