Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekspor Bauksit Tetap Dilarang, Pengusaha Bauksit Tanpa Henti Terus Berjuang

23 Juni 2015   12:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bongkahan seperti pada gambar ini mengandung Bauksit. Secara geografis, Bauksit banyak terdapat di daerah tropis yang dekat dengan garis khatulistiwa. Karena itu, sejumlah wilayah Indonesia memiliki cadangan Bauksit yang melimpah. Sejarah mencatat, Bauksit pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh geolog bernama Pierre Berthier di desa Les Baux, di bagian selatan Perancis. Foto: manfaat.co.id dan infotambang.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

40.000 karyawan di-PHK. 17 triliun rupiah devisa per tahun hilang. 4 triliun rupiah pajak lenyap. 595 miliar rupiah penerimaan negara bukan pajak hangus. Semua risiko itu ditempuh pemerintah, dengan melarang ekspor Bauksit dan mineral mentah lainnya. Pengusaha tiada henti meradang.

Larangan tersebut mulai diberlakukan hari Minggu, 12 Januari 2014, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pengusaha pertambangan, khususnya pengusaha Bauksit, berharap pemerintahan Joko Widodo mengevaluasi kebijakan pelarangan tersebut. Tapi, nyatanya, kebijakan itu diteruskan oleh Joko Widodo. Bahkan, Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden, pada Kamis, 28 Mei 2015, menegaskan, pemerintah tak akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan larangan ekspor mineral mentah, melainkan menerapkannya dengan konsisten.

Indonesia Mengekspor Bauksit Sejak 1935

Bauksit adalah salah satu sumber daya alam yang diperoleh melalui penambangan. Secara kasat mata, Bauksit berwarna putih kekuning-kuningan, merah, maupun cokelat. Tapi, jika dilihat dengan menggunakan mikroskop, pada bongkahan bebatuan yang mengandung Bauksit, akan nampak adanya kristal berwarna kehitaman. Bongkahan bebatuan Bauksit tersebut mudah larut dalam air. Perusahaan pertambangan kerap menunjukkan Bauksit yang sudah dilarutkan dengan air, hingga wujudnya sudah berupa lumpur tanah yang berwarna kecoklatan.

Indonesia memiliki cadangan endapan Bauksit yang melimpah. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), cadangan Bauksit Indonesia saat ini sekitar 3,2 miliar ton, di samping sumber daya Bauksit yang diperkirakan mencapai 7,55 miliar ton. Data itu dikemukakan Ketua APB3I, Erry Sofyan, dalam Kompasiana Seminar Nasional, Senin, 25 Mei 2015, di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat.

Bauksit terdapat, antara lain, di Sumatra Utara, di kawasan Kota Pinang. Di Riau, Bauksit ditemukan di Pulau Bulan dan Pulau Bintan. Di Kalimantan Barat, Bauksit terdapat di Sandai, Tayang Mebukung, Balai Berkuah, Pantus, dan Munggu Besar. Di Bangka Belitung, Bauksit terdapat di daerah Sigembir. Di Indonesia, Bauksit pertama kali ditemukan orang Belanda tahun 1924 di Kijang, Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Bauksit di Bintan telah ditambang Belanda dan diekspor sejak tahun 1935.

Jadi, jauh sebelum negeri ini merdeka, kita sudah mengekspor Bauksit ke berbagai negara di dunia. Setelah kemerdekaan, pada tahun 1968, pengelolaan tambang Bauksit di Bintan tersebut diserahkan kepada PT Aneka Tambang Tbk. yang biasa disingkat dengan PT Antam. Ini merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan, yang 65 persen sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan 35 persen dimiliki masyarakat. PT Antam didirikan pada tanggal 5 Juli 1968. Dengan demikian, Antam adalah perusahaan pertambangan Bauksit tertua di Indonesia.

Gambar kiri adalah instalasi gerobak alat angkut Bauksit, model kereta gantung, menggunakan kabel baja yang melintas di atas Selat Kijang tahun 1937. Gerobak Angkut itu dinamakan lori oleh penduduk Melayu. Gambar kanan adalah para pekerja yang menangani pemuatan 4.000 ton Bauksit selama 24 jam penuh ke atas kapal. NV NIBEM (Nederlands Indische Bauxite Exploitatie Maatschappij) adalah perusahaan Belanda yang melakukan produksi Bauksit di Kota Kijang, Pulau Bintan, sejak tahun 1935, kemudian mengekspornya ke China. Foto: Koleksi Tropenmuseum Amsterdam, Belanda

Bauksit Sebagai Material Dasar

Dua negara utama yang dijadikan tujuan ekspor Bauksit dari Indonesia adalah Jepang dan China. Di negara tersebut, Bauksit dari Indonesia diolah menjadi alumina. Kemudian, mereka mengolah alumina tersebut menjadi aluminium. Dengan kata lain, Bauksit merupakan bahan baku untuk memproduksi aluminium. Mengingat Indonesia memiliki cadangan Bauksit yang melimpah, maka Bauksit dari Indonesia merupakan andalan bahan baku industri alumina di kedua negara tersebut.

Ringkasnya, Bauksit diolah menjadi alumina, kemudian alumina diolah lagi menjadi aluminium. Nah, aluminium ini sangat banyak kegunaannya. Karena aluminium tersebut ringan dan tidak mudah berkarat, maka aluminium digunakan untuk membuat badan pesawat terbang, kapal laut, alat-alat dapur, perkakas rumah tangga, uang logam, dan sebagainya. Praktis, aluminium menjadi bahan yang serbaguna, yang nyaris digunakan sebagai bahan untuk berbagai kebutuhan hidup sehari-hari seperti sendok-garpu hingga ke industri pesawat terbang.

Indonesia, meski sudah menambang Bauksit sejak tahun 1924 dan sudah mengekspor Bauksit sejak tahun 1935, baru mulai membangun industri pengolahan Bauksit sejak 11 April 2011. Pabrik Indonesia Chemical Alumina tersebut didirikan di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Itu merupakan anak perusahaan BUMN, patungan antara Antam dengan Showa Denko (SDK), Jepang. Bisa dikatakan, Indonesia Chemical Alumina merupakan perusahaan pemerintah pertama yang mengolah Bauksit menjadi alumina.

Sebelum itu, Indonesia tidak memiliki satu pun pabrik pengolahan Bauksit menjadi alumina. Artinya, Bauksit sebagai material dasar, sebagai mineral mentah, diekspor perusahaan tambang di sini ke Jepang dan China selama puluhan tahun. Pada saat yang sama, selama puluhan tahun pula, negeri ini mengimpor berbagai produk berbahan aluminium dari Jepang dan China, yang bahan bakunya jelas-jelas dari Bauksit yang berasal dari negeri kita.

Harita Prima Abadi Mineral di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, merupakan pabrik swasta pertama di Indonesia yang memproses Bauksit menjadi alumina. Perusahaan tersebut memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Bauksit yang sudah Clear and Clean, seluas 39.458 hektar. Sertifikat Clear and Clean itu diterbitkan secara bertahap antara tahun 2009–2010. Foto: loketpeta.pu.go.id dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pertama, Pengolah Bauksit Menjadi Alumina

Sekali lagi, meski sudah menambang Bauksit sejak tahun 1924 dan sudah mengekspor Bauksit sejak tahun 1935, Indonesia baru memproduksi alumina pada awal tahun 2015, setelah Indonesia Chemical Alumina beroperasi secara komersial pada Februari 2015. Realitas ini sangat disayangkan, karena mata rantai dari Bauksit menjadi alumina kemudian menjadi aluminium, adalah proses yang bernilai ekonomi tinggi. Kisaran harga alumina di dunia saat ini, sekitar 9-17 kali harga Bauksit. Sementara, harga aluminium, sekitar 110-140 kali lipat harga Bauksit.

Dari sisi rasio pengolahannya, sekitar satu ton Bauksit bisa menjadi setengah ton alumina, yang kalau diolah lagi, akan menjadi seperempat ton aluminium. Tergerak untuk menjadi swasta pioneer di industri pengolah Bauksit, Harita Prima Abadi Mineral (HPAM) mulai membangun pabrik pengolah Bauksit di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, sejak pertengahan Juli 2013. ”Kami ingin fokus mengolah Bauksit, fokus membangun refinery alumina, dengan investasi senilai Rp 12 triliun,” ujar Erry Sofyan, Direktur Utama PT Harita Prima Mineral Abadi, dalam Seminar Nasional Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia.

Dalam seminar yang berlangsung Senin, 25 Mei 2015, di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, tersebut, Erry Sofyan menegaskan bahwa Harita Prima Abadi Mineral adalah perusahaan pertambangan swasta pertama di Indonesia yang masuk ke industri pengolahan Bauksit. Langkah HPAM ini tentulah patut diapresiasi, karena HPAM concern untuk mengolah mineral mentah Bauksit menjadi alumina. Ini adalah bagian dari proses tahapan hilirisasi industri mineral.

