Setelah shalat magrib dikerjakan, jemaah bergegas merapat ke meja yang sama untuk mengambil nasi kotak. Tanpa kupon atau kartu khusus sebagaimana Namira dan Masjid Agung kota. Petugas yang berjaga akan membantu mengambilkan.
Lantaran tidak seramai dua masjid sebelumnya, masjid yang terletak di Kecamatan Sukodadi ini relatif bisa menjamin ketercukupan nasi untuk semua jemaah. Bahkan tak jarang, musafir yang kebetulan numpan shalat magrib di Mustajabah pun kebagian nasi kotak meskipun tak ikut mendengarkan kajian saat ngabuburit.
Panitia mempersilakan mengambilkan bahkan untuk satu keluarga selama persediaan masih ada. Karena terletak di pinggir jalan raya, walaupun di ruas kota, Mustajabah memang ramai oleh musafir yang istirahat shalat baik pada Jumat maupun magrib Ramadan.
Si bungsu yang kerap shalat di sini pun ketagihan ngabuburit di Masjid Al-Mustajabah. Selain petugas ramah, masjidnya tak terlalu ramai. Apalagi di tampah itu selalu tersedia tahu isi dan ote-ote (bakwan) kesukaannya. Plus teh hangat manis yang belum ditemukan di masjid lainnya.
Begitulah sepenggal kisah ngabuburit ala kami. Dari masjid ke masjid bukan sekadar tertarik oleh makanan yang tersedia, melainkan maraknya kajian dengan penceramah yang beragam. Lebih dari itu, suasana batin di antara jemaah yang terbangun diharapkan akan meningkatkan koneksi dengan Tuhan. Ya, ada wawasan spiritual yang tergali agar kami lebih sadar dan bijaksana.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H