[caption id="attachment_353113" align="aligncenter" width="607" caption="Tabel 1. Petikan pernyataan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dan Ahmad Imron, pedagang di Pasar Segiri, Samarinda, Kalimantan Timur, di atas, menunjukkan sistem distribusi beras tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini momentum yang tepat untuk membenahi mata rantai distribusi beras, agar gejolak harga hingga 30 persen saat ini, tak terulang kembali. Sumber Petikan dan Foto: kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015"][/caption]
Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia saat ini tidak kekurangan beras. ”Stok beras kita cukup sampai masa panen nanti, yaitu 1,4 juta ton," kata Jokowi dalam kunjungannya ke gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Jakarta-Banten, Rabu (25/2/2015). Tapi, kenapa harga beras terus meroket? Apa sesungguhnya penyebabnya?
Pernyataan Rachmat Gobel dan Ahmad Imron di atas, setidaknya telah menunjukkan dua faktor yang menjadi penyebab: ada indikasi penyimpangan pada distribusi beras dan ada kekacauan dalam distribusi beras. Hanya 2 nara sumber itu yang menjelaskan penyebab kenaikan harga beras, dengan contoh yang kongkrit. Itu saya temukan dari penelusuran terhadap kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015, yang menayangkan 442 content di 45 page hari itu.
Dari Menteri ke Presiden
Operasi Pasar, boleh jadi merupakan solusi sesaat untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Ini bukan hal baru, bukan pula strategi yang jitu. Ini hanyalah tindakan darurat, untuk mengintervensi harga beras yang di luar kendali pemerintah. Dalam hal ini, pedagang menjadi panglima di tengah masyarakat. Artinya, pemerintah sedang berada dalam situasi yang tidak mampu mengendalikan kisaran harga beras di pasaran.
Sejak Desember 2014 hingga Januari 2015, sebenarnya Bulog sudah menggelar Operasi Pasar, dengan menggelontorkan 75 ribu ton beras kepada pengelola Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, PT Food Station, dengan harga gudang Rp 6.800. Seharusnya, kata Rachmat Gobel, pedagang menjual kepada konsumen dengan harga Rp 7.400 per kilogram. Namun nyatanya, tidak ada pedagang yang menjual beras dengan harga segitu.
Setelah Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, mengetahui bahwa harga beras di pasar sudah meroket hingga 30 persen, ia baru sadar bahwa ia tidak mampu mengendalikan harga beras, meski ia sudah menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan Operasi Pasar. Karena di level Menteri tidak ampuh, Presiden Joko Widodo turun tangan menugaskan Bulog menggelar Operasi Pasar, langsung ke konsumen.
Itu dilakukan di sejumlah wilayah, di berbagai titik. Di Jawa Timur, misalnya, Operasi Pasar digelar di 122 titik pasar di kawasan provinsi tersebut, sejak Rabu (25/2/2015). Untuk DKI Jakarta, "Ada 20 truk untuk Operasi Pasar. Tersebar di Jakarta, Depok, dan Bekasi sebanyak 58 titik, dengan lokasi 12 pasar tradisional," ujar Lenny Sugihat, Dirut Umum Perum Bulog. Di Samarinda, Bulog menggelar Operasi Pasar di sejumlah kecamatan di daerah itu. Tujuan Operasi Pasar ini sama dengan yang sebelumnya, yakni untuk menstabilkan harga beras. Hasilnya? "Dengan Operasi Pasar ini, diharapkan harga beras kembali pada posisi normal," ujar Presiden Joko Widodo.
[caption id="attachment_353114" align="aligncenter" width="639" caption="Tabel 2. Dari 5 nara sumber di atas, kita bisa membaca bahwa mereka tak sepenuhnya memahami penyebab naiknya harga beras belakangan ini. Pendapat mereka hanya sebatas supply dan demand, tanpa disertai contoh kongkrit kondisi terkini masalah perberasan di tanah air. Itu saya temukan dari penelusuran terhadap kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015, yang menayangkan 442 content di 45 page hari itu. Sumber Petikan dan Foto: kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015"]
Ada Sebab, Ada Akibat
Apa sebenarnya yang menjadi penyebab meroketnya harga beras? Sebagaimana dicantumkan di Tabel 1, menurut Rachmat Gobel, kenaikan harga beras disebabkan adanya pedagang beras yang bermain di balik kenaikan harga tersebut. Ada 1.800 ton beras masuk ke Pasar Cipinang, Jakarta Timur, tetapi tidak melalui deliver order (DO) dari gudang Bulog. Temuan Rachmat Gobel tersebut, bisa menjadi salah satu indikator.
Tapi, benarkah karena 1.800 ton beras tanpa DO itu yang menjadi penyebab meroketnya harga beras di berbagai wilayah di tanah air? Dibutuhkan pembuktian yang komprehensif, tentunya. Penyebab lain, sebagaimana dikemukakan Ahmad Imron, pedagang beras di Pasar Segiri, Samarinda, Kalimantan Timur, stok beras kosong sejak sepekan. Ia menghubungi pemasok di Pulau Jawa dan Sulawesi tapi nihil. Menurut Ahmad, biasanya, selalu ada stok dan pengiriman tidak pernah telat. Tapi, sejak satu minggu ini, tidak ada kiriman beras.
Bila mengacu pada hukum ekonomi, beras terbatas, permintaan tinggi, maka otomatis harga melambung. Artinya, penyebab naiknya harga beras, karena kurang atau tidak adanya pasokan. Kondisi tersebut sama dengan yang terjadi di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. ”Pasokan beras di Cipinang itu normalnya 3 ribu ton per hari, sekarang kondisinya cuma 500-600 ton,” tutur Nelly Soekidi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) DKI Jakarta. Otomatis, harga beras meroket.
Bila mengacu kepada penegasan Jokowi bahwa stok beras kita cukup sampai masa panen nanti, maka faktor distribusi beras yang cukup dan tepat waktu, nampaknya menjadi faktor utama yang menyebabkan harga beras tidak wajar. Pengetahuan serta pemahaman tentang faktor penyebab naiknya harga beras oleh beberapa pejabat seperti ditampilkan di Tabel 2, tentulah sesuatu yang memprihatinkan.
Harap diingat, naiknya harga beras adalah akibat. Operasi Pasar adalah akibat. Kedua hal itu adalah akibat. Yang seharusnya dicermati pihak yang berwenang adalah apa yang menjadi penyebab. Ada pembeda yang jelas antara sebab dan akibat. Jika penyebabnya tidak mereka pahami dengan benar, bagaimana mungkin mereka mencarikan solusi yang cespleng untuk menstabilkan harga beras?
[caption id="attachment_353115" align="aligncenter" width="658" caption="Tabel 3. Ada 17 nara sumber yang terkait dengan content yang relevan dengan beras. Dari ke-17 nara sumber tersebut, ada 7 nara sumber yang memberikan pendapat tentang penyebab naiknya harga beras belakangan ini. Itu saya temukan dari penelusuran terhadap kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015, yang menayangkan 442 content di 45 page hari itu. Sumber Petikan dan Foto: kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015"]
Mengapa Sebab, Kenapa Akibat
Situasi dan kondisi perberasan di masing-masing wilayah, berbeda-beda. Pemahaman pejabat yang berwenang tentang penyebab naiknya harga beras di lingkup tugas masing-masing, tentulah salah satu hal yang memegang peranan penting. Dengan demikian, mereka bisa mengantisipasi serta mencarikan solusi, sesuai dengan beban tugas yang mereka emban.
Hal ini akan menjadikan action yang mereka lakukan, tepat sasaran dan tepat waktu. Untuk mengetahui pemahaman pejabat yang berwenang akan penyebab naiknya harga beras itulah, saya melakukan penelusuran terhadap kompas.com edisi Rabu, 25 Februari 2015, yang menayangkan 442 content di 45 page hari itu. Saya memilih menelusuri kompas.com, dengan pertimbangan, karena media online ini sudah diakses secara luas oleh masyarakat. Juga, karena kompas.com berinduk pada Kompas Gramedia, yang secara brand, sudah dikenal publik secara luas.
Saya memilih menelusuri edisi Rabu, 25 Februari 2015, karena pada hari itu Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia saat ini tidak kekurangan beras. Hari itu, Jokowi berkunjung ke gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre Jakarta-Banten. Hari itu pula ditandai dimulainya Operasi Beras di sejumlah wilayah di berbagai titik di tanah air.
Dari 442 content di 45 page yang ditayangkan kompas.com hari itu, Apes! Selebrasi Memalukan Berujung Cedera merupakan content pertama yang ditayangkan pukul 00:04 WIB dan Indonesia Terancam Kebanjiran "Bartender" Asing merupakan content terakhir yang ditayangkan pukul 23:18 WIB. Dari 442 content di 45 page tersebut, saya menemukan 11 content yang relevan dengan masalah perberasan yang terjadi belakangan ini.
Jakarta, 26-02-2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H