Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ikan dan Karet, Modal Gunungsitoli Jadi Kota Cerdas

14 Mei 2015   20:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365905" align="aligncenter" width="587" caption="Dua dari sejumlah pekerja usaha perikanan sedang asyik merajut jaring yang akan digunakan untuk menangkap ikan di perairan Gunungsitoli, Sumatera Utara. Jaring tersebut merupakan alat andalan yang digunakan nelayan tradisional di Gunungsitoli sebagai alat untuk menangkap ikan. Tiap hari, nelayan Gunungsitoli menghasilkan tangkapan ikan, lebih dari 5 ton. Foto: antarasumut.com dan hargasumut.org "][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Kota Gunungsitoli berada di Pulau Nias, sebuah pulau yang terletak di sebelah barat Sumatera. 10 tahun lalu, pada 2005, Kota Gunungsitoli, ibukota Pulau Nias, luluh-lantak oleh guncangan gempa berkekuatan 8,7 skala Richter. Kota Gunungsitoli kini menghasilkan tangkapan ikan 5 ton per hari dan karet dalam bentuk slab basah 75 ton per hari.

Itulah dua komoditi hasil alam Kota Gunungsitoli, yang secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Dengan dua modal itu saja, sebenarnya Kota Gunungsitoli sudah memiliki power yang lebih dari cukup, untuk mewujudkan wilayah ini menjadi Kota Cerdas. Lalu, apa kendala kota ini dalam upaya mewujudkan hal tersebut? Solusi apa yang dibutuhkan kota ini?

Pesan Toshio Obi dari Waseda University

Apa yang dihadapi Kota Gunungsitoli, mengingatkan kita akan pesan yang dikemukakan Prof. Toshio Obi, pakar pengembangan kota cerdas atau smart city dari Waseda University, Tokyo. Toshio Obi, dalam pertemuan Kota Cerdas Asia Afrika atau Africa Smart City Summit (AASCS) di Trans Luxury Hotel, Bandung, Rabu (22/4/2015), mengatakan, pengembangan kota cerdas di kawasan Asia Afrika kerap terkendala oleh beberapa hal, antara lain, pendanaan, pengembangan sumber daya manusia (SDM), pemerintahan, dan tata kelola.

Salah satu kendala yang menonjol, yang dihadapi Kota Gunungsitoli, adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Diperkirakan, hanya sekitar 15 persen lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Ini tentu merupakan jumlah yang sangat minim, dalam konteks ketersediaan SDM yang berpendidikan tinggi di kota ini.

Minimnya SDM yang berpendidikan tinggi tersebut, tentu saja berimbas pada kualitas SDM yang berada di lembaga pemerintahan dan institusi swasta yang ada di sana. Akibatnya, efektivitas birokrasi di sana berjalan lambat. Kita juga tidak bisa berharap banyak pada inovasi birokrasi, padahal pengembangan birokrasi merupakan komponen penting untuk menciptakan pintu masuk bagi hadirnya modal melalui skema investasi.

Di Kota Gunungsitoli memang sudah ada sejumlah pendidikan tinggi: STIE Pembnas, IKIP Gunungsitoli, Akademi Kebidanan, dan Akademi Perawatan. Namun, minat masyarakat setempat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, masih sangat rendah. Bukan hanya karena faktor ekonomi, tapi terutama pada rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengakses pendidikan tinggi. Aspek kesadaran tersebut merupakan kendala tersendiri untuk meningkatkan kualitas SDM di Kota Gunungsitoli.

[caption id="attachment_365906" align="aligncenter" width="581" caption="Foto kanan: Kapal bersandar di Pelabuhan Angin, Kota Gunungsitoli, yang menjadi pintu masuk orang dan barang ke kota ini. Transportasi laut menjadi andalan Pulau Nias dalam berinteraksi dengan wilayah lain. Untuk pintu masuk melalui udara, ada Bandara Binaka (Foto kiri) di Kecamatan Nias, yang berjarak 17 kilometer di selatan Kota Gunungsitoli. Foto: 2.bp.blogspot.com dan antarasumut.com"]

14316092992089568538
14316092992089568538
[/caption]


Kerjasama dengan Akademisi dan Perbankan

Mengacu kepada pesan Toshio Obi serta berkaca pada kekayaan sumber daya alam yang sudah ada, pembenahan di sektor SDM ini merupakan priotitas Kota Gunungsitoli, untuk melapangkan jalan menuju Kota Cerdas. Menyiapkan SDM lokal, tentu membutuhkan waktu yang lama. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah menjalin kerjasama dengan kalangan perguruan tinggi. Yang terdekat adalah perguruan tinggi yang ada di Kota Medan, ibukota Sumatera Utara.

Kerjasama yang diprioritaskan adalah merancang strategi agar hasil alam Kota Gunungsitoli bisa diolah di sana untuk menjadi produk yang bisa dipasarkan secara luas. Saat ini, hasil tangkapan nelayan berupa ikan segar 5 ton lebih per hari, dijual ke Kota Sibolga setiap hari, melalui tengkulak ikan. Ikan kerapu, tuna kecil, dan gembung itu dikirim dalam keadaan mentah, tanpa diolah. Ikan tersebut dikemas dengan peti fiber yang sudah diisi dengan es balok.

Di Kota Sibolga yang berjarak sekitar 85 mil laut dari Kota Gunungsitoli, ikan tersebut kemudian diolah menjadi bahan ikan asap dan ikan asin. Produk ikan itu kemudian dipasarkan, salah satunya ya ke Kota Gunungsitoli. Seekor ikan tuna kecil segar, misalnya, di pasar ikan Gunungsitoli harganya Rp 15.000. Setelah jadi produk ikan asap atau ikan asin, harga per ekornya menjadi Rp 25.000. Mekanisme dagang yang sudah berlangsung bertahun-tahun tersebut, tentu tidak bisa dibiarkan demikian selamanya.

Melalui kerjasama dengan perguruan tinggi terdekat, bisa dirancang serta disusun perencanaan agar di Kota Gunungsitoli dibangun pusat pengolahan ikan. Setelah menjadi produk berbahan ikan, baru kemudian dipasarkan secara luas. Toh, ketersediaan bahan bakunya lebih dari cukup. Pengolahan ikan itu bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat kota ini. Struktur pembiayaannya, misalnya, bisa melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan dukungan perbankan.

Dalam Kompasiana Nangkring bersama Harian Kompas dan Perusahaan Gas Negara (PGN) tentang Kotaku Kota Cerdas! pada Sabtu, 25 April 2015, di Pisa Kafe, Jakarta Selatan, dijelaskan bahwa sebuah kota dapat dikategorikan sebagai Kota Cerdas, bila kota tersebut cerdas secara ekonomi, cerdas secara sosial, dan cerdas pula secara lingkungan. Pendirian pusat pengolahan ikan tersebut merupakan wujud dari kecerdasan ekonomi. Terbukanya lapangan kerja baru di tempat tersebut, merupakan wujud dari kecerdasan sosial.

[caption id="attachment_365907" align="aligncenter" width="612" caption="Kota Gunungsitoli juga merupakan pintu gerbang wisatawan untuk menikmati alam dan budaya Pulau Nias. Bagi penggemar surfing, Pantai Sorake dan Lagundri adalah dua nama pantai yang sangat melegenda di mata turis asing. Demikian pula halnya atraksi lompat batu. Artinya, sejumlah potensi wisata di Kota Gunungsitoli dan di Pulau Nias seharusnya jadi motivasi untuk mempercepat langkah Gunungsitoli menjadi Kota Cerdas. Foto: 2.bp.blogspot.com dan 4.bp.blogspot.com "]

14316093671897667681
14316093671897667681
[/caption]


Proses Alih SDM

Formula yang sama juga bisa diimplementasikan pada sumber daya alam karet. Selama ini, karet dalam bentuk slab basah dihasilkan Kota Gunungsitoli dan wilayah sekitarnya, lebih dari 75 ton per hari. Tiap tiga hari sekali, hasil alam karet yang praktis belum diolah tersebut, dijual ke Sibolga dan Padang, Sumatera Barat, menggunakan kapal feri, melalui Pelabuhan Angin, Kota Gunungsitoli.

Saya tidak punya data, berapa jarak dari Kota Gunungsitoli ke Kota Padang. Sebagai gambaran, jarak dari Pulau Sigolong-Golong, Kecamatan Hibala, Kabupaten Nias Selatan, ke Pelabuhan Muara, Kota Padang, Sumatera Barat, sekitar 105 mil laut. Ke Medan, sekitar 200 mil laut. Ongkos angkut karet mentah itu, mencapai belasan juta rupiah per bulan.

Bila di Kota Gunungsitoli dibangun pusat pengolahan karet menjadi produk setengah jadi atau menjadi produk jadi, tentulah lapangan kerja baru akan terbuka lebih banyak lagi. Untuk membangun industri pengolahan ikan dan industri pengolahan karet, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Melalui kerjasama dengan perguruan tinggi terdekat tersebut, secara bertahap akan terjadi proses alih SDM, sampai SDM lokal memiliki skill yang memadai untuk mengelolanya.

Kenapa bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk merancang strateginya? Kenapa tidak langsung saja menggaet investor untuk berinvestasi di sana? Menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi adalah pilihan yang cerdas, untuk membina serta melindungi SDM lokal . Ini berkorelasi dengan konteks membangun Kota Gunungsitoli menjadi Kota Cerdas. Kalau yang lebih dulu datang adalah investor, sementara SDM lokal belum memadai, maka besar kemungkinan masyarakat Kota Gunungsitoli hanya akan menjadi buruh dan penonton semata.


Jakarta, 14 Mei 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun