Welvaren adalah satu dari dua Perk (Perkebunan Pala) peninggalan VOC/Belanda di Pulau Ay (Banda Neira) yang situsnya masih bisa dilihat walaupun dalam keadaan rusak parah, dan salah satu perk lainnya yaitu Matalenco yang tersisa hanya gerbang dan sedikit tembok serta puing-puing reruntuhannya.
Welvaren merupakan kosa kata Belanda yang berarti "Kemakmuran" atau dalam Bahasa Inggris disebut Welfare yang berarti "Kesejahteraan". Kemakmuran dan kesejahteraan adalah dua kosa kata yang memiliki makna yang kurang lebih sama.Â
Ada harapan dan impian dari sang pemilik agar dia, keluarga, beserta pihak-pihak yang memiliki kepentingan senantiasa memperoleh kesajahteraan dan kemakmuran dari penjualan Pala dan Fuli yang dihasilkan dari Perk Welvaren tersebut.
Awal penaklukan Pulau Ay oleh VOC yang dipimpin oleh Laksmana t'Lam pada tanggal 10 April 1616, perkebunan Pala milik warga lokal yang ada di pulau dikavling menjadi 31 Perk.Â
VOC mengalami kesulitan dalam mengelola Perk-Perk tersebut karena pasca perang dengan warga lokal yang dibantu oleh Inggris, menyebabkan banyak warga lokal mengungsi ke Pulau Rhun dan pulau-pulau lain.Â
Untuk mengatasi hal tersebut, VOC merasa perlu untuk mempopulasikan kembali Pulau Ay. Akhirnya didatangkanlah 794 orang budak dari Siauw (Kepulauan Sangir - Provinsi Sulawesi Utara).Â
Namun pada akhir tahun yang sama sebagian besar budak-budak tersebut melarikan diri Kembali ke Siauw dengan membawa banyak "Bibit dan Anakan Pala". Maka tidaklah heran mengapa saat ini tanaman Pala banyak terdapat Siauw, Talaud, Minahasa, dan pulau-pulau disekitarnya.
Di pertengahan abad ke-16, VOC menggabungkan 31 Perk tersebut dengan areal seluas 378,4 Ha menjadi 6 Perk di antaranya:
- Westklip
- Weltevreden
- Kleinzand
- Verwatching
- Matalenco
- Welvaren.
Perk Welvaren memliki luasan 86 Ha, berada di urutan kedua dari sisi luas setelah Perk Westklip yang memiliki luas 140 Ha. Pala dan Fully yang dihasilkan dari Perk-Perk ini fluktuatif karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: bencana alam (gempa bumi, letusan gunung api, dan badai), kekurangan tenaga kerja, penyakit, keterbatasan modal, serta situasi perang turut memberikan andil.
Perk Welvaren dari masa ke masa sering berganti kepemilikan dan pengelola. ercatat di tahun 1872 pemilik Perk Welvaren adalah seorang berkebangsaan Belanda yang bernama C.J. Fedder dengan Administrator Perkebunan yaitu F.B.P. Struby.Â
Jumlah pohon Pala dalam kawasan Perk Welvaren di tahun itu sebanyak 14.300 pohon produktif dan 1.950 pohon muda, dengan jumlah pekerja sebanyak 87 orang (sebagian besar adalah kuli kontrak dan orang buangan dari berbagai daerah akibat perang melawan Belanda).Â
Selain itu ada juga warga lokal yang bekerja secara musiman sesuai kebutuhan. Terdapat juga 13 pekerja professional seperti, Administrator, Asisten Administrator, Mandor, Tenaga Medis, Akuntan, Klerk, dan lain-lain.
Sejak tahun 1852 produksi Pala di Pulau Ay dan khususnya di Perk Welvaren mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena mendapat tambahan jumlah pekerja dan dukungan lainnya dari Pemerintah Kolonial Belanda. Kondisi ini membuat kehidupan para Perkenier (pemilik perkebunan) dan keluarganya menjadi makmur dan sejahtera sesuai dengan nama Perk mereka yaitu "Welvaren".
Situasi menjadi berubah ketika berkecamuk Perang Dunia II (1937-1945), di mana ekspor pala ke pasar-pasar potensial menjadi terhambat akibat perang, dan puncaknya pada tanggal 12 April 1942 ketika tentara Jepang behasil mencapai Kepulauan Banda dan berhasil menguasai semua pulau.Â
Seluruh Perkenier dan warga keturunan Belanda ditawan oleh Jepang, kebun-kebun pala terbengkalai. Jepang tidak bisa berbuat apa-apa karena Pala tidak bisa diekspor dan tidak bisa dimakan oleh tentaranya.Â
Banyak pohon pala yang rusak akibat ditebang dan digantikan dengan tanaman pangan/hortikultura untuk kebutuhan logistik tentara, juga untuk ketahanan pangan bagi warga lokal.
Dampak dari perang merubah kehidupan para Perkenier yang tadinya penuh kemewahan, sejahtera dan makmur, menjadi menderita. Pala dan fully tidak lagi sewangi dulu dan memberikan kehidupan yang menjanjikan. Banyak Perkenier dan keluarganya yang memilih Kembali ke Negeri Belanda, ke Batavia dan kota-kota lainnya yang dianggap lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
Kini puing-puing Bangunan Perk Welvaren menjadi saksi bisu haru birunya berbagai episode dari drama kehidupan yang pernah terjadi silih berganti antara kaum Penjajah dan kaum Terjajah.Â
Welvaren memberikan pelajaran hidup yang berharga, di mana berbagai suku bangsa menyatu dalam perjuangan untuk bertahan hidup juga untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran.
Sebuah Catatan dari Pulau Ay - Banda Neira
Oleh: Isra Amin Ali
(Pemerhati Sejarah dan Budaya Banda Neira)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H