[caption id="attachment_345153" align="aligncenter" width="624" caption="Subak adalah sistem pengairan sawah di Bali yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada sidang Komite Warisan Dunia ke-36 UNESCO di Rusia, Jumat (29/6/2012). Areal pertanian Bali yang banyak dikunjungi wisatawan, antara lain, Jatiluwih Tabanan dan Tegalalang Ubud. Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO"][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Sistem pengairan subak di Bali, jadi inspirasi para petani dan pebisnis agro industri. Kini, di Bali ada 479 sentra peternakan sapi dan kambing, yang dikembangkan dengan sistem pertanian terintegrasi (simantri), yang menghasilkan puluhan ton pupuk organic per hari.
Bali Organic. Tak lama lagi, Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mengelola sektor pertanian mereka dengan menerapkan full pupuk organic. Dan, ini merupakan inovasi yang memberi nilai tambah pada dunia pariwisata Bali, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.
”Simantri merupakan cara kreatif untuk menjaga sektor pertanian di Bali, karena bertani bagi orang Bali adalah bagian dari aktivitas budaya yang sudah turun-temurun,” ungkap Ida Bagus Wisnu Ardhana, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali, dalam diskusi mengenai program Simantri di Warung Tresni, Denpasar, Rabu (26/11/2014).
Tradisi Memelihara Sapi
Kesadaran para pemangku kepentingan di Bali untuk menjaga areal persawahan, bertolak dari tergerusnya lahan-lahan subur oleh industri pariwisata. Baik untuk pembangunan hotel, villa, resort, maupun infrastruktur wisata lainnya. Alih fungsi lahan tersebut, tentu sudah sepatutnya dikendalikan, agar sektor pertanian yang merupakan salah satu kekayaan budaya Bali, senantiasa terjaga.
Ini memang bukan perkara mudah, mengingat agresifnya pertumbuhan bisnis properti di Bali. Dengan mempertimbangkan kebiasaan masyarakat Bali memelihara sapi, maka gerakan menjaga sektor pertanian tersebut, dimulai dari peternakan sapi. Sebagaimana yang digambarkan Panusunan Siregar, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pada Jumat (26/12/2014), dari total rumah tangga di Bali, 69,98% rata-rata memiliki 1 hingga 2 ekor sapi.
Ada 60,94% rumah tangga yang memelihara sapi dengan tujuan untuk pengembangbiakan dan 81,78% di antaranya mengusahakan dengan cara dikandangkan. Umumnya, mereka mencari pakan sendiri untuk ternaknya. Nah, mereka inilah yang kemudian dihimpun menjadi anggota kelompok Simantri, yang kini di seluruh Bali sudah ada 479 kelompok Simantri.
Masing-masing kelompok memiliki jumlah anggota dan jumlah ternak yang berbeda, sesuai dengan situasi-kondisi wilayah yang bersangkutan. Ketua Simantri Kelurahan Lukluk, Mengwi, Kabupaten Badung, Ngurah Susila Bawa, bercerita bahwa di kelompoknya ada 28 ekor sapi. Untuk dapat memproduksi pupuk organic sekitar 5 sampai 10 ton per hari, limbah dari 28 ekor sapi itu tidak cukup. Ini kemudian disiasati dengan menggalang kerjasama dengan simantri-simantri yang ada di Kabupaten Badung.
[caption id="attachment_345154" align="aligncenter" width="660" caption="Memelihara sapi adalah aktivitas sehari-hari masyarakat Bali. Rata-rata tiap rumah tangga di Bali memelihara 1-2 ekor sapi. Warga yang semula memelihara sapi secara perorangan, dikoordinir dalam Simantri, hingga usaha pemeliharaan sapi tersebut memberi nilai tambah kepada yang bersangkutan. Foto: suluhbali.co"]
Pertanian Tanpa Limbah
Pada prinsipnya, Simantri ini mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya. Baik secara vertikal maupun horizontal, sesuai potensi masing-masing wilayah. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal, itulah salah satu kunci Simantri. Warga yang semula memelihara sapi secara perorangan, dikoordinir dalam Simantri, hingga usaha pemeliharaan sapi tersebut memberi nilai tambah kepada yang bersangkutan.