Pada saat Harita Prima Abadi Mineral sedang membangun pabrik pengolahan Bauksit, sejak peletakan batu pertama pada pertengahan Juli 2013, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan yang melarang ekspor mineral mentah per hari Minggu, 12 Januari 2014. Kebijakan tersebut tentu saja mengagetkan Erry Sofyan dan jajarannya. Karena, larangan eskpor itu membuat perusahaan yang dipimpinnya tak punya pemasukan. Padahal, ia butuh dana untuk membiayai operasional perusahaan serta untuk meneruskan pembangunan pabrik pengolahan Bauksit yang sedang berjalan.

Seminar Nasional tentang Industri Bauksit yang diadakan Kompasiana ini menghadirkan pemateri Pakar Metalurgi UI, Prof. Dr. Ing. Bambang Suharno, Mantan Dirjen Minerba, Pengamat Pertambangan Mineral dan Batubara Ir. Simon F. Sembiring, Pakar Ekonomi, Faisal Basri (kanan), Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia, Erry Sofyan (kiri), dan Kepala Seksi Usaha Operasi Produksi Mineral ESDM, Andri Budhiman Firmanto. Foto: seruu.com, kompasiana.com, dan intelijen.co.id

Relaksasi Ekspor Ditolak, Tax Holiday Belum Fixed

Sebagai perusahaan swasta pioneer di industri pengolah Bauksit, Harita Prima Abadi Mineral berharap, pemerintah akan memberikan dukungan terhadap upaya yang HPAM lakukan. Kebetulan, Susilo Bambang Yudhoyono sudah digantikan Joko Widodo. Erry Sofyan, yang juga merupakan Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), berharap pemerintahan yang baru akan mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah tersebut.

Erry Sofyan meminta relaksasi ekspor ke pemerintah, sebab kemajuan pembangunan refinery alumina senilai Rp 12 triliun yang dilakukan HPAM, sudah mencapai tahap konstruksi sipil. "Tahap pertama pabrik refinery kami, sudah mencapai 39,8 persen. Kami minta adanya insentif dari pemerintah, karena kami sudah berinvestasi sekitar Rp 1,2 triliun," tutur Erry Sofyan, seperti yang dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, pada Senin (08/12/2014).

Tapi, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, menegaskan, pihaknya belum bisa menerima permintaan tersebut. Dia beralasan, relaksasi bertentangan dengan Permen ESDM. Sebaliknya, menurut Erry Sofyan, kebijakan relaksasi ekspor patut diberikan pemerintah kepada pengusaha Bauksit. Kenapa? Karena, pemerintah memberikan kelonggaran kebijakan larangan ekspor kepada PT Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara untuk mengekspor konsentrat, yang juga merupakan mineral mentah.

Erry Sofyan menyimpulkan, ada ketidakadilan dalam perlakuan pemerintah terhadap pengusaha Bauksit di tanah air, dibandingkan dengan perlakukan pemerintah terhadap Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara. Bukan hanya dalam konteks relaksasi ekspor, ketidakadilan itu juga dialami Erry Sofyan terkait tax holiday. Harita Prima Abadi Mineral, perusahaan tambang yang kini tengah merampungkan proses pembangunan smelter di Kalimantan Barat, itu pun hingga saat ini belum memperoleh insentif dari pemerintah berupa tax holiday alias pembebasan pajak.

Padahal, menurut Direktur Utama Harita Erry Sofyan, pengurusan tax holiday sudah ia tempuh sejak lebih dari setahun silam. “Satu tahun yang lalu ngurus, tapi sampai saat ini belum fixed,” kata Erry kepada Kompas.com, Jakarta, pada Jumat (12/6/2015). Erry menegaskan, perseroan akan mengusahakan untuk tetap mendapatkan tax holiday. Sekali lagi, meski sudah menambang Bauksit sejak tahun 1924 dan sudah mengekspor Bauksit sejak tahun 1935, Indonesia baru memiliki satu pabrik pengolahan Bauksit milik pemerintah menjadi alumina, yaitu Indonesia Chemical Alumina. Kini, ketika Harita Prima Abadi Mineral sedang bergerak menjadi swasta pioneer di industri pengolah Bauksit, ternyata sangat berliku jalan yang harus ia lalui.

Jakarta, 23 Juni 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun