Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo, pada Kamis, 14 Agustus 2014, di Jakarta secara resmi mencanangkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis, dan juga lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran non-tunai dalam melakukan transaksi keuangan, yang tentunya mudah, aman, dan efisien. Foto: bisnis.com dan infobanknews.com
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Sejumlah warga Kota Bekasi, Jawa Barat, mempertanyakan uang kembalian dari minimarket Alfamart, yang nilainya di bawah Rp 500. Pelayan toko tersebut selalu menawarkan, agar uang kembalian itu didonasikan untuk kegiatan sosial. Tapi, donasi itu tidak dicantumkan di dalam struk belanja.
Alfamart dan Indomaret, didonasikan ke mana ya uang receh kembalian kita? Pertanyaan tersebut muncul di sejumlah laman media sosial, antara lain, di kaskus.co.id pada Minggu (17/05/2015). Tindakan pelayan toko tersebut, tentu saja tidak fair, tidak transparan antara produsen dan konsumen. Sudah menjadi kewajiban Alfamart dan Indomaret, sebagai toko, untuk menyiapkan uang kembalian, sampai nominal terkecil sekalipun. Lagi pula, Alfamart dan sejumlah gerai waralaba lainnya, bukan badan sosial, tapi lembaga bisnis yang profit oriented.
Transparan dengan Non-Tunai
Kalau memang Alfamart menghimpun dana untuk kepentingan sosial, seharusnya dicantumkan dalam struk belanja, agar konsumen tahu, berapa dana yang sudah mereka salurkan melalui Alfamart. Konsumen belanja di Alfamart secara individu, maka tiap individu tersebut berhak dapat struk, yang mencantumkan berapa dana sosial per individu per transaksi yang dihimpun Alfamart. Tidak pada tempatnya konsumen harus menanggung beban uang receh tersebut, padahal itu sesungguhnya kewajiban Alfamart untuk mengembalikannya.
Penjelasan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (SAT) bahwa ini merupakan konsep Corporate Social Responsibility dan Corporate Caused Promotion (CCP) di merdeka.com pada Kamis, (5/02/2015) Ini penjelasan lengkap Alfamart soal uang kembalian jadi donasi, tidak menjawab: kenapa dana kepentingan sosial yang dihimpun tersebut tidak dicantumkan dalam struk belanja? Bukankah itu jelas-jelas uang milik konsumen?
Nah, apa yang terjadi antara sejumlah warga Kota Bekasi dengan Alfamart tersebut, hanya salah satu contoh, betapa transaksi tunai tidak sepenuhnya melindungi hak-hak konsumen. Di banyak tempat, bukan hanya di Bekasi, konsumen kerap dikalahkan atau memilih mengalah, bila berhadapan dengan produsen. Konsumen tidak mau repot dengan urusan uang receh, misalnya. Aspek psikis konsumen ini, dimanfaatkan oleh produsen. Tindakan seperti itu tentu saja tidak fair dan tidak transparan dalam transaksi bisnis.
Maka, Saatnya Non Tunai, saatnya kita sebagai konsumen beralih ke transaksi non-tunai. Agar hak-hak kita terlindungi, agar transaksi yang kita lakukan berlangsung secara transparan. Kita, misalnya, tidak akan direpotkan lagi dengan urusan uang kembalian. Uang kita akan dipotong sesuai transaksi yang kita lakukan. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator moneter, mendorong kita untuk bertransaksi secara non-tunai, dalam konteks melindungi konsumen sekaligus menjaga transparansi produsen. Ini ditegaskan oleh Ronald Waas, Deputi Gubernur Bank Indonesia, dalam acara Tokoh Bicara Kompasiana dengan tema Saatnya Non Tunai pada Kamis, 11 Juni 2015, di Ruang Bioskop, Lantai 4, Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Pusat.
Kartu Debit Lebih Baik