Selain nilai sempurna pada pelajaran Matematika, Septi bersyukur setidaknya permainan catur dapat melatih kesabaran Luigi, menimbang sebelum ia melangkah, terbiasa berpikir dalam konteks sebab akibat, serta berpikir kritis dan logis yang semuanya berguna untuk masa depan kelak.
"Saya juga kaget saat pertama kali Luigi menulis pengalaman liburan mudik, ceritanya runtut," kata Septi lagi menambahkan betapa catur telah mengasah Luigi untuk berpikir terstruktur.Â
Tak berlebihan memang sebab skill yang wajib dikuasai anak pada abad ke-21 ada empat, yang dikenal dengan 4C: Critical Thinking, Communication, Creative Thinking, dan Collaboration. Mamalui berharap permainan catur akan melengkapi skill pada sang putra terutama dari sisi problem solving.Â
Kalah menang dalam turnamen
Ikut klub mendorong Luigi untuk menjajal kemampuan di turnamen catur yang kali pertama berlangsung di Ujung Pangkah Gresik, cukup jauh dari rumah. Kompetisi tingkat Jawa Timur ini terdiri dari 7 babak, di mana Luigi hanya mendapat 2 poin, yaitu 1 dari lawan yang tidak hadir dan 1 dari lawan yang melakukan pelanggaran.Â
Kekalahan itu biasa, sehingga ayahnya tetap mengapresiasi semangat Luigi dengan memberinya buket boneka mungil. Sampai pada akhirnya kemenangan pertama pun Luigi raih.Â
Itulah saat Luigi ikut turnamen catur se-SD di Surabaya. Luigi berhasil menduduki peringkat ke-5 yang mengantarnya sebagai juara harapan kedua. Semangat Luigi kian membuncah sehingga berlatih catur semakin menyenangkan.Â
Dalam turnamen terjauh yakni di Blitar, yang memperebutkan Piala Walikota Blitar, Luigi ikut bertanding melawan atlet catur junior se-Jawa Timur. Berada di peringkat ke-41 dari 88 peserta untuk kategori kelas 1-3 SD, Luigi tetap membanggakan.Â
Septi dan suaminya menghargai usahanya belajar mandiri sebab itulah kali pertama turnamen diadakan di ruang tertutup dengan orangtua menunggu di luar.
"Selama ini saya mendoktrin Luigi bahwa setiap kemenangan adalah rezeki dari Allah. Sehingga tidak perlu berlebihan menyikapi. Namun jika kalah artinya butuh latihan lagi."Â
Begitu Septi memandang kalah dan menang sebagai hal biasa, sehingga tak perlu menyalahkan anak saat ia belum menang.Â