Mohon tunggu...
isnani rachmawati
isnani rachmawati Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru pembelajar

Seorang ibu rumah tangga yang juga seorang guru dan senang jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Penggerak sebagai Pemimpin Pembelajaran Masa Depan

24 September 2022   03:23 Diperbarui: 24 September 2022   04:59 3526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nilai dan Peran Guru Penggerak

Kesuksesan sebuah pembelajaran dan pendidikan tidak terlepas bagaimana cara pandang guru/ sekolah dalam memandang sumber daya yang dimilikinya, baik sebagai individu maupun sebagai institusi. Sumber daya yang ada bisa dipandang sebagai sebuah kekuatan/ aset atau sebaliknya sebagai kekurangan.

Dari sinilah, peran guru penggerak dituntut untuk bisa melihat dan menggunakan sumber daya yang ada sebagai sebuah kekuatan ataupun aset dalam melaksanakan pembelajaran dan atau pendidikan. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mau dan mampu mengolah segala sumber daya yang dimiliki; seperti sumber daya manusia, kondisi sosial, sarana prasarana (fisik), lingkungan alam, finansial, politik, agama dan budaya. Semua sumber daya ini selaras dan sejalan dengan standar nasional pendidikan.

Sebagai seorang guru sekaligus pemimpin pembelajaran harus dapat memanfaatkan semua itu dengan baik untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid secara efektif dan efisien. Selain sebagai pemimpin pembelajaran, guru dituntut harus bisa menjadi pelatih bagi rekan sejawat di sekolahnya serta mampu menjalankan peran lainnya. Ia pun dituntut mampu mendorong adanya kolaborasi/ kerjasama antarwarga sekolah dan mewujudkan kepemimpinan pada murid melalui kegiatan-kegiatan yang diprogramkan. Kemudian, sebagai penggerak pendidikan, guru dituntut harus bisa menggerakkan komunitas praktisi baik intern sekolah maupun di luar sekolah dengan tetap menjunjung tinggi nilai seorang guru penggerak yang mampu berpihak pada murid, punya inisiatif sendiri/ secara mandiri mengembangkan diri dan lingkungannya, mampu menjadi sosok yang reflektif, kolaboratif, dan inovatif.

Untuk itu, saya sebagai guru terus berusaha mewujudkan program kegiatan yang melibatkan seluruh warga sekolah dan mengajak siswa aktif terlibat. Harapannya, sekolah tempat saya bekerja mampu menciptakan atmosfir pembelajaran yang menyenangkan dan berkualitas guna mewujudkan profil pelajar pancasila.

Peristiwa Penting

Setelah saya menjalani pembelajaran dari modul 1.1 hingga modul 1.2 dalam Program Pendidikan Guru penggerak, ada pembelajaran yang saya maknai dan tentu berdampak pada diri saya. Momen yang paling penting, menantang, sekaligus mencerahkan adalah ketika saya mempelajari bahwa sebagai guru kita harus mampu membawa nilai-nilai kearifan lokal ke dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran yang terjadi menjadi lebih bermakna, baik bagi siswa, guru, maupun lingkungannya. Di saat yang sama, guru harus bisa mengembangkan potensi dalam diri anak sesuai kodrat alam dan zamannya dengan tetap mengedepankan peran dan nilai guru. 

Bahwa betul, seorang guru dalam menjalankan perannya ia harus mampu menjadi pamong yang menuntun siswa sekaligus mampu menumbuhkan kepemimpinan pada mereka. Guru harus mampu melihat bahwa setiap anak memiliki keunikan tersendiri yang kadang tertutup oleh kehendak yang ada dalam sosok guru. Sehingga guru menafikan eksistensi maupun potensi anak. Guru asyik menjalankan pembelajarannya sendiri tanpa berpihak pada siswa. 

Kerap kali guru hanya melihat bagaimana dulu ia diajar dan didik pada masanya tanpa melihat bahwa siswanya telah berada pada jaman dan masa yang berbeda. Sehingga pembelajaran konvensional (teacher-centred) lebih dominan. Guru enggan melakukan refleksi pembelajaran yang dilakukan. Padahal dengan adanya refleksi, guru akan mampu melihat mana proses yang berhasil mana yang masih kurang.  

Sebagai guru, saya menjadi tertampar sekaligus tertantang. Bagaimana pembelajaran yang saya jalankan? Apakah sudah sudah bisa berpihak pada siswa, atau masih sebatas mengedepankan apa yang saya rasa benar?  

Perasaan yang Mendalam

Saya adalah seorang perantau, atau dalam bahasa Gayo di sebut jema deret yang tentu belum mengetahui bagaimana nilai-nilai dalam masyarakat setempat secara tepat. Dalam satu sesi, ada saat para calon guru penggerak bersama rekan guru lainnya belajar kembali tentang kearifan lokal masyarakat Gayo. Dari situlah, saya punya kesempatan secara khusus untuk mempelajari kearifal lokal yang ada secara lebih mendalam.

Tentu, saya tertantang untuk mempelajari dan mendalami lagi hal itu, terutama berbagai peribahasa Gayo yang akhirnya saya buatkan dalam permainan tebak peribahasa saat sesi literasi pra-KBM. Ya, saya penasaran, gemes, sekaligus tertantang. Saat itu, 6 September 2022. Anak-anak yang mayoritas merupakan penduduk asli Gayo tidak paham akan peribahasa tersebut.

