Dua negara utama yang dijadikan tujuan ekspor Bauksit dari Indonesia adalah Jepang dan China. Di negara tersebut, Bauksit dari Indonesia diolah menjadi alumina. Kemudian, mereka mengolah alumina tersebut menjadi aluminium. Dengan kata lain, Bauksit merupakan bahan baku untuk memproduksi aluminium. Mengingat Indonesia memiliki cadangan Bauksit yang melimpah, maka Bauksit dari Indonesia merupakan andalan bahan baku industri alumina di kedua negara tersebut.
Ringkasnya, Bauksit diolah menjadi alumina, kemudian alumina diolah lagi menjadi aluminium. Nah, aluminium ini sangat banyak kegunaannya. Karena aluminium tersebut ringan dan tidak mudah berkarat, maka aluminium digunakan untuk membuat badan pesawat terbang, kapal laut, alat-alat dapur, perkakas rumah tangga, uang logam, dan sebagainya. Praktis, aluminium menjadi bahan yang serbaguna, yang nyaris digunakan sebagai bahan untuk berbagai kebutuhan hidup sehari-hari seperti sendok-garpu hingga ke industri pesawat terbang.
Indonesia, meski sudah menambang Bauksit sejak tahun 1924 dan sudah mengekspor Bauksit sejak tahun 1935, baru mulai membangun industri pengolahan Bauksit sejak 11 April 2011. Pabrik Indonesia Chemical Alumina tersebut didirikan di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Itu merupakan anak perusahaan BUMN, patungan antara Antam dengan Showa Denko (SDK), Jepang. Bisa dikatakan, Indonesia Chemical Alumina merupakan perusahaan pemerintah pertama yang mengolah Bauksit menjadi alumina.
Sebelum itu, Indonesia tidak memiliki satu pun pabrik pengolahan Bauksit menjadi alumina. Artinya, Bauksit sebagai material dasar, sebagai mineral mentah, diekspor perusahaan tambang di sini ke Jepang dan China selama puluhan tahun. Pada saat yang sama, selama puluhan tahun pula, negeri ini mengimpor berbagai produk berbahan aluminium dari Jepang dan China, yang bahan bakunya jelas-jelas dari Bauksit yang berasal dari negeri kita.
Pertama, Pengolah Bauksit Menjadi Alumina
Sekali lagi, meski sudah menambang Bauksit sejak tahun 1924 dan sudah mengekspor Bauksit sejak tahun 1935, Indonesia baru memproduksi alumina pada awal tahun 2015, setelah Indonesia Chemical Alumina beroperasi secara komersial pada Februari 2015. Realitas ini sangat disayangkan, karena mata rantai dari Bauksit menjadi alumina kemudian menjadi aluminium, adalah proses yang bernilai ekonomi tinggi. Kisaran harga alumina di dunia saat ini, sekitar 9-17 kali harga Bauksit. Sementara, harga aluminium, sekitar 110-140 kali lipat harga Bauksit.
Dari sisi rasio pengolahannya, sekitar satu ton Bauksit bisa menjadi setengah ton alumina, yang kalau diolah lagi, akan menjadi seperempat ton aluminium. Tergerak untuk menjadi swasta pioneer di industri pengolah Bauksit, Harita Prima Abadi Mineral (HPAM) mulai membangun pabrik pengolah Bauksit di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, sejak pertengahan Juli 2013. ”Kami ingin fokus mengolah Bauksit, fokus membangun refinery alumina, dengan investasi senilai Rp 12 triliun,” ujar Erry Sofyan, Direktur Utama PT Harita Prima Mineral Abadi, dalam Seminar Nasional Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia.
Dalam seminar yang berlangsung Senin, 25 Mei 2015, di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, tersebut, Erry Sofyan menegaskan bahwa Harita Prima Abadi Mineral adalah perusahaan pertambangan swasta pertama di Indonesia yang masuk ke industri pengolahan Bauksit. Langkah HPAM ini tentulah patut diapresiasi, karena HPAM concern untuk mengolah mineral mentah Bauksit menjadi alumina. Ini adalah bagian dari proses tahapan hilirisasi industri mineral.
Pada saat Harita Prima Abadi Mineral sedang membangun pabrik pengolahan Bauksit, sejak peletakan batu pertama pada pertengahan Juli 2013, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan yang melarang ekspor mineral mentah per hari Minggu, 12 Januari 2014. Kebijakan tersebut tentu saja mengagetkan Erry Sofyan dan jajarannya. Karena, larangan eskpor itu membuat perusahaan yang dipimpinnya tak punya pemasukan. Padahal, ia butuh dana untuk membiayai operasional perusahaan serta untuk meneruskan pembangunan pabrik pengolahan Bauksit yang sedang berjalan.