Setelah 11 tahun pasca kejadian Banda Moord (Genosida Rakyat Banda) akibat peperangan dengan VOC, tepatnya di bulan Desember tahun 1632 Gunung Api kembali meletus, terjadi letusan di kawah puncak didahului oleh gempa bumi yang terasa oleh penduduk sejak bulan April hingga Juli.
Pada periode tahun 1690 - 1696 terjadi letusan-letusan yang berkepanjangan selama 6 tahun. Letusan yang terjadi tahun 1696 lebih dahsyat dari tahun-tahun sebelumnya, dalam tahun ini ada 2 orang yang tewas saat menyelidiki kondisi kawah gunung untuk mencari informasi.
Selanjutnya di tahun 1712 (bulan Mei-Desember), tahun 1723, dan tahun 1749 terjadi letusan-letusan di puncak gunung. Di tahun 1765 - 1766, tercatat pada tanggal 19 - 29 1765 hingga Oktober 1766 terjadi letusan di puncak. Letusan-letusan kecil di puncak gunung juga terjadi di tahun 1773, tahun 1774, dan tahun 1778.
Di awal Abad ke-19, tepatnya di tahun 1816 , pada tanggal 11 - 14 Oktober dan bulan Desember terjadi gempa bumi kuat di Kepulauan Banda dan letusan Gunung Api yang mengakibatkan kerusakan lahan dan infrastruktur.
Empat tahun berselang yaitu pada tanggal 11 Juni hingga Agustus 1820 terjadi letusan yang cukup kuat. Letusan mulai berlangsung pukul 11.30 waktu setempat, terbentuk tiang asap, penduduk di Pulau Neira mulai mengungsi ke Pulau Banda Besar.
Pukul 14 waktu setempat tampak lontaran bom vulkanik, terdengar ledakan-ledakan kuat, air-shock yang menggetarkan rumah-rumah, dan kapal, pasir vulkanik dalam jumlah besar mengendap di Pulau Lonthor (Pulau Banda Besar). Separuh kerucut dari puncak gunung tertutup bara api, terbentuk kawah yang baru di lereng barat laut dan Selatan.
Pada tanggal 17 Juni terdapat tenggang waktu di antara letusan-letusan, terjadi leleran lava ke arah barat laut (Tanjung Kapal Pica) yang mencapai laut. Mulai 18 Juni tenggang waktunya bertambah panjang, waktu letusan berakhir pada 8 Agustus. Tidak ada korban jiwa kejadian ini.
Letusan di tahun 1820 ini dilaporkan pertama kali oleh A.W.P. Weitzel pada Juli 1820 dalam Batavissche Courant. Pada April 1824 dia melaporkan lagi letusan besar dari Gunung Api Banda yang mengeluarkan awan panas dan membakar seluruh tubuhnya sehingga memperlihatkan pemandangan yang mengerikan tetapi tidak ada korban jiwa.
Selanjutnya J. TH. Bik bersama C.G.C. Reinwardt pada Juni 1821 melakukan pemeriksaan setelah letusan 1820 dan menemukan adanya kawah baru, kemudian mengukur ketinggian puncak Gunung Banda Api setinggi 1.646 kaki dari permukaan laut.