Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi di Bawah Lindungan Tim 9, Jusuf Kalla Menyangkal

29 Januari 2015   17:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_348526" align="aligncenter" width="697" caption="Syafii Maarif dan Jimly Asshiddiqie bersama anggota Tim 9 lainnya di Gedung Kementerian Sesneg, Jakarta, Rabu (28/1/2015). Tim 9 untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI menyebutkan bahwa Presiden Joko Widodo batal menerbitkan Keputusan Presiden terkait pembentukan Tim 9. Tanpa Keppres, tim ini tak akan bisa menggali fakta secara mendalam, terkait konflik dua lembaga penegak hukum itu. Foto: kompas.com"][/caption]

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Petugas Partai dari Kandang Banteng, menjadikan Tim 9 sebagai tameng untuk berlindung. Presiden yang didukung Koalisi Indonesia Hebat itu oalaaah curhat ke Syafii Maarif. Istana Minta Relawan Pahami Posisi Sulit Presiden Jokowi, tulis kompas.com, Kamis, 15 Januari 2015 | 22:37 WIB. Kereeen, Presiden saja sulit, apalagi rakyat.

Ketua Tim 9, Syafii Maarif, tentulah orang terdidik dan orang pintar. Menurut dia, Jokowi tidak pernah mengajukan inisiatif nama mantan ajudan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri, itu. "Jujur, itu sebetulnya pengajuan BG, bukan inisiatif Presiden," kata Syafii Maarif, seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Rabu (28/1/2015).

Syafii Maarif: Bukan dari Presiden

Pernyataan Syafii Maarif pada Rabu (28/1/2015) tersebut, yang bersumber dari curhat Petugas Partai di Istana, tentu perlu diklarifikasi dengan surat pengajuan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, yang diterima Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Kapan surat pengajuan itu diterima, dari mana surat itu berasal, siapa yang menandatangani surat tersebut, kemudian lakukan uji forensik untuk memastikan apakah surat yang diterima DPR itu asli atau palsu.

Sekretariat DPR sudah sepatutnya merespon pernyataan Syafii Maarif, dengan menggelar jumpa pers, dengan menunjukkan surat pengajuan Budi Gunawan yang mereka terima kepada publik. Bila itu tidak segera dilakukan, ada kemungkinan timbul spekulasi bahwa DPR melakukan fit and propper test dan mengadakan sidang paripurna untuk Budi Gunawan, tanpa berbekal surat pengajuan.

Dari klarifikasi tersebut, akan diketahui, rekam jejak perjalanan surat pengajuan Budi Gunawan itu. Dengan bekal surat dari Sekretariat DPR tersebut, bisa ditelusuri asal-usul pengajuan Budi Gunawan, juga sosok yang terkait dengan keberadaan sang surat. Dari sini, akan jelas, yang mana sebab dan yang mana akibat, dalam konteks pencalonan Budi Gunawan.

Kejelasan secara detail proses pencalonan Budi Gunawan, akan menunjukkan kepada publik, apakah pencalonan tersebut sudah sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku atau tidak, siapa-lembaga-partai politik mana yang pro pemberantasan korupsi dan yang mana yang tidak, serta apakah Presiden Jokowi memiliki kemampuan atau tidak untuk mengelola lembaga eksekutif negara ini.

Dari pernyataan Syafii Maarif sebetulnya pengajuan BG bukan inisiatif Presiden, ada kata inisiatif yang multitafsir. Boleh jadi, inisiatif pengajuan Budi Gunawan bukan dari Presiden Jokowi tapi surat pengajuan itu ditandatangani oleh Jokowi. Boleh jadi juga, inisiatif pengajuan Budi Gunawan bukan dari Presiden Jokowi dan surat pengajuan itu tidak ditandatangani oleh Jokowi.

Karena itulah, agar menjadi jelas dan terang-benderang, klarifikasi dengan surat pengajuan yang diterima Sekretariat DPR, akan menguakkan aspek multitafsir tersebut. Ini akan meredakan perdebatan yang tak perlu, meminimalkan sengketa antar intitusi, juga merupakan kesempatan untuk membenahi secara politik maupun dengan mekanisme hukum, siapa-lembaga-partai politik mana yang kredibel dan yang mana yang tidak kredibel.

[caption id="attachment_348527" align="aligncenter" width="699" caption="Jusuf Kalla makan bersama Syafii Maarif, di Kedai Soto Kadipiro, Wates, Yogyakarta, Senin (2/6/2014). Jusuf Kalla menjabarkan bahwa semua pergantian pejabat penting seperti Kepala Polri, pasti diusulkan Presiden, semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan, selain Pak Presiden. Foto: kompas.com"]

14225022101188720919
14225022101188720919
[/caption]

Jusuf Kalla: Pasti dari Presiden

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkal pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI disebut bukan atas inisiatif Presiden Joko Widodo. Menurut Kalla, semua pergantian pejabat penting seperti Kepala Polri, pasti diusulkan Presiden. "Saya kira tentu semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan, selain Pak Presiden," kata Kalla di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Klarifikasi Jusuf Kalla ini, menyangkal pernyataan Syafii Maarif di atas. Dengan posisi sebagai Wakil Presiden, Jusuf Kalla tentulah memiliki otoritas formal untuk memberikan klarifikasi. Dengan gamblang, Jusuf Kalla menjabarkan bahwa semua pergantian pejabat penting seperti Kepala Polri, pasti diusulkan Presiden, semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan, selain Pak Presiden.

Harap diingat, Jusuf Kalla bukan orang baru di dunia pemerintahan. Pengalaman serta pemahamannya tentang tata-kelola pemerintahan, dipastikan melebihi Syafii Maarif dan Joko Widodo. Dari sisi jabatan yang pernah disandang, misalnya. Jusuf Kalla sudah dua kali menjadi Wakil Presiden. Sebelumnya, ia menjadi Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk satu periode pemerintahan Yudhoyono, 2004-2009.

Ia juga pernah menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid selama enam bulan 1999-2000. Ia pun pernah menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri. Latar belakang pengalaman di pemerintahan dan otoritas formal yang ia jabat saat ini sebagai Wakil Presiden, tentu bisa menjadi tolak ukur untuk menganalisa tingkat akurasi dari klarifikasi yang ia diberikan.

[caption id="attachment_348528" align="aligncenter" width="730" caption="Joko Widodo saat sowan ke kediaman mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr HA Syafii Maarif, di Jalan Halmahera, Perum Nogotirto Elok II, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (03/05/2014). Setelah disambut dengan pelukan, Jokowi dan Buya Syafii langsung masuk ke ruang tamu dan tampak berbincang akrab. Di sela pembicaraan mereka, berdua tampak saling berbisik. Foto: krjogja.com"]

14225024701245191143
14225024701245191143
[/caption]

Tim 9: Pembela dan Pelindung

Dari apa yang disampaikan Syafii Maarif, kentara bahwa pembentukan Tim 9, merupakan upaya Jokowi untuk menciptakan tameng sebagai tempat berlindung. Tak bisa diingkari, andil Jokowi yang ngotot mengajukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, merupakan titik-awal yang memicu terjadinya kisruh KPK dan Polri. Padahal, jauh sebelum pengajuan, para relawan yang notabene merupakan pendukung Jokowi, sudah mengingatkan.

Di samping sebagai tameng Jokowi, Tim 9 juga sudah menunjukkan sosoknya sebagai pembela Jokowi. Ini bisa disimak dari pernyataan Hikmahanto Juwana, Guru Besar Universitas Indonesia, salah seorang anggota Tim 9. Ia berharap, Presiden Joko Widodo tidak dianggap melanggar hukum, jika membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Pernyataan itu disampaikan Hikmahanto di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Syafii Maarif dan Hikmahanto Juwana, rakyat agaknya tak akan mendapatkan kejelasan tentang apa sesungguhnya yang terjadi terkait pengajuan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Titik-awal pengajuan Budi Gunawan ada di Istana. Akarnya ya di Istana. Pemegang otoritas Istana adalah Presiden.

Nah, kalau jauh-jauh hari Hikmahanto Juwana sudah berharap Presiden Joko Widodo tidak dianggap melanggar hukum, jika membatalkan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, di mana komponen sebab dan akibat ditempatkan? Susuri dulu dong dengan detail, bagaimana mekanisme yang dijalankan Istana dalam pengajuan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Apakah mekanismenya sudah sesuai aturan?

Dari temuan fakta di Istana, baru dilanjutkan ke tahap berikutnya. Bila tidak ada kejelasan tentang proses mekanisme pengajuan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri di Istana, maka rekomendasi Tim 9 hanya sebatas untuk menyenangkan Istana tapi sama sekali tidak mencerdaskan rakyat. Remember, rakyat tidak bodoh, meski seringkali dibodohi penguasa.

Jakarta, 29-01-2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun