Yang lebih menyentuh hati hadirin di sidang PBB kala itu adalah bahwa selama menjalankan usahanya Titik belum pernah sekali pun mendapatkan pinjaman uang dari bank. Alasannya tentu saja karena tak ada barang sebagai agunan.
Jika tahun 2005 Titik hanya mempekerjakan 20 orang difabel, maka 10 tahun kemudian atau tahun 2015 jumlah karyawannya meningkat 10 kali lipat menjadi 200 orang. Lokasi usahanya pun tidak terbatas di Sidoarjo, tapi merambah hingga Kediri dan Jember.
Pilihannya mempekerjakan para difabel untuk menggarap produk sulaman ternyata tepat sebab mereka memiliki perasaan yang lebih halus dan lebih teliti sehingga produk sulaman yang Titik jual bermutu bagus.
Tiga tahun setelah forum itu, produk besutan Titik berlabel Tiara Handicraft mampu menembus pasar ekspor, termasuk pesanan Ratu Beatrix Belanda dan Ratu Sofia dari Spanyol. Negara-negara Amerika Latin dan beberapa duta besar negara sahabat di Jakarta pun akhirnya menjadi pembeli produk Tiara Handicraft.
Pendar harapan akhirnya menyapa Titik ketika Bank BRI mengucurkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) sebesar 500 juta. Selain menambah alat berupa mesin jahit, kredit ini digunakan untuk membeli lahan yang lebih layak sebagai tempat usaha, termasuk penyediaan gudang untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi Tiara Handicraft.
Sejak saat itu produk Titik yang memang melalui quality control ketat makin luas jangkauan pasarnya. Boleh dibilang dia telah menjadi seorang BRILianpreneur yang terbantu usahanya menjadi besar berkat BRI. Pilihannya menggaet para difabel adalah solusi brilian untuk menyalakan harapan mereka dalam bentuk pekerjaan.
Fragmen inspiratif yang dituturkan oleh Dr. B.S. Kusmuljono dalam bukunya Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha ini menjadi pengingat bahwa jangan ragu merintis usaha dan teruslah mencoba menciptakan pasar. Sebab jika sudah ada pasar yang menyerap produk kita, maka pinjaman bank bisa datang ketika usaha kita mengalami surplus.
Ibu rumah tangga jadi pahlawan
Kiprah lain BRI dalam mendorong perempuan sehingga sukses terjadi di Surabaya. Adalah Choirul Mahpuduah (53 tahun), yang berjasa sebagai pemantik didirikannya Kampung Kue yang jelas menginspirasi pelaku UMKM di daerah lain.
Semula seorang buruh pabrik, Choirul Mahpuduah yang akrab disapa Bu Irul kemudian memutuskan untuk membuat komunitas pengusaha perempuan di kampungnya pascamenerima PHK. Kampung Kue yang menghimpun 63 anggota ini digagasnya sejak tahun 2005—tahun yang sama ketika Titik Winarti diundang ke markas PBB, Amerika Serikat.
“Saya melihat tahun 2005 itu banyak ibu-ibu di kampung saya kalau pagi-pagi menganggur atau merumpi tidak melakukan kegiatan yang produktif.”