Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghidupkan "Ibadah" untuk Mencapai Keseimbangan Hidup

23 Maret 2024   15:44 Diperbarui: 23 Maret 2024   15:48 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Singkat kata, menyadari doa sebagai bentuk ibadah dan sekaligus ekspresi kebergantungan kita pada Allah akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa terserah Allah mau mengabulkan atau tidak. Tugas kita hanya meminta dengan kenikmatan, dengan penuh kerinduan. Toh dengan berdoa pun kita sudah mendapatkan pahala.

Lalu di mana kita meletakkan doa ini dalam narasi keseimbangan hidup? Karena doa adalah ibadah, maka semua hal yang terjadi pada kita--baik yang kita minta secara sengaja atau tidak--merupakan bukti kesempurnaan hidup. Kesehatan, rezeki, keluarga, karier, lingkungan sosial, dan sebagainya tak mungkin bisa kita nikmati tanpa kesadaran bahwa kita ini hanyalah penerima. Kita sebatas meminta dan oleh karena itu wajib bersyukur.

Jadikan Tuhan sebagai andalan, lewat doa yang dipanjatkan. (Dokumentasi pribadi)
Jadikan Tuhan sebagai andalan, lewat doa yang dipanjatkan. (Dokumentasi pribadi)

Itulah sebabnya hidup yang seimbang berarti hidup yang diwarnai dengan ibadah--termasuk sesederhana memanjatkan doa. Di tengah kepungan godaan dunia modern, berbagai kebutuhan yang beragam, ujian kesehatan atau keturunan, serta tanggung jawab lain yang tak mungkin kita hindari, kita harus yakin dan percaya diri bahwa semua masalah ini terjadi demi menjaga keseimbangan hidup.

Keberlimpahan atau keterbatasan, pemenuhan atau kekosongan, semua menjadi tak berarti kalau kita melandasi setiap aktivitas dengan semangat ibadah. Semua kejadian atau peristiwa akhirnya sekadar warna-warni indah dunia sebab kita memandangnya dalam kaca mata seorang hamba. Yang lemah dan butuh Tuhannya, yang kerdil dan tak mungkin keluar dari kenikmatan ibadah walau hanya dalam tataran imajinasi.

Bismillaah.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun