Harga di Kisaran Rp 7.000
Harga turun, harga rendah, harga normal, harga stabil, harga wajar, dan harga terjangkau adalah sejumlah kemasan dalam komunikasi politik. Semua terpulang kepada pihak yang membaca serta memaknainya. Bila diterjemahkan ke dalam angka, berapa harga beras yang dianggap normal oleh pemerintah? Andi Amran Sulaiman, pada Jumat (20/2/2015) kepada wartawan di gedung Kementerian Pertanian, mengatakan, ia menjamin harga beras akan stabil sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, yakni di harga normal di kisaran Rp 7.000 per kilogram.
Jaminan Amran Sulaiman itu berdasarkan perhitungan, karena pada Maret 2015, sebagian besar petani di sejumlah kabupaten di Indonesia sudah memasuki musim panen. Tiga kabupaten di Jawa Timur seluas lebih dari 100 ribu hektar sudah panen, di antaranya Kabupaten Malang. Menurut Amran, hasil panen ketiga wilayah tersebut menunjukkan lompatan 30-40 persen dibanding tahun sebelumnya. Produktivitas meningkat dari tujuh ton per hektar menjadi sembilan ton per hektar.
Jawa Timur memang sudah sejak lama menjadi provinsi penghasil beras nomor satu di Indonesia. Tahun 2015, provinsi ini siap menyuplai 447 ribu ton beras ke 6 provinsi lain: Papua, Nusa Tenggara Timur, Riau, Jambi, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Tahun 2013, suplai beras dari provinsi ini, juga di kisaran 400 ribu ton lebih. Tahun 2014 pun demikian. Karena swasembada pangan itulah, menurut Gubernur Soekarwo, Jawa Timur selama tiga kali, secara berturut-turut, sukses meraih penghargaan prestisius Adhikarya Pangan Nusantara (APN). http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/01/23/strategi-pangan-jawa-timur-447-ribu-ton-beras-untuk-6-provinsi-698023.html
Sukses panen di Jawa Timur, tentulah tidak dengan serta-merta disebut sebagai sukses Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang berada dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Dalam dua periode Gubernur Soekarwo memimpin Jawa Timur, ia telah membangun serta meletakkan dasar-dasar yang kokoh di sektor pertanian. Untuk menguji ampuh atau tidaknya strategi pangan Andi Amran Sulaiman, adalah bagaimana ia mampu membuat wilayah yang sebelumnya tidak swasembada menjadi swasembada pangan.
[caption id="attachment_353414" align="aligncenter" width="441" caption="Tabel 3. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, di sela-sela acara penanaman padi di Desa Dalangan, Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (27/1/2015), mengemukakan, keterlambatan distribusi pupuk jamak terjadi di Indonesia. Mentan mencatat, keterlambatan distribusi pupuk bersubsidi dua pekan saja, dapat menurunkan produksi pertanian sebanyak 2 ton per hektar. Foto: antaranews.com"]
Inspirasi untuk Petani
Tapi, itu bukan berarti Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tidak memiliki andil sama sekali. Kesungguhannya memotivasi petani di berbagai wilayah tanah air, sudah selayaknya diapresiasi. Juga, kegigihannya mengintegrasikan produsen pupuk dan distributor pupuk, agar pupuk bisa diterima petani pada waktu yang tepat, tentulah hal yang menggembirakan.
Memang, di beberapa tempat, hal itu belum berjalan sebagaimana mestinya, sebagaimana bisa dibaca pada Tabel 3 di atas. Karena itulah, sejumlah petani di sejumlah wilayah, masih menjerit karena kelangkaan pupuk. Kalaupun ada, pupuk sudah dikuasai orang-orang tertentu, yang menjualnya dengan harga mahal kepada petani. Ini adalah bagian penting dari upaya untuk meningkatkan produksi pertanian.
Meski melonjaknya harga beras saat ini belum berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan petani, setidaknya kondisi saat ini bisa menjadi inspirasi bagi petani. Misalnya, petani bisa mendirikan dan memiliki koperasi, yang bukan hanya mengurus pupuk, tapi juga bisa menyewa kios di pasar-pasar setempat, untuk menjual beras produksi anggota. Dengan demikian, ada pihak yang menjadi penyeimbang dominasi pedagang beras di pasar.