TITIK WINARTI, wanita sederhana asal Sidoarjo itu, tak menyangka tanggal 7 November 2005 akan menjadi sebuah tonggak sejarah dalam hidupnya ketika ia diundang untuk hadir di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di New York.
Dalam Sidang Majelis Umum PBB tersebut Titik menjadi salah seorang undangan yang diminta bercerita tentang cara meningkatkan penghasilan orang-orang miskin (di bawah US $1 per hari) sebagai inspirasi bagi negara-negara lain.
Dengan segala keterbatasannya, Titik dinilai telah mampu memberdayakan orang-orang cacat atau penyandang disabilitas melalui usaha produksi sulam dengan memperkerjakan mereka sebagai karyawan.
Kesederhanaan Titik bukan hanya dari tempat usaha berupa garasi sewa, tetapi juga terbatasnya gerak selama ini. Jangankan New York atau Jakarta, ke Surabaya pun dia belum pernah. Maka perjalanan lintas benua itu sangat istimewa.
Berdayakan penyandang disabilitas
Di depan forum yang dihadiri lebih dari 1.000 orang penting tersebut, termasuk Ratu Beatrix dari Belanda, Ratu Sofia dari Spanyol, dan tentu saja Sekjen PBB Kofi Annan beserta istrinya, Titik berbicara dengan lugas dalam bahasa Jawa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang juru bahasa.
Ia luwes menceritakan pandangan dan pengalamannya yakni memberi kesempatan kerja yang berdampak pada meningkatnya pendapatan orang-orang difabel yang kebetulan miskin.
Belum sampai 10 menit, rupanya banyak hadirin yang meneteskan air mata karena terharu. Kisahnya menggetarkan hati undangan termasuk para duta besar, menyadari bahwa dari 200 juta lebih penduduk Indonesia ternyata ada pijar semangat dari orang-orang kecil untuk bangkit dari kemiskinan mereka.
Yang mereka perlukan adalah bantuan dalam bentuk kesempatan dan akses pasar, bukan iba atau rasa kasihan. Tersedianya pasar akan membuat produk mereka dibeli sehingga mereka mendapatkan penghasilan. Sesederhana itu.
“Yang kami butuhkan adalah kesempatan, bukan belas kasihan,” ujar Titik dalam sidang umum tersebut.
Titik sadar bahwa tidak mudah mencari pekerjaan yang cocok bagi orang-orang difabel. Jika tak ada yang mempekerjakan mereka, padahal sebenarnya mereka punya keterampilan, maka kepercayaan diri mereka akan runtuh akibat tak bisa menghasilkan apa-apa, termasuk uang. Titik berhasil membangkitkan produktivitas mereka dengan memberi kesempatan sehingga karyawan difabel tersebut dihargai di tengah-tengah masyarakat.
Maju karena KUR BRI
Yang lebih menyentuh hati hadirin di sidang PBB kala itu adalah bahwa selama menjalankan usahanya Titik belum pernah sekali pun mendapatkan pinjaman uang dari bank. Alasannya tentu saja karena tak ada barang sebagai agunan.
Jika tahun 2005 Titik hanya mempekerjakan 20 orang difabel, maka 10 tahun kemudian atau tahun 2015 jumlah karyawannya meningkat 10 kali lipat menjadi 200 orang. Lokasi usahanya pun tidak terbatas di Sidoarjo, tapi merambah hingga Kediri dan Jember.
Pilihannya mempekerjakan para difabel untuk menggarap produk sulaman ternyata tepat sebab mereka memiliki perasaan yang lebih halus dan lebih teliti sehingga produk sulaman yang Titik jual bermutu bagus.
Tiga tahun setelah forum itu, produk besutan Titik berlabel Tiara Handicraft mampu menembus pasar ekspor, termasuk pesanan Ratu Beatrix Belanda dan Ratu Sofia dari Spanyol. Negara-negara Amerika Latin dan beberapa duta besar negara sahabat di Jakarta pun akhirnya menjadi pembeli produk Tiara Handicraft.
Pendar harapan akhirnya menyapa Titik ketika Bank BRI mengucurkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) sebesar 500 juta. Selain menambah alat berupa mesin jahit, kredit ini digunakan untuk membeli lahan yang lebih layak sebagai tempat usaha, termasuk penyediaan gudang untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi Tiara Handicraft.
Sejak saat itu produk Titik yang memang melalui quality control ketat makin luas jangkauan pasarnya. Boleh dibilang dia telah menjadi seorang BRILianpreneur yang terbantu usahanya menjadi besar berkat BRI. Pilihannya menggaet para difabel adalah solusi brilian untuk menyalakan harapan mereka dalam bentuk pekerjaan.
Fragmen inspiratif yang dituturkan oleh Dr. B.S. Kusmuljono dalam bukunya Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha ini menjadi pengingat bahwa jangan ragu merintis usaha dan teruslah mencoba menciptakan pasar. Sebab jika sudah ada pasar yang menyerap produk kita, maka pinjaman bank bisa datang ketika usaha kita mengalami surplus.
Ibu rumah tangga jadi pahlawan
Kiprah lain BRI dalam mendorong perempuan sehingga sukses terjadi di Surabaya. Adalah Choirul Mahpuduah (53 tahun), yang berjasa sebagai pemantik didirikannya Kampung Kue yang jelas menginspirasi pelaku UMKM di daerah lain.
Semula seorang buruh pabrik, Choirul Mahpuduah yang akrab disapa Bu Irul kemudian memutuskan untuk membuat komunitas pengusaha perempuan di kampungnya pascamenerima PHK. Kampung Kue yang menghimpun 63 anggota ini digagasnya sejak tahun 2005—tahun yang sama ketika Titik Winarti diundang ke markas PBB, Amerika Serikat.
“Saya melihat tahun 2005 itu banyak ibu-ibu di kampung saya kalau pagi-pagi menganggur atau merumpi tidak melakukan kegiatan yang produktif.”
Itulah yang membuatnya berinisiatif mendirikan kelompok usaha khusus wanita di tempat tinggalnya. Ia prihatin karena rekan sesama ibu itu kerap dikejar rentenir akibat utang, demikian melansir Solopos.com Minggu (22/5/2022).
Singkat kata, Kampung Kue pun terbentuk di Rungkut Lor Gang 2 RT 004 RW 005 Kelurahan Kalirungkut Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. Tujuan Bu Irul mulia, agar para ibu di lingkungan tersebut punya kegiatan produktif, salah satunya dalam bentuk keuntungan finansial.
Maka tak berlebihan jika Bu Irul disebut sebagai BRIPahlawanFinansial karena kiprah dan semangatnya dalam menolong sesama dalam ekosistem usaha sesuai kemampuan mereka.
Tak gentar oleh penolakan
Usia boleh tak muda, tapi Bu Irul tak lelah meniti langkah. Setelah gagal dengan usaha sulam pita, Bu Irul lantas mengusulkan pembentukan komunitas usaha dengan harapan mengangkat martabat perempuan sebagai pribadi yang mandiri dan lebih produktif, dalam hal ini ibu-ibu Rungkut Lor Gang 2 yang sebelumnya tak punya kesibukan.
Kendati sempat ada penolakan--yang ia anggap lumrah-- komunitas Kampung Kue akhirnya resmi berdiri tahun 2005 yang menaungi 63 pengusaha kue, baik kue basah maupun kue kering.
Uniknya, hampir seluruh anggota Kampung Kue adalah nasabah BRI. Inilah yang memperkuat gerakan mereka. Ketika mantri BRI berkunjung, ternyata ia tertarik oleh kegiatan Kampung Kue. Sebagai tindak lanjut, bantuan berupa sarana dan prasarana pun diberikan tahun 2021 lalu.
“Kami tidak dapat bantuan uang, tapi sarana dan prasarana dalam bentuk barang yang bisa kita manfaatkan,” kata Bu Irul. Bantuan itu meliputi tenda, celemek, meja, baju, topi, dan terutama kesempatan ikut pameran atas ajakan BRI sehingga produk Kampung Kue bisa dipromosikan untuk menjangkau pasar baru yang lebih luas.
Selain itu, para anggota mendapat suntikan modal berupa KUR yang sangat membantu operasional dan membesarkan usaha. Berkat dukungan BRI, terutama pada momen HUT127BRI, para anggota Kampung Kue kian menikmati berbagai inovasi bank rakyat ini.
Puncaknya, mereka bergembira ketika Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meresmikan Kampung Kue pada Selasa, 8 Februari 2022 lalu. Dengan peresmian ini, Kampung Kue pun menjadi kampung wisata sekaligus Edukasi yang dapat berkontribusi bagi ekonomi setempat sesuai potensi lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H