Pembelajaran yang Tersirat

Sebelum momen tersebut, saya berpikir anak-anak paham berbagai macam peribahasa dalam bahasa lokal tersebut. Saya terlalu yakin. Ternyata, kondisi yang ada terbalik. Anak-anak tidak paham sama sekali. Saya pun lupa pada sesi sebelumnya, saya mencoba memberikan peribahasa dalam bahasa Indonesia pun anak-anak hanya satu atau dua saja yang paham. Apakah saya terlalu tinggi harapannya? Sekarang ini saya berpikir bahwa saya harus melalukan mini riset tentang kondisi anak-anak. Saya harus lebih membumi ketika melakukan tugas, meluangkan waktu untuk melihat siswa, mungkin.  

Bisa jadi, selama proses pembelajaran guru memang terlalu melangit, terlalu tinggi, tidak membumi dan mendekatkan pada situasi nyata sang anak. Inilah yang kerap kali dilupakan. Meskipun siswa bukan tabula rasa yang kosong, tetapi mereka pasti memiliki potensi yang tersembunyi. Inilah peran kita sebagai guru.

Perencanaan dan Pelaksanaan ke Depan

Ya, perencanaan pembelajaran ke depan lah yang harus dipikirkan. Bagaimana upaya guru untuk melakukan perubahan pembelajaran yang berpihak pada murid, menghamba pada murid seperti pemikiran Ki Hajar Dewantoro? Untuk menjawab itu, akhirnya, saya berkonsultasi kepada kepala sekolah. Beliau membenarkan bahwa anak-anak tidak paham. Lalu, saya berinisiatif membuat hiasan dinding berupa peribahasa. Rencana ini pun saya sampaikan kepada kepala sekolah, dalam benak saya, kepala sekolah akan memberikan bantuan dana untuk membuat spanduk-spanduk. Tetapi saat saya sampaikan, beliau menyarankan untuk membuatnya dari kertas saja, yang sudah ada di TU, begitu katanya. Saya turuti sarannya. Saya berusaha membaca buku peribahasa Gayo karangan Buniyamin, penulis lokal, satu-satunya buku yang ada di sekolah. Saya pilih beberapa lalu diketik.

Hanya tulisan kecil dan sederhana tetapi memakan waktu lumayan lama dalam pengerjaannya. Saya bahkan membuat dari used-paper karena kekurangan kertas saat itu. Pun pengerjaannya sendiri, tidak ada guru yang membantu. Memang sih, saya tidak meminta bantuan.

Namun beberapa hari kemudian, saya lihat kepala sekolah membawa potongan triplek berukuran kecil-kecil lalu mengecatnya. Langsung saya tanyakan untuk apa dan ternyata untuk membuat tulisan-tulisan. Kepala sekolah itu meminta saya menuliskan kata-kata request agar bisa dituliskan dalam papan itu. Senang, tentu saja. Ternyata apa yang saya lakukan berhasil menggerakkan hati kepala sekolah, meskipun belum guru-guru lainnya secara total. Mengapa demikian? Memang tidak semua tulisan yang dibuat kepala sekolah menganung bahasa daerah, tetapi ada satu dua yang pure menggunakan bahasa daerah tanpa terjemahan. 

Dari kerja kepala sekolah yang ngecat papan itu, saya melihat ada beberapa guru membantu. Memang saya tidak tahu persis mereka membantu tanpa diminta atau sudah diminta kepala sekolah sebelumnya. Yang jelas, alhamdulillah, mulai ada gerakan kecil dari warga sekolah, meski melalui perantara kepala. Semoga ke depannya, semua guru akan tergerak untuk bergerak bersama. Suatu hari nanti, semoga terwujud kolaborasi nyata antarwarga sekolah secara menyeluruh.

Dan akhir pekan ini, saya sedikit disibukkan untuk memasang peribahasa itu di beberapa kelas dan papan mading dengan bantuan anak-anak. Ternyata, menggerakkan anak-anak untuk aktif justru lebih mudah daripada menggerakkan para guru. Entahlah, mungkin karena saya tergolong masih muda sedangkan guru-guru lainnya lebih banyak yang sepuh?  

Bisa dikatakan, menggerakkan rekan guru itu gampang-gampang susah. Masih banyak guru akan melakukan sesuatu jika ada keuntungan materi. Jika tidak ada keuntungan materi langsung, mereka enggan melakukannya. Yang jelas, dengan pemasangan peribahasa di kelas-kelas anak-anak mulai terbiasa dengan nasihat lama. Pun, mereka bisa mempelajari bahwa peribahasa dalam bahasa daerah memiliki makna luar biasa yang bisa mengingatkan kita pada nilai-nilai positif dalam masyarakat. 

Dengan memasang peribahasa itu, anak-anak akan membaca dan tergerak hatinya untuk mencari tahu artinya. Setelah tahu artinya, peribahasa tentu menjadi pengingat akan nilai-nilai mana yang boleh dilakukan dan sebaliknya. Bisa juga, secara khusus guru membahas makna peribahasa yang ada dengan para siswa. Dengan demikian, guru dan sekolah secara tidak langsung melakukan transfer budaya positif kepada siswa. Harapannya tentu saja bisa menjadi pedoman bagi siswa dan warga sekolah lainnya untuk bertindak dalam hidupnya. Tentu saja, hal ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantoro bahwa guru dan sekolah sudah seharusnya tidak meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran yang dilakukan, tetapi mendidik anak sesuai kodrat alam dan zamannya. 

Maka, dari urutan peristiwa yang ada dapat kita simpulkan bahwa guru sebagai pendidik harus bisa menjadi penuntun sekaligus pemimpin pembelajaran dengan tetap menumbuhkan kepemimpinan pada diri siswa melalui pembiasaan nilai-nilai positif dalam setiap pembelajaran yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun