Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Beasiswa ke Jepang Tanpa Kuliah, Pesantren Wirausaha Solusinya

30 Mei 2024   12:36 Diperbarui: 31 Mei 2024   07:53 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bioflok tempat ikan diternak di Ponpes Fathul Ulum Jombang (Dok. pri)

Kunjungan Ibu Aida S. Budiman, Deputi Bank Indonesia saat meresmikan Green House di Ponpes Fathul Ulum (Dok. FU)
Kunjungan Ibu Aida S. Budiman, Deputi Bank Indonesia saat meresmikan Green House di Ponpes Fathul Ulum (Dok. FU)

Kuliah bukan solusi satu-satunya

Berkaca dari kisah Kang Funas, yakni senior si sulung, maka sebagai orangtua kita mestinya arif menentukan pilihan pendidikan anak dengan tidak melulu mengagungkan perguruan tinggi (PT) yang belum tentu berguna bagi anak kelak. Sudahlah pendidikan tinggi mahal, malah ending-nya bisa terhimpit kesulitan finansial sebab harus berutang misalnya.

Tanpa mengecilkan PT, kita bisa melihat opsi-opsi lain yang lebih logis terutama dikaitkan dengan minat atau tujuan jangka panjang anak. Percuma memaksa anak kuliah kalau minatnya bukan di sana. Alih-alih produktif, malah uang terbuang dan anak tidak bersemangat menjalaninya.

Kesempatan kuliah bisa ditempuh kapan saja, apalagi saat anak punya penghasilan sendiri. Saya pun tetap akan mendorong si sulung untuk mengenyam pendidikan tinggi, apa pun bentuknya saat ia lulus pesantren nanti. Kalaupun tidak, skill harus benar-benar kuat. Asalkan solid dan relevan, keterampilan tertentu (ditambah jam terbang) bisa digunakan untuk bekerja di luar negeri. 

Menutup tulisan ini, saya ingin menurunkan status seorang warganet yang mencuit di Twitter sebagai berikut. Ini menarik karena kalangan low class terbilang banyak, bahkan mayoritas di negara kita sehingga memancing perdebatan. 

Sebuah pandangan, bukan kebenaran./DOK. PRI
Sebuah pandangan, bukan kebenaran./DOK. PRI

Namun perlu diingat, baik tulisan saya maupun kutipannya tentu tidak harus dipandang sebagai pilihan mutlak. Ini sebuah pendapat atau sudut pandang yang boleh jadi tidak selalu cocok untuk semua orang. Apa pun pilihan sobat Kompasianer, jangan patah arang dan teruslah belajar bahkan di luar bangku kuliah! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun