Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Benderang Jalan Perempuan Berkat Energi Terbarukan

19 Juni 2024   21:31 Diperbarui: 19 Juni 2024   22:07 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Syamsiah, perempuan di balik biogas berbahan buah busuk (Dok. FTI UAD)

MALAM BARU saja merambat. Para pekerja ibukota bergegas pulang, bersatu di jalanan yang padat. Tapi tidak demikian di Jalan Prapanca I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekitar pukul 19.00 seorang perempuan, Maya (bukan nama sebenarnya), tengah mengayuh sepeda dari kantor menuju rumahnya. 

Di luar dugaan, seorang pengendara motor mendadak memepetnya. Dikira itu rekan kerja yang dikenal, ternyata bukan. Secepat kilat pengendara motor malah melakukan pelecehan seksual secara fisik pada bagian payudara Maya.

Sempat ingin mengejar pelaku, tapi ia urungkan. Selain trauma, jalanan itu sepi dan gelap. Setelah berlari dan teriak, ia dilanda shock berat, tak percaya pada apa yang baru saja menimpanya!

Jalan gelap dan potensi pelecehan

Ini kejadian nyata pada Februari 2023 silam. Kondisi jalan yang sepi dan gelap dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan kejahatan seksual. Mungkin pelaku mengira gelapnya jalan akan membuat dirinya tak mudah dikenali. Kalaupun korban melawan, orang sekitar mungkin tak bergegas membantu karena minim cahaya.

Kasus miris yang menimpa Maya adalah bukti bahwa perempuan memiliki hak energi yang berbeda dibanding laki-laki, dalam hal ini berbentuk penerangan jalan. Jalan gelap tanpa lampu membuat perempuan rentan terhadap pelecehan seksual atau penjambretan. Transisi energi adil menjadi relevan untuk dibicarakan. 

Maka fenomena di Pasar Gemah Ripah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Yogyakarta harus diapresiasi. Jalan di pasar itu sebelumnya remang dengan bau menyengat akibat tumpukan buah busuk. 

Namun sejak Februari 2011, pasar jadi bebas bau dan jalanan berubah jadi benderang sepanjang malam. Siapa pun yang lewat sana, termasuk kaum perempuan, merasa sedikit lebih aman meski sendirian. 

Andil perempuan dalam energi terbarukan

Di balik pijar lampu yang menerangi jalan itu, ternyata ada tangan perempuan yang telah bekerja melalui riset dan serangkaian percobaan. Adalah Siti Syamsiah dan rekan di jurusan Teknik Kimia UGM yang sangat berjasa. Berkolaborasi dengan Högskolan i Borås Swedia, Pemda Sleman, dan koperasi pasar setempat, Syamsiah dan tim akhirnya berhasil membangun instalasi listrik berbahan baku buah busuk. 

Siti Syamsiah, perempuan di balik biogas berbahan buah busuk (Dok. FTI UAD)
Siti Syamsiah, perempuan di balik biogas berbahan buah busuk (Dok. FTI UAD)

Ibarat peribahasa "sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui," dua problem sekaligus ditangani. Buah busuk yang semula dikeluhkan ternyata bisa diubah menjadi biogas untuk memasok listrik bagi penerangan jalan dan seluruh pasar.   

Biogas itu mengalir dari sebuah instalasi di lahan seluas 600 meter persegi. Instalasi terdiri dari pencacah buah (crusher), pemisah cairan dan padatan (dewatering), pipa PVC pengalir cairan, dua reaktor masing-masing berkapasitas 90 kubik. Dengan konfigurasi seperti itu, pasar bisa memanen 900 watt daya listrik.

Sujud, yang merupakan koordinator lapangan Koperasi Pasar Buah Gemah Ripah, menuturkan:

"Listrik itu dipakai untuk menyalakan 9 lampu (masing-masing 100 watt) selama 6-10 jam setiap hari." 

Masih menurut Sujud, sebelum instalasi dibangun, sampah buah busuk menumpuk di pasar. Baunya membuat warga sekitar pasar mengeluh. Solusinya saat itu: sampah buah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bantul yang jaraknya mencapai 25 kilometer.

Selain Syamsiah, sosok penting lain dalam proyek rintisan Pembangkit Listrik Biogas alias Biogas Plant Gamping adalah Suharsini. Selain pedagang buah, perempuan ini juga ketua koperasi dan bahkan lulusan Prodi Budidaya Perkebunan, Institut Pertanian Yogyakarta.

Suharsini, mitra Syamsiah dalm solusi energi terbarukan (Dok iklimku.org)
Suharsini, mitra Syamsiah dalm solusi energi terbarukan (Dok iklimku.org)

Suharsini (60) menceritakan betapa masalah sampah di pasar sangat merepotkan pada tahun 2003. Ia bahkan mengaku kewalahan lantaran sampah pasar bisa mencapai empat ton setiap hari. Pengangkutan sampah oleh Balai Lingkungan Hidup (BLH) Sleman dua hari dalam sepekan rupanya belum solutif. 

Dengan dua kali angkut dalam satu hari, BLH cuma bisa mengangkut 16 ton sampah pasar. Sungguh tidak sepadan dengan sampah yang dalam seminggu mencapai 24 ton!

Meski berbuah keberhasilan, Suharsini tidak berpuas diri. Ia lantas kuliah lagi di Magister Sistem Teknik, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Mengambil minat Pengelolaan Sampah Perkotaan, ia berharap bisa mendapatkan suntikan ilmu lebih banyak guna mengatasi persoalan sampah sekaligus menambah wawasannya mengenai energi terbarukan. 

Bagi Suharsini, sampah merupakan sumber daya, bukan sumber masalah.

Proses pembuatan biogas 

Pembuatan biogas dimulai dengan mencacah buah memakai crusher yang menghasilkan cairan dan padatan buah. Cairan dan padatan tersebut kemudian dipisahkan dengan bantuan dewatering, yaitu alat pemisah berupa mesin ulir terselubung filter penyaring.

Barulah setelah itu cairan buah dialirkan ke pipa PVC untuk difermentasi dalam reaktor. Cairan akhirnya dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan bagian padatan buah diolah lagi menjadi kompos. Jadi tak ada yang terbuang, benar-benar berkelanjutan.

Yang menarik dari proyek garapan Siti Syamsiah adalah bahwa sejak awal Pembangkit Listrik Biogas Gamping ini memang didesain sedemikian rupa dengan basis kemandirian. Artinya, mulai dari pengelolaan, perawatan, dan pemeliharaan -- semua diusahakan ditangani sendiri. 

Sampah buah dimasukkan ke dalam crusher. (dok. iklimku.org)
Sampah buah dimasukkan ke dalam crusher. (dok. iklimku.org)
Secara konsep dasar, mereka memang meniru teknologi yang dipakai di Kota Borås, Swedi. Namun, biogas di Pasar Gemah Ripah telah disesuaikan dengan iklim dan jenis sampah yang ada di Tanah Air, terutama Yogyakarta. 

Dengan bantuan bakteri dari kotoran sapi sebagai starter, jadilah gas yang bisa memancarkan cahaya ke segala penjuru pasar dan jalanan. Menurut Samsiah, kotoran sapi dipakai karena buah busuk tidak memiliki mikroba pengurai.

"Mikroba dalam kotoran sapi mampu menguraikan cairan organik menjadi biogas," kata alumnus University of Queensland tersebut.

Fermentasi cairan buah berlangsung dalam reaktor yang ditanam di bawah tanah. Fermentasi dimungkinkan oleh mikroba anaerob yang bekerja pada suhu 30-35 derajat Celcius. Lalu cairan organik diubah menjadi asam oleh kelompok acidogenesis. Tahap selanjutnya: asam itu diubah menjadi gas metan oleh bakteri metanogenesis. Nah, gas metan inilah yang akhirnya dipanen sebagai sumber listrik. 

Petugas mengecek tekanan gas yang mengaliri pipa dari biodigester. (Dok. iklimku.org)
Petugas mengecek tekanan gas yang mengaliri pipa dari biodigester. (Dok. iklimku.org)

Apakah semua sampah buah dapat dipakai sebagai bahan baku biogas? Secara umum patokannya adalah mudah busuk dan tidak berpotensi mengganggu proses pembentukan biogas. Yang penting, buah tidak mematikan mikroba pengurai. 

Ada beberapa buah yang tidak bisa digunakan sebagai biogas, salah satunya jeruk. Kandungan limonene dalam jeruk bersifat antibakteri, maka jumlah bakteri bisa berkurang dan produksi gas metan bisa lebih lama kalau jeruk dimasukkan.

Oxfam pijarkan harapan perempuan

Melihat kasus pelecehan seksual yang saya singgung di awal, kita patut waspada dan merumuskan sejak dini tentang landasan energi yang adil untuk siapa saja, lebih-lebih bagi kelompok rentan seperti perempuan atau lansia. Dengan transisi energi berkelanjutan dan distribusi yang seimbang, mereka bisa berdaya dan hidup bermartabat. 

Dengan spirit itulah Oxfam bergerak secara global untuk mewujudkan perubahan dan membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan. Kemiskinan menjadi penting diangkat dan dikurangi sebab bisa menghambat kemajuan pembangunan.

Oxfam dukung partisipasi perempuan selamatkan lingkungan. 
Oxfam dukung partisipasi perempuan selamatkan lingkungan. 

Oleh karena itu, Oxfam bekerja sama dengan mitra lokal dan nasional di Indonesia sejak 1957 di tujuh provinsi sebagai bukti komitmen serius untuk membantu terciptanya masyarakat adil dan setara. Yakni masyarakat dengan komunitas yang saling mendukung untuk meniadakan diskriminasi dan kemiskinan.  

Kita mesti waspada saat membaca kalimat populer yang dicetuskan Aristoteles:

“Kemiskinan adalah induk revolusi dan kejahatan.”

Bukankah pelecehan bisa dipicu akibat ketidakberdayaan? Kemiskinan juga membuat orang tak sanggup melawan. Malah mungkin sekadar bersemangat untuk mengeluh dan menyalahkan. 

Oxfam ingin mendorong agar para perempuan Indonesia diberdayakan sehingga hak-hak mereka terpenuhi -- termasuk akses pada energi. Karena sekali lagi transisi energi adil bukan sekadar mengakhiri pemakaian energi berbasis fosil, melainkan menemukan energi alternatif saat ingin menghentikannya. 

Menyongsong kemandirian perempuaan dengan energi terbarukan (Dok. Solaruv)
Menyongsong kemandirian perempuaan dengan energi terbarukan (Dok. Solaruv)

Semoga akan muncul perempuan-perempuan hebat seperti Siti Syamsiah dan Suharsini yang berperan besar dalam mengambil kebijakan tentang pemanfaatan energi dalam lingkup terkecil. Dengan mindset begitu, masalah bukanlah problem yang merepotkan, melainkan peluang untuk melakukan transisi energi dengan memberdayakan sumber daya lokal. 

Saatnya perempuan bergandengan tangan untuk memperjuangkan keadilan gender dan berpartisipasi dalam aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya. Itu bisa terwujud salah satunya berkat kemandirian energi, yang memijarkan semangat maju dan terus belajar. Mari kita sambut jalan benderang para perempuan berkat inovasi energi baru terbarukan (EBT).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun