Singkat kata, menyadari doa sebagai bentuk ibadah dan sekaligus ekspresi kebergantungan kita pada Allah akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa terserah Allah mau mengabulkan atau tidak. Tugas kita hanya meminta dengan kenikmatan, dengan penuh kerinduan. Toh dengan berdoa pun kita sudah mendapatkan pahala.
Lalu di mana kita meletakkan doa ini dalam narasi keseimbangan hidup? Karena doa adalah ibadah, maka semua hal yang terjadi pada kita--baik yang kita minta secara sengaja atau tidak--merupakan bukti kesempurnaan hidup. Kesehatan, rezeki, keluarga, karier, lingkungan sosial, dan sebagainya tak mungkin bisa kita nikmati tanpa kesadaran bahwa kita ini hanyalah penerima. Kita sebatas meminta dan oleh karena itu wajib bersyukur.
Itulah sebabnya hidup yang seimbang berarti hidup yang diwarnai dengan ibadah--termasuk sesederhana memanjatkan doa. Di tengah kepungan godaan dunia modern, berbagai kebutuhan yang beragam, ujian kesehatan atau keturunan, serta tanggung jawab lain yang tak mungkin kita hindari, kita harus yakin dan percaya diri bahwa semua masalah ini terjadi demi menjaga keseimbangan hidup.
Keberlimpahan atau keterbatasan, pemenuhan atau kekosongan, semua menjadi tak berarti kalau kita melandasi setiap aktivitas dengan semangat ibadah. Semua kejadian atau peristiwa akhirnya sekadar warna-warni indah dunia sebab kita memandangnya dalam kaca mata seorang hamba. Yang lemah dan butuh Tuhannya, yang kerdil dan tak mungkin keluar dari kenikmatan ibadah walau hanya dalam tataran imajinasi.
Bismillaah. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H