--------------------------
[1] Diah Haerani, Kepala SMA Negeri 3 Depok, Jawa Barat, mengatakan, sekelompok orang datang dan mengaku dari tim penyiaran Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Mereka ingin melakukan shooting Program Indonesia Pintar di SMAN 3 Depok, dengan syarat kami harus menerima anak-anak yang mereka bawa. Selengkapnya, silakan baca Upaya Kecurangan Masih Marak, Itjen Kemdikbud Telusuri Penerimaan Siswa di Sekolah Negeri, yang dilansir print.kompas.com, pada Jumat (10/7/2015).
[2] Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2014, Ombudsman Republik Indonesia mendapati setidaknya 242 temuan maladministrasi di 33 provinsi pada periode Juni-Agustus 2014. Dari angka itu, praktik kutip-mengutip uang secara tidak resmi atau biasa disebut pungutan liar (pungli), menjadi temuan nomor wahid.
[3] Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mewajibkan 55 persen dari total peserta didik baru, harus dari rayon yang sama dengan sekolah tujuan. Hal tersebut menambah kesempatan anak untuk bisa diterima di sekolah yang berada di rayonnya. Menurut Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Arie Budhiman, sebelum ada kuota lokal, sekolah favorit diperebutkan oleh banyak orang dari berbagai wilayah, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga dari daerah-daerah lain. Akibat perebutan tempat tersebut, terjadi saling menginjak. Dampaknya, anak-anak yang berasal dari satu rayon dengan sekolah favorit tersebut tidak bisa bersekolah di sana, karena jatah mereka sudah diambil oleh anak-anak dari daerah lain.
[4] Salah satu contohnya adalah ketika Tsaqif Wismadi bersama empat rekannya Dzar Bela Hanifa, Inria Astari Zahra, Khalid Umar, dan Daffa Abhista dari SMA Negeri 3 Yogyakarta mendapat bocoran soal Ujian Nasional 2015 dari internet. Mereka memilih melaporkan hal itu ke Universitas Gajah Mada via email, selain juga melaporkan ke sekolah mereka. M. Khoirul Huda, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, mengapresiasi keberanian murid SMA Negeri 3 Yogyakarta tersebut, yang telah menyuarakan kebenaran. Padahal, mereka memiliki kesempatan untuk memanfaatkan bocoran tapi mereka memilih jujur dengan melaporkan. Ini tindakan hebat.
[5] Walikota Bandung, Ridwan Kamil, diprotes orangtua murid soal penerimaan siswa baru. Di hadapan puluhan orangtua siswa di Auditorium Balai Kota Bandung, pada Senin (6/7/2015), ia mengemukakan, peta masyarakat dalam dunia pendidikan terbagi empat, yakni miskin tetapi pintar, otak pas-pasan enggak punya duit, lalu mapan dan pintar, serta mampu tetapi kurang pintar. Mana dulu yang akan saya bantu? Tentunya yang miskin. Karena itulah, kuota untuk orang tidak mampu, tidak dibatasi.
[6] Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Rochmat Wahab, mengimbau agar pihak guru tidak memberikan contoh perilaku yang tidak jujur kepada siswa peserta ujian nasional (UN). Siswa harus dipahamkan, agar mengerjakan soal secara mandiri dan menurut kemampuan pribadi, sebagai bagian dari pendidikan kejujuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H