Inilah proses pemberdayaan masyarakat yang berlangsung secara alamiah. Karena itu pulalah kini sudah ada 479 kelompok Simantri di seluruh Bali, yang mencerminkan kesungguhan warga Bali untuk menjadikan Bali sebagai Bali Organic, provinsi pertama di Indonesia yang mengelola sektor pertanian mereka dengan menerapkan full pupuk organic.
Orientasi Simantri sesungguhnya adalah usaha pertanian tanpa limbah, zero waste. Hasilnya dirumuskan dalam 4-F: food, feed, fertilizer, dan fuel. Usaha budidaya tanaman diintegrasikan dengan usaha peternakan. Limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim kemarau, kemudian limbah ternak (faeces dan urine) diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik padat maupun cair, serta jadi biopestisida.
Ida Bagus Wisnu Ardhana, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Bali, mencermati dengan sungguh-sungguh kualitas pupuk organik yang dihasilkan kelompok Simantri. Dengan kualitas pupuk yang terus ditingkatkan, maka diharapkan juga akan meningkatkan kualitas pertanian secara signifikan. Ia mengatakan, beberapa Simantri sudah melakukan uji laboratorium pupuk, supaya memenuhi standar kualitas yang diharapkan. “Kita telah mempunyai teknologi pengolah pupuk organik yang bagus, bahkan biourine yang dihasilkan tidak bau,” kata Ida Bagus Wisnu Ardhana.
Dengan demikian, Simantri bisa juga dilihat sebagai upaya terobosan untuk mempercepat proses alih teknologi pertanian kepada masyarakat di pedesaan. Secara sosial, anggota masyarakat akan saling berinteraksi secara positif, membangun kebersamaan yang bernilai ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan, serta meningkatkan kemampuan di bidang pertanian dan peternakan.
Pakan Organic untuk Wisatawan
[caption id="attachment_345156" align="aligncenter" width="620" caption="Masakan Bali kaya dengan bumbu, yang bisa dinikmati di sebagian besar menu makanan. Di sejumlah destinasi, wisatawan bisa mengenal lebih dekat dengan berbagai bahan-bahan bumbu khas Bali, seperti kunyit, lengkuas, daun salam, jahe, kemiri, ketumbar, kelapa, dan sebagainya. Foto: KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA"]
Sistem Pertanian Terintegrasi, Simantri, ini digagas Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, yang mulai digulirkan sejak tahun 2009. Pemda Bali mengalokasikan anggaran Rp 200 juta untuk tiap unit Simantri. Sebagai program pemberdayaan masyarakat, Simantri terbuka untuk bersinergi dengan berbagai pihak, terutama yang relevan dengan pariwisata.
“Yang paling penting, salah satu dampak Simantri ini adalah semakin banyak petani Bali yang beralih dari pupuk kimia ke pupuk organic yang dihasilkan oleh Simantri. Meskipun masih ada sejumlah petani yang memanfaatkan beberapa pupuk kimia, secara bertahap, kita kurangi penggunaannya hingga serendah-rendahnya,” kata Ida Bagus Wisnu Ardhana.
Dengan demikian, wisatawan yang datang ke Bali, tidak hanya disuguhi kesenian dan kebudayaan tetapi juga produk-produk organik. I Nyoman Baskara, Direktur Utama Perusda, memproyeksikan ke depannya, Simantri menjadi kelompok binaan industri perhotelan di Bali. Misalnya, 1 hotel membina 3 Simantri. Sinergi yang demikian, akan menjadikan dunia pertanian Bali tetap terjaga serta tumbuh bersama dengan sektor pariwisata.
Jakarta, 06-01-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H