Mohon tunggu...
isnani rachmawati
isnani rachmawati Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru pembelajar

Seorang ibu rumah tangga yang juga seorang guru dan senang jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Guru dalam Mewujudkan Disiplin sebagai Bentuk Budaya Positif

24 Oktober 2022   12:06 Diperbarui: 24 Oktober 2022   13:14 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru dan sekolah mempunyai peran dalam menumbuhkan lingkungan positif dalam pembelajaran yang nantinya akan membuat siswa aman dan nyaman mengikuti proses pembelajaran dan memeroleh hasil maksimal. Lingkungan positif dalam pendidikan diperoleh memalui proses panjang yang lama. Hal ini berangkat dari kebiasaan dan disiplin positif antar warga sekolah yang secara tidak langsung akan memengaruhi siswa dalam bertindak.

Suasana positif perlu diciptakan dalam lingkungan sekolah karena dengan adanya lingkungan positif semua warga sekolah akan merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan kegiatan. 

Setelah nyaman, warga sekolah akan lebih mudah untuk berkreasi dan berinovasi dalam menjalankan tugasnya sehingga kesempatan untuk berkarya dan berprestasi sesuai bakat minat masing-masing semakin terbuka lebar dan selalu mendapatkan dukungan positif dari warga sekolah. Lingkungan positif menjadi salah satu kebutuhan siswa dan seluruh warga sekolah. Sehingga, dengan kata lain jika lingkungan sekolah berubah menjadi lingkungan positif, maka kebutuhan dasar seluruh warga sekolah bisa terpenuhi.

Tentu kita masih ingat akan kebutuhan dasar manusia; kebutuhan yang dibawa sejak lahir. Teori lima kebutuhan dasar manusia menyebutkan bahwa kita sebagai makhluk Tuhan dibekali kebutuhan akan bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love belonging), kebebasan (freedom), kesengangan (fun), dan penguasaan (power). Dengan memahami kebutuhan dasar inilah kita akan mampu menjalankan fungsi dan peran sebagai guru dengan baik.

Guru adalah role model. Ia menjadi ruh dalam dunia pendidikan. Guru memberi jiwa dalam setiap kegiatan agar bermakna. Maka dari itu, sebagai guru kita dituntut mampu menerapkan disiplin positif dalam setiap kegiatan yang dijalankan.

Lantas bagaimana caranya? Sebelum lebih jauh membahasnya, alangkah lebih baik kita membahas tentang disiplin positif, motivasi perilaku manusia, teori hukuman dan penghargaan, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas/ keyakinan sekolah, segitiga restitusi dan kaitannya dengan prinsip Ki Hajar Dewantoro, Nilai dan Peran guru, dan visi guru (semua guru, tidak hanya guru penggerak saja).

 

Disiplin Positif

Disiplin positif adalah salah satu syarat terbentuknya lingkungan positif dalam pembelajaran itu sendiri. Disiplin selalu identik dengan tata tertib atau peraturan yang ada. Kata disiplin kerap juga dikaitkan dengan penegakan hukuman terhadap si pelanggar. Bangsa kita kerap memahami disiplin sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan. Hal ini sering kali juga membawa ketidaknyamanan bagi orang yang melakukannya.

Dalam KBBI disiplin/di*sip*lin/ memiliki banyak makna, yaitu n 1 tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dan sebagainya); 2 ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya); 3 bidang studi yang memiliki objek, sistem, dan metode tertentu (https://www.kbbi.web.id/disiplin). Ki Hajar Dewantoro memaknai disiplin sebagai "dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat "self discipline" yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470).

Dari uraian KHD ini dapat dipahami bahwa untuk menciptakan siswa yang merdeka harus ada disiplin yang kuat; motivasi internal yang kuat. Pemikiran KHD ini nyatanya juga sejalan dengan Dianne Gossen, seorang pakar pendidikan, yang menyebutkan bahwa disiplin yang berasal dari bahasa latin memiliki makna belajar. Lebih lanjut, Gossen juga menyebutkan bahwa disiplin juga memiliki akar kata yang sama dengan murid yaitu "disciple".

Kedua pandangan tersebut memiliki makna bahwa seseorang dalam hal ini murid harus paham betul tentang alasan mereka berbuat ataupun melakukan sesuatu. Ada alasan dalam diri mereka sendiri yang mendorong mereka untuk berbuat berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang berlaku universal. Dapat dikatakan bahwa pribadi yang memiliki disiplin diri berarti ia menjadi sosok yang bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan berdasarkan keyakinan yang ada dalam dirinya.

Dari sinilah kita sebagai guru menyadari peran kita untuk mampu membuat setiap anak didik kita memiliki disiplin diri yang kuat yang mendasari segala perbuatan mereka dengan mendasarkannya pada nilai-nilai positif/ nilai-nilai kebajikan global yang ada sehingga upaya dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif bisa terwujud.

Maka, hal ini menyebabkan setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.

Sebagai seorang pendidik dan pemimpin pembelajaran, saya membiasakan melakukan sesuatu sesuai peraturan. Sebelum mengajar, saya mengajak siswa membuat kesepakatan bersama yang diambil dari aspirasi siswa untuk selanjutnya dibuat kesepakatan selama jam pelajaran saya. Selain itu, saya berusaha berbuat secara konsisten antara perbuatan dan perkataan saya sehingga anak-anak akan mencontoh hal-hal baik yang ada.

 

 

Motivasi Perilaku Manusia

KBBI menyebutkan motivasi memiliki makna 1. dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2 Psi usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (https://www.kbbi.web.id/motivasi).

Saat membahas motivasi, Diane Gossen dalam bukunya menjelaskan bahwa ada tiga alasan atau pendorong seseorang melakukan sesuatu, yaitu:

  • Alasan agar terhindar dari ketidaknyamanan dan atau hukuman
  • Ini adalah motivasi terendah dalam diri manusia. Motivasi ini bersifat eksternal. Orang akan melakukan tindakan karena mereka takut akan hukuman atau sedang mneghindari ketidaknyamanan. Ketika motivasi ini muncul, seseorang sebenarnya sedang berusaha menghindari suatu masalah. Bisa juga mereka menghindari sesuatu yang membuatnya tidak nyaman secara fisik, mental dan tidak terpenuhi kebutuhan mereka jika mereka tidak melakukannya.
  • Alasan untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan
  • Ingin mendapatkan imbalan dan penghargaan dari orang lain menjadi dorongan bagi manusia untuk melakukan sesuatu. Motivasi ini lebih baik daripada dorongan agar tidak dihukum. Motivasi jenis ini masih tergolong motivasi eksternal karena adanya orang lain dalam dunia berkualitas orang tersebut.
  • Alasan untuk menjalankan nilai-nilai yang sesuai dengan keyakinan diri
  • Dorongan terbaik bagi seseorang adalah nilai-nilai yang diyakini yang ada dalam diri seseorang. Inilah yang mendorong manusia untuk memiliki disiplin positif dalam dirinya dan bersifat internal.

 

 

 

Teori hukuman dan Penghargaan

Dalam suatu kelompok, dinamika yang ada di dalamnya adalah hal yang wajar. Ada kalanya, setiap anggota kelompok melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya tetapi dianggap melanggar kesepakatan/ keyakinan bersama.  Hukuman kerap kali diberikan bagi siapa saja yang dianggap melanggar. Sebaliknya, penghargaan diberikan kepada mereka yang dianggap mematuhi peraturan atau mencapai suatu prestasi.

Hukuman sendiri dianggap sebagai identitas gagal, tiba-tiba, dan berlaku satu arah, bersifat fisik dan psikis, penerima merasa tersakiti. Selanjutnya, disiplin positif memiliki dua jenis dalam bentuk identitas sukses berupa konsekuensi dan restitusi. Konsekuensi sudah terrencana dan disepakati oleh pemberi maupun penerima. Pemberi hanya bersifat menonitor pelaksanaannya saja. Berbeda dengan hukuman, penerima hanya akan merasa tidak nyaman dalam jangka waktu sebentar saja. Sedangkan restitusi merupakan upaya untuk membuat penerima (dalam hal ini murid) bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya, memperbaikinya atas inisiatif sendiri, dan setelahnya penerima dapat kembali ke kelompoknya dengan karakter baik yang lebih kuat.

Dalam menerapkan disiplin, seseorang melakukan posisi kontrol yang berbeda-beda. Dianne Gossen menyebutkan ada lima posisi ketika seseorang melakukan kontrol yaitu sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer.

Dari kelima posisi inilah posisi kontrol sebagai manajer dianggap posisi paling sempurna. Hal ini disebabkan karena dalam posisi manajer, seorang pemegang kontrol berbuat sesuatu bersama dengan penerima (murid), mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukungnya agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di posisi manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Pada posisi ini terdapat penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

 

 

Keyakinan Kelas/ Sekolah

Keyakinan Kelas adalah nilai-nilai kebajikan universal yang telah disepakati bersama oleh warga kelas. Nilai-nilai ini diterima secara global terlepas dari SARA berupa hal-hal seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi.

Nilai-nilai kebajikan universal yang dibuat menjadi dasar dalam setiap tindakan/ peraturan. Peraturan-peraturan yang dibuat bisa berupa peraturan yang biasa kita temui di sekeliling kita. Adanya keyakinan kelas ini nantinya akan menjadi dasar dalam menentukan nilai-nilai keyakinan yang berlaku di sekolah yang berlaku atas seluruh warga sekolah.

Dengan adanya keyakinan bersama harapannya menjadi pedoman dalam bertindak bagi seluruh anggota. Namun, jika suatu saat ada anggota yang melanggar maka penerapannya dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah dalam segitiga restitusi.

 

Segitiga Restitusi

Segitiga restitusi sendiri merupakan tiga langkah pokok dalam menegakkan disiplin positif.

Sumber: Modul 1.4 Program Pendidikan Calon Guru Penggerak Kemendikbudristek

Pada gambar terlihat di sisi dasar "menstabilkan identitas" pada tahap ini, pemegang kontrol berusaha mengembalikan si pelanggar ke posisi sukses. Biasanya seseorang melanggar peraturan itu adalah berusaha untuk menarik perhatian, atau mewujudkan kebutuhannya akan sesuatu yang gagal ia dapatkan sebelumnya. Maka, kita harus mampu memberikan kepercayaan pada dirinya bahwa membuat kesalahan adalah merupakan salah satu cara belajar. Dengan demikian ia akan mau bekerjasama dengan kita dalam mencari solusi untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya tersebut.

Pada sisi selanjutnya ditemui "Validasi tindakan yang salah". Kita tentunya sepakat bahwa setiap tindakan pasti ada tujuannya, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar kita. Tetapi ada kalanya, apa yang dilakukan bertentangan dengan peraturan yang ada. Pada tahap ini guru dituntut untuk mampu bertindak proaktif untuk mencari cara paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Dalam restitusi, guru tidak membenarkan perbuatan yang salah tetapi guru mampu dan mau memahami alasan dibalik perbuatan tersebut. Jika kita bisa menerapkan denngan baik, maka kita mudah menempatkan diri karena memiliki perspektif yang berbeda dalam menyelesaikan setiap permasalahan.

Langkah ketiga adalah menanyakan keyakinan. Pada tahap ini guru membantu siswa agar mereka memiliki gambaran ideal mau seperti apa mereka. Teori kontrol menyebutkan jika manusia pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah diraih dan tingkah laku yang salah tervalidasi, maka si pelanggar akan siap dihubungkan dengan nilai-nilai yang dipercaya. Dan ia akan siap berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

Pada praktiknya, langkah-langkah restitusi bisa dibolak-balik. Tidak harus seperti pada gambar. Hal ini tergantung pada bagaimana situasi yang dihadapi; bagaimana guru yang bersangkutan merasa nyaman dalam melakukan langkah restitusi; serta besar kecilnya masalah yang dihadapi.

Keterkaitan dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantoro

Dari banyaknya pemaparan yang sudah dituliskan, lantas apa kaitannya budaya positif dengan pemikiran Ki Hajar Dewantoro? Kita perlu menggali kembali pemikiran KHD yang sangat menarik dan tentunya sangat relevan dengan dunia pendidikan dari dulu hingga sekarang.

Pemikiran KHD menyebutkan bahwa seorang guru/ pendidik diibaratkan sebagai petani, sekolah diibaratkan menjadi sawah/ ladang/ tempat persemaian bibit, sedangkan murid diibaratkan sebagai bibit tanaman. Ini menjadi menarik karena bibit tanaman yang tercipta dalam posisi apapun bisa dibentuk oleh petani. Jika bibit unggul ditanam di lahan bagus dan mendapatkan perawatan yang bagus akan tumbuh menjadi tanaman yang bagus pula. Kondisi ini wajar karena syarat terpenuhi semua.

Sebaliknya, jika bibit tanaman sudah bagus tetapi lahan atau perawatan tidak bagus, maka mustahil bibit akan tumbuh menjadi pohon yang bagus. Jika bibit tidak bagus tetapi mendapatkan tempat dan perawatan yang bagus, kemungkinan besar bibit tersebut akan tumbuh menjadi pohon yang bagus pula.

Perumpamaan ini sama halnya dengan murid. Jika murid sudah memiliki potensi yang bagus, dia mendapatkan sekolah dan pembelajaran dalam fase pendidikannya secara bagus maka sudah menjadi kewajaran murid tersebut tumbuh menjadi pribadi yang baik. Dan sebaliknya pun akan tercipta jika murid dengan potensi yang kurang tetapi mendapatkan perhatian dan pembelajaran yang baik, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang baik.

Di sinalah peran kita dituntut. Guru dengan nilai dan perannya harus mampu membuat lingkungan sekolah menjadi positif dengan memberlakukan budaya positif di dalamnya. Selain itu, guru juga dituntut untuk bisa membawakan pembelajaran yang bermakna dan baik bagi murid agar murid mampu melihat dan memiliki motivasi internal yang baik untuk mengembangkan minat dan bakatnya agar ia mampu mencapai kebahagian setinggi-tingginya sebagai manusia merdeka. Guru tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada murid. Selain itu, pembelajaran yang dijalankan haruslah berpihak pada murid, dengan menjalankan nilai dan perannya guru dituntut untuk bisa mengadakan perubahan lingkungan dalam koridor budaya positif.

Tentunya hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid menurut saya adalah dengan adanya suasana positif di lingkungan sekolah, semua warga sekolah akan saling menghargai dan menghormati sesamanya dan memunculkan rasa aman dan nyaman.

Jika kenyamanan sudah diperoleh, seperti yang sudah saya sebutkan di awal, setiap warga sekolah akan mudah dalam berkreasi dan berinovasi sesuai bakat dan minatnya masing-masing tanpa adanya tekanan dari siapapun. Kondisi yang berbudaya positif tersebut akan memudahkan seluruh warga sekolah untuk mencapai Visi bersama.

Kondisi ini sudah digambarkan dalam standar nasional pendidikan Indonesia yang menyebutkan bahwa lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:

1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:

a. interaktif;

b. inspiratif;

c. menyenangkan;

d. menantang;

e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan

f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis murid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun