KETIKA TAHU bahwa tema tulisan untuk tantangan Ramadan Bercerita hari ke-14 adalah membuat pantun Ramadan, sungguh berdesir hati ini. Inilah yang selama ini kucari. Pantun boleh jadi adalah karya sastra pertama yang saya kenal sebelum puisi dan bentuk karya lainnya saat SD dan SMP.
Pantun bersifat cepat dan ringkas, sangat pas untuk menyampaikan pesan secara efektif. Kehadiran sampiran (biasanya dua baris pertama) membuat pantun semakin unik karena ini jadi semacam pintu untuk mengantarkan pembaca atau pendengar sebelum merasa 'diceramahi'.
Mengenal konsep pantun
Tanpa perlu dijelaskan, orang sudah paham apa itu pantun. Tanpa tahu definisnya, setidaknya mereka sering membuat pantun di ruang publik. Misalnya sebagai pembuka pidato atau selingan acara di televisi. Enggak heran kalau akhirnya muncul tanggapan, "Cakeep!" untuk menimpali sebaris sampiran sebelum pantun tuntas dibacakan.
Yang saya ingat tentang pantun adalah biasanya terdiri dari empat baris, dengan rincian: dua baris pertama sebagai sampiran dan dua baris berikutnya sebagai isi dengan rima/sajak a-b-a-b. Kecuali pantun karmina yang hanya tersusun dari dua baris.Â
LaluÂ
Contoh pantun karmina:
Ke Medan membeli anggur
Di bulan Ramadan perbanyak tafakur
Contoh pantun empat baris:
Burung blekok terbangnya rendah
Berburu ikan berkawan-kawan
Janganlah keok lantaran kalah
Tetap berjuang penuh keikhlasan
Rima dan intensitas emosi pantun
Sering kali terjadi di ranah publik, termasuk medsos, empat baris kalimat yang dimaksudkan sebagai pantun adalah syair karena berakhiran sama: aaaa atau bbbb. Sebenarnya tidak terlalu signifikan, toh sama-sama terdiri dari sampiran dan isi. Namun, tetap penting sebagai pembelajaran yang solid.
Hal lain yang kerap terlupa dalam pantun adalah intensitas emosi yang terbangun di dalam sampiran dan isi. Dalam sebuah sumber pernah saya baca bahwa emosi dalam sampiran dan isi haruslah sama-sama intens. Maksudnya, jika isi berisi kemarahan, maka sampiran juga harus dirancang dengan kalimat yang bernuansa marah.
Pun jika isi bernada muram, maka sampiran mesti menunjukkan suasana muram. Intinya, baik sampiran maupun isi mesti harmonis dalam soal tone atau emosi. Berikut beberapa contoh sebagai penjelas.
Layar dibentang, naikkan sauh
Angin tropis berhembus tenang
Wabah datang, jangan mengeluh
Tetap optimistis sambut peluang
Hilang pelepah oh pohon pisang
Dimakan penyakit di luar dugaan
Gedung bertambah, sawah berkurang
Tanah menyempit, mengancam pangan
Ada kancil lari ke hutan
Hutan luas daunnya lebat
Meski kecil yang disumbangkan
Bila ikhlas tentulah hebat
Pantun Ramadan energi masa depan
Dengan pengertian dan pemahaman seperti itu, tak berlebihan jika kita bisa menyerap energi kebaikan dari pantun-pantun yang kita buat atau baca di mana pun sumbernya. Pantun bukan sekadar kata-kata, melainkan sublimasi ide dan pesan yang disusun dari pengalaman dan banyak ajaran.Â
Bukankah berawal dari kata-kata perpecahan dan persatuan bisa terjadi? Bukanlah lantaran bahasa kekuatan dan kelemahan bisa diwujudkan? Maka pantun Ramadan ini marilah kita maknai, kita abadikan sebagai mantra penyebar semangat untuk meraih apa pun yang kita anggap penting di masa depan.
1.
Makan bolu cokelat terasa
Sepotong sepotong dilumat-lumat
Bedug bertalu saatnya berbuka
Jangan bengong segeralah shalat
2.Â
Arafuru airnya biru
Ikan beragam sungguh berlimpah
Baca buku lembutkan kalbu
Baca Quran agar terarah
3.
Sawah digaru siapkan tanaman
Akar yang kuat pohon bersemi
Timba ilmu, tambah pengetahuan
Ramadan kuat kuatkan hati
4.
Di angkasa terdapat bintang
Bekerlip indah penuh pesona
Selagi muda tolonglah orang
Semasa tua panen pun tiba
5.
Pagi-pagi menanam bunga
Bunga sepatu indah berseri
Idulfitri di depan mata
Terus melaju jangan terhenti
6.
Lampu bohlam bersinar jernih
Nyalanya kuat terangi ruangan
Tiap malam shalat tarawih
Tetap semangat sampai lebaranÂ
7.
Kukira ikan ternyata ketam
Coba bebaskan dari bubu terbukaÂ
Tadarus bukan bersaing khatam
Baca perlahan resapi maknanya
8.Â
Masak ketan sebagai bekal
Ketan lezat diparut kelapa
Ringankan tangan perbanyak amalÂ
Ramadan berkah semua berlipat ganda
9.
Sumur bertuah, airnya menggenang
Adakah akar yang buatnya dangkal
Umur bertambah, kesempatan berkurang
Perbanyak belajar, tingkatkan bekal
10.
Ada tempayan ada kendil
Di atas rakit mereka terapung
Keputusan yang telah diambil
Walau pahit harus ditanggung
11.
Beli avokad manis buahnya
Ditambah nangka di dekat pasar
Kejar akhirat, manfaatkan dunia
Spirit Ramadan terus berkobarÂ
Selamat berpuasa, selamat berpantun ria!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H