Mohon tunggu...
Isra Nabila Harmelia Putri
Isra Nabila Harmelia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan nama saya Isra Nabila Harmelia Putri seorang mahasiswa di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Jembatan

12 Juli 2024   15:25 Diperbarui: 12 Juli 2024   15:34 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini ditanganku sudah ada sebuah kotak harapan yang selalu kami doakan setiap harinya. Sebuah kotak yang kami harapkan akan dipenuhi uang setiap harinya. Aku dan Gilang sudah mulai berjalan dari satu tempat ke tempat lain sambil berjoget-joget menghibur anak-anak yang sedang menangis, menghibur orang dewasa yang sedang memakan bakso, dan menghibur para lansia yang sedang berjalan-jalan malam. Selelah apapun kami, joget kami tak pernah lesu. Goyangan Gilang masih menjadi yang terbaik yang membuat mereka semua tertawa terbahak-bahak. 

Setelah merasa cukup untuk berkeliling hari ini, aku dan Gilang menuju tempat selanjutnya yang selalu kami kunjungi setelah berjoget-joget dan menghibur orang lain. Tempat itu adalah sebuah warung kecil untuk membeli kebutuhan kami. Kami selalu mengunjunginya setiap hari karena uang yang kami dapatkan memang hanya cukup untuk makan sehari saja. 

Di depan sana, aku bisa melihat anak-anak remaja seumuran kami yang sungguh ribut dengan motornya seolah mereka memang sedang memamerkan hal tersebut. Aku memasang wajah masam, begitupun dengan Gilang. 

"Hei!" 

Aku dan Gilang kompak berhenti. Bagaimana kami tidak berhenti jika seseorang yang baru saja menegur kami kini sudah berdiri tepat dihadapan kami. 

"Minta uangmu!" 

Kami sudah biasa diperlakukan seperti ini. Dimintai uang oleh mereka yang lebih berada dari kami. Ada kalanya kami babak belur karena tidak memberikannya, ada kalanya kami baik-baik saja karena memang kami memberikannya. Namun, kali ini Gilang tetap pada pendiriannya untuk tidak memberikan uang kami. 

"Gilang, berikan saja. Nanti kita cari lagi, waktu untuk berkeliling masih banyak." Ucapku pada Gilang untuk meyakinkannya. Geng motor itu sangat banyak, kami akan habis babak belur jika tidak memberikannya. 

Gilang tetap menggelengkan kepalanya. "Kita sudah lelah, Nia. Aku tidak ingin keliling lagi." 

BUG!! 

Sebuah tinju tepat mengenai rahang Gilang sehingga membuatnya mengaduh kesakitan. Aku mulai berteriak meminta tolong namun hasilnya nihil karena kini aku juga sudah dihajar. Perutku sangat sakit karena lelaki itu meninjunya tepat diperutku. Hingga aku tak sadar bahwa sesakitnya aku, Gilang jauh lebih sakit. Aku bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Gilang dihajar habis-habisan oleh mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun