Tagline iklan ituSiang Dipendam Malam Balas Dendam, Tanya Kenapa. Anggota DPRD Surabaya menilai, iklan itu mengandung unsur sara, terkait dengan pelaksanaan puasa. "Kalimat tersebut sangat sensitif dan melibatkan moral bahwa dari puasa hanya awu-awu. Kalau dibaca anak kecil, apa tidak tertanam di pikirannya. Bisa membahayakan ini," tukas Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Ahmad Jabir, Rabu (19/9/2007), sebagaimana diberitakan detik.com, Rabu, 19/09/2007, 18:03 WIB, Iklan Rokok Sampoerna A Mild Diprotes DPRD Surabaya.
Ahmad Jabir waktu itu berharap Pemkot segera berkoordinasi dengan pihak pemasang iklan dan mengganti dengan kalimat yang lebih baik atau iklan tersebut diturunkan saja. Marketing Public Relation Manager PT HM Sampoerna, Yudy Rizard Hakim, merespon protes tersebut dalam rilis resminya pada waktu itu, setiap versi A Mild Tanya Kenapa harus dibaca secara utuh dan kalimatnya harus diakhiri dengan Tanya Kenapa. Respon HM Sampoerna dalam menanggapi reaksi publik ketika itu, sangat berbeda dengan yang ditunjukkan saat ini terkait iklan Mula Mula Malu-Malu, Lama Lama Mau.
Zaman berubah, kondisi-situasi berbeda. Pada masa 2007 itu, dunia maya dan media sosial belum dikenal luas di Indonesia. Media online memang sudah ada tapi masih terbatas. Jumlah pengguna internet juga masih terbatas. Dengan demikian, isu Malam Balas Dendam tersebut tak sampai meluas dengan cepat sebagaimana halnya Mula Mula Malu-Malu, Lama Lama Mau ini. Keberadaan media sosial, setidaknya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pola serta strategi corporate communication PT HM Sampoerna dalam menyikapi reaksi publik.
Jakarta, 07-01-2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H