Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Penyandang Disabilitas, Fasilitas Publik, dan Melindungi Kaum yang Lemah

28 Juni 2015   05:38 Diperbarui: 28 Juni 2015   08:26 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinta Nuriyah, dari atas kursi rodanya, memberikan hadiah sebuah peci milik almarhum suaminya, Abdurrahman Wahid, kepada Joko Widodo yang kala itu merupakan Gubernur DKI Jakarta. Peristiwa yang penuh makna. Pemberian hadiah itu dilakukan Sinta Nuriyah seusai Jokowi menyampaikan orasi Kepemimpinan yang Berpihak pada yang Lemah, pada Kamis, 26 September 2013, memperingati hari lahir ke-9 The Wahid Institute, yang diselenggarakan di kantor The Wahid Institute, Jl. Taman Amir Hamzah No. 8, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: kompas.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Hari Jumat (26/6/2015) lalu, adalah hari ke-9 Ramadhan. Hari itu, Siswadi bertemu dengan aparat Pemda DKI Jakarta. Ia meminta agar Pemda menyediakan akses yang bisa memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, terutama di berbagai fasilitas publik.

Permintaan yang mengesankan dan sudah sepatutnya kita apresiasi. Siswadi adalah Penanggung Jawab Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN), sebuah gerakan yang berpihak pada kaum disabilitas atau penyandang cacat, yang berdiri sejak tahun 2000. Sinta Nuriyah[1], istri Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, bercerita, "Gerakan itu kita mulai dari Stasiun Kereta Api Gambir. Waktu itu, di sana dibuatkan fasilitas berupa tempat parkir khusus kaum disable, loket karcis, telepon, kamar mandi, bahkan hingga lift untuk naik ke atas, menuju peron kereta," katanya. Namun, lanjut Sinta Nuriyah, saat ini fasilitas khusus untuk kaum disabilitas itu sudah tidak ada lagi.

Kaum Disabilitas, Bagian dari Kita

Secara waktu, yang dimaksud Sinta Nuriyah dengan saat ini adalah ketika ia berbicara dalam diskusi publik pada Sabtu (11/10/2014). Artinya, 14 tahun kemudian, setelah tahun 2000. Waktu memang sangat lekas berlalu dan perubahan terjadi di banyak tempat. Ada yang berubah dari buruk ke baik. Ada pula yang sebaliknya, berubah dari baik ke buruk. Perubahan seringkali menjadi penanda dari pergantian sebuah era, yang sekaligus merefleksikan sikap era yang bersangkutan.

Dalam hal sikap terhadap kaum disabilitas, misalnya. Di era Abdurrahman Wahid, sebagaimana dituturkan Sinta Nuriyah, apa yang sudah dibuat di Stasiun Kereta Api Gambir itu adalah patron, yang untuk kemudian dijadikan contoh guna diaplikasikan di berbagai fasilitas publik lainnya. Bagaimanapun juga, stasiun kereta di Jakarta Pusat tersebut adalah stasiun besar, sekaligus salah satu pintu gerbang Jakarta, bagi mereka yang menggunakan angkutan kereta api. Contoh itu kini sudah tidak ada, setidaknya sudah berubah.

Maka, pertemuan Siswadi pada Jumat (26/6/2015) lalu itu, mengingatkan kita bahwa saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus, penyandang disabilitas, membutuhkan tools, yang mungkin tidak dibutuhkan oleh mereka yang kondisi fisiknya normal-normal saja. Apa yang dituturkan Sinta Nuriyah, juga mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kesadaran untuk menyediakan tools untuk kaum disabilitas tersebut, sudah pernah ada. Bahkan, sudah pernah diwujudkan secara nyata serta dimanfaatkan.

Siswadi mencontohkan, tidak ada fasilitas ramp, tangga luncur jembatan penyeberangan orang, menuju halte bus Transjakarta untuk penyandang disabilitas. Padahal, di dalam bus yang menjadi andalan transportasi massal ibukota itu, sudah tersedia bangku prioritas untuk kaum disabilitas. Karena yang tersedia adalah tangga dengan undakan yang normal, maka para tunadaksa ya perlu digotong. Contoh lain yang dikemukakan Siswadi, masih ada celah antara lantai halte dan bus Transjakarta, sehingga para tunadaksa atau tunanetra rawan terjatuